satu

1.3K 100 47
                                    

Cerita ini hanya fiktif belakang not real. Bila ada kesamaan kejadian, setting, nama ini murni ketidaksengajaan, hanya imajinasi author. Cerita ini hanya Fanfiction just for fun.

Budayakan votes sebelum baca dan comment sesudah baca ^^

-ma

♡♡♡

Air mataku masih terus menetes. Padahal musibah itu telah berlalu lima tahun silam. Tapi semua masih jelas di mataku. Rasanya sangat, ah tidak dapat kuungkapkan....

Sesak, pilu, hampa melebur jadi satu.

"Bagaimana mungkin ini terjadi?" Pertanyaan itu terus ku ucapkan ditiap doaku.

Dia berjanji akan terus menjagaku. Dia berjanji akan terus berada di sisiku. Dia berjanji akan lulus kuliah dengan nilai terbaik dan kembali ke Korea untuk menikah denganku. Dia berjanji akan mencintaiku sampai mati.

Namun sebelum semua janji itu dia penuhi, Tuhan menjemputnya. Dia baru dua puluh tahun, cerdas, sangat berbakat dan tampan. Hanya beda empat tahun dariku.

Tapi mengapa Tuhan merebutnya begitu saja? Apa Tuhan tidak tau aku sangat dan teramat sangat mencintainya?

Aku sudah tidak tahan dengan ini semua! Aku semakin mendekati tepi balkon. Aku mulai memanjat tembok balkonku.

"Jimin oppa... Park Jimin chagiya aku akan menyusulmu!" Teriakku ke kerlap-kerlip malam. Angin semilir hanya membalasku dengan terpaannya yang menerbangkan helai per helai rambutku.

Brug...

Pintu apartementku terbuka. Aku menenggok ke arah pintu dan mendapati Kim Nam Joon oppa alias Rapmon oppa disusul Jung Ho Seok oppa alias J-Hope oppa memasuki apartementku dengan tergesa-gesa. Tangan Rapmon oppa terkepal memperlihatkan buku-buku tangan yang memutih.

"CHO SO HWAN!" Teriak Rapmon oppa sambil berlari mendekatiku. Setibanya di belakangku ia memelukku dari belakang. "Apa yang hendak kamu lakukan? Babo!"

Aku menatap manik matanya dan mendapati semburat kekecewaan di sana. Dia menghapus air mataku. Kemudian dia menuntunku turun dari tembok balkon dan mendudukkanku di sofa. Semua ia lakukan dengan penuh kasih sayang, membuatku luluh.

"So Hwan sayang, oppa tau kamu babo tapi ga usah sebodoh ini sampai pengen bunuh diri. Kamu ga akan diterima di surga." ucap J-Hope sambil menahan tawa dan mengacak-acak rambut ikalku.

Aku mencak-mencak karna perkataannya. Bagaimana mungkin ia menasrhatiku sambil mengejekku.

"Aish!" Aku memukul lengan J-Hope oppa dan disusul gelak tawa darinya.

"Ehem..." Rapmon oppa menghentikan tingkah kami. "Cho so hwan, apa yang kamu pikirkan sampai berniat loncat dari apartement, hah? Untung kami melihatmu dari tempat parkir dan segera bergegas ke sini." Sergah Rapmon oppa.

"Aku... Ak--Ak--Aku mau menyusul Jimin oppa..." Air mataku kembali mengalir. J-Hope oppa memelukku dan menenangkanku.

"Jimin pasti sedih kalau kamu terus-menerus seperti ini So hwan." J-Hope oppa menatapku lekat-lekat.

"Ini sudah malam. Kamu segera tidur. Masuk kamar, kami akan menjagamu di sini." Rapmon oppa berdiri dan menuntunku ke kamar. Aku hanya diam, menurut.

Aku menghentikan langkahku, "Apa Rapmon oppa dan J-Hope oppa tidak latihan dance atau menyanyi?" Aku teringat akan kebiasaan mereka dan merasa kepo.

"Malam ini cukup, kami lanjutkan besok jam sembilan pagi. Buruan kamu lekas tidur sudah jam sebelas malam," J-Hope oppa membuka pintu kamarku.

Aku mengangguk, "Bantal dan selimut ada di tempat biasa oppa. Sleep tight."

"You too dongsaeng." Ucap Rapmon oppa dan J-Hope oppa bersamaan.

Aku menutup pintu kamarku. Ku pandangi kamar bercat hijau ini. Beberapa foto kenangan kebersamaanku dengan Jimin oppa melekat di papan pajang tembok kamarku. Banyak foto dengan berbagai ekspresi dan moment tertera di papan pajang.

Aku mendekati papan pajang itu dan menggurat sisinya. Kupandangi tiap foto secara random. Sampai tiba-tiba mataku terhenti di sebuah foto yang terletak di central papan pajang.

Foto dimana Jimin oppa mengenakan jas dengan sebuah t-shirt hitam bodyfit sebagai dalaman sedang berlutut di hadapanku. Oppa mengarahkan sebuah cincin bermata safir dan mengenakannya di tanganku. Sontak aku mengelus jari manisku. Cincin safir itu masih bertengger di sana.

Aku usap ujung mataku yang mulai basah. Aku berlari kecil, segera menaiki tempat tidurku dan membalut tubuhku dengan selimut. Aku benamkan wajahku ke boneka beruang besar berwarna merah pemberian Jimin Oppa.

Namun mataku masih saja belum mau menutup. Air mataku keluar semakin deras. Otakku berkelana ke kenangan bersama Jimin oppa dulu.

"Chagiya.... Jimin" ucapku dibalik sesegukkan. Air mataku bergulir semakin banyak. Aku berusaha mengatup mulutku rapat-rapat dengan menggigit bibirku untuk menahan isakanku.

Krek.

Pintu kamarku terbuka. Seseorang mendekati tepi tempat tidurku. "Cho so hwan," Rapmon oppa mengelus rambutku dan ia terdiam beberapa detik. "Kenapa kamu masih belum tidur?"

Aku mengangkat wajahku "Oppa" ucapku dalam sesegukkanku.

Rapmon oppa mengusap air mataku "Oppa akan menyanyikan sebuah lagu untukmu.... In every life we have some trouble. When you worry you make it double. Don't worry, be happy ooooo don't worry, be happy..." suara bass itu mengalun di kamarku. Perlahan-lahan mataku tertutup. Suara itu semakin samar di telingaku. Aku mulai terlelap.

♡♡♡

Kosakata:
1. Oppa: Panggilan untuk kakak atau seorang laki-laki dari perempuan

2. Chagiya: Panggilan sayang untuk sepasang kekasih

3. Babo: Bodoh

4. Dongsaeng: Sebutan untuk adik

(2017)

🎉 Kamu telah selesai membaca Apakah Dia Jimin? [PARK JIMIN FF - Complete] 🎉
Apakah Dia Jimin? [PARK JIMIN FF - Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang