Sekelumit Kisah

1.2K 21 2
                                    

Sekelumit kisah

26 Oktober 2010

15.45 WIB

Suasana benar-benar mencekam. Evakuasi berjalan lambat karena banyak warga yang enggan meninggalkan rumah mereka. Ba'da sholat ashar semua warga telah naik ke mobil angkutan untuk diungsikan ke tempat yang lebih aman. Kalian pasti tahu kan apa yang terjadi sekarang, tentang Gunung Merapi yang kini statusnya menjadi "awas" sejak kemarin. Disinilah aku. Di sebuah desa di lereng Gunung Merapi, membantu mengevakuasi para warga.


Mas Awang selaku ketua tim relawan evakuasi dari kampus memerintahkan agar kami ikut rombongan warga menuju tempat pengungsian dan dia sendiri akan membantu meyisir ulang rumah-rumah penduduk, takut jika masih ada warga yang belum ikut mengungsi.
Kulihat Mas Awang sudah beranjak pergi masuk ke desa.
Tadinya aku ingin mengikuti teman-teman, tapi hatiku mengatakan lain, aku harus ikut kembali ke desa.


"Min, kau mau kemana?" tanya Mas Hari, menghentikan langkahku.
"Aku mau ikut mengecek rumah," jawabku.
"Ah, tak usah pikirkan Awang, paling nanti gosong aja."
Aku mendelik mendengar perkataan Hari.


Malas berdebat aku bergegas pergi menuju desa, tanpa memperdulikan panggilan Hari yang melarangku pergi. Mas Hari adalah teman satu angkatan Mas Awang, dari dulu aku tak menyukai sifatnya yang menjengkelkan dengan kata-kata pedas, dan senang cari muka. Aduh, kenapa harus mikiran anak itu, sekarang yang terpenting memastikan tidak ada warga di dalam rumah.

16.00 WIB

Aku memasuki rumah satu persatu, dengan tak henti menggumankan takbir, memohon perlindungan-Nya mengingat Gunung Merapi sewaktu-waktu bisa meletus bahkan detik ini bisa terjadi.
Tanah yang kupijak terasa sedikit bergetar, ya Allah, apakah ini waktunya? kurang satu rumah lagi yang berada agak jau dari lainnya. Bismillah, kulangkahkan kaki ke sana.
"Mina!"
Aku menengok melihat siapa yang memanggilku, Mas Awang.
"Kenapa kamu di sini?!"
"A ... ku ikut membantu menyisir rumah."
"Bukankah sudah kubilang untuk pergi dulu!"
"Aku hanya ...."
"Sudah, sekarang ayo kita pergi, kami sudah menyisir semua rumah, sudah tidak ada orang lagi."
"Masih ada satu rumah lagi."
Kumenunjuk rumah di ujung desa.
Mas Awang mengelap wajahnya kasar.
"Keadaan sudah tidak aman, Na. Kamu sendiri juga merasakan ada getaran kan? Di sana pasti sudah tidak ada orang."
"Selalu ada kemungkinan," bantahku dan segera melangkah cepat menuju rumah itu.
"Minaaa ...!"
Tak kuhiraukan teriakan Mas Awang.
Aku tahu bahaya yang bisa menerpaku jika sosok di balik kabut itu meledak, tapi hanya ingin mengikuti kata hatiku. Kemungkinan selalu ada, aku tidak mau ada penyesalan nantinya.
Akhirnya kusampai di rumah itu, meraih gagang pintu yang tak terkunci. Menelisik ruang per ruang, kosong.
"Huk.. huk.. huk ...!!"
Terdengar suara dari arah belakang.
Kumendekat ada sebuah ruang di belakang. Saat kubuka pintu ruangan terlihat seorang nenek di atas ranjang.
"Njenengan sinten?" tanya nenek ketika melihatku. (kamu siapa?)
"Mbah, Merapi badhe njebluk, tiyang-tiyang pun sami tindak dugi panggen ingkang aman." (Mbah, Merapi mau meletus, orang-orang sudah pada pergi ke tempat yang aman)
"Merapi ajeng njebluk?" (Merapi mau meletus?)
"Nggih, Mbah. Monggo sakniki kulo derekaken tumut budhal." (Ya, Mbah. Mari sama saya ikut pergi/ngungsi)
"Kulo mboten saged mlampah." (saya tidak bisa berjalan)
Aku berfikir sejenak, bagaimana cara membawa nenek ini keluar.
"Mbah njenengan kulo gendong mawon nggeh." (Mbah saya gendong saja)
Putusku akhirnya, sepertinya aku masih kuat menggendong nenek ini. Dengan tertatih kumenggendong nenek itu keluar.
Sampai di luar kulihat ada beberapa orang berdatangan, termasuk Mas Awang.
"Biar saya yang menggendong simbahnya," tawar seseorang. Aku mengiyakan.

16.40 WIB
Para relawan memasuki mobil bersiap meninggalkan desa itu.
"Lain kali jangan nekat, dan membuat orang lain khawatir," ujar Mas Awang sebelum akhirnya naik ke mobil.
Aku hanya mengangguk.
Hei, tunggu! Tadi Mas Awang bilang apa? Membuat orang lain khawatir? Apa Mas Awang mengkhawatirkanku? Tak sadar kumelengkungkan bibir membentuk senyuman.
Kalian yang pernah mengalami pasti tahu apa yang kurasakan.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Epilog

sumber : http://yohang.net
Pukul 17.00 - 17.30 WIB

Terjadi lonjakan aktivitas vulkanik yang sangat tajam, terutama mulai pukul 17.02 WIB, yang ternyata adalah luncuran awan panas. Empat seismograf semuanya mencatat amplitudo getaran yang sangat lebar (besar), bahkan jarumnya pun terlepas berulang kali. Petugas monitoring mulai sibuk dan panik luar biasa, apalagi karena besarnya amplitudo dan lamanya kejadian. Pos-pos pengamatan di lereng pun juga melaporkan demikian, hanya saja sama sekali tidak diketahui, apa itu awan panas / yg lain. Semua tertutup kabut tebal. Tak ada yang bisa menduga ada apa di balik kabut tebal itu.

17.30 WIB - 18.30 WIB
Kabut masih sangat tebal dan mulai gelap. Semakin sulit untuk mengetahui apa yang terjadi di Merapi. Empat seismograf masih saja mencatat getaran yang sangat besar (dan lagi-lagi beberapa kali jarumnya sampai lepas, dan gulungan-gulungan kertasnya diganti cepat sekali - padahal normalnya 12 jam sekali). Petugas menyatakan ada 3 kali letusan & luncuran awan panas dan kemungkinan eksplosif menyebar ke segala arah. Petugas pusat memperintahkan pada semua petugas pos di lereng merapi untuk langsung meninggalkan pos, turun untuk evakuasi. Petugas juga menghubungi aparat-aparat di beberapa tempat, agar dilakukan evakuasi paksa untuk warga. Sirene di berbagai tempat dibunyikan. Jaringan radio HT mulai sangat crowded, begitu pula jaringan telepon di pos. Beberapa petugas terlihat sangat panik (menangis?), sembari terus berdoa dan bertakbir.

Pukul 18.30 - 19.00 WIB
Petugas pusat mengeluarkan pernyataan/informasi resmi pada media, tentang terjadinya letusan ini, serta fokus sekarang adalah pada proses evakuasi. Aktivitas vulkanik yang terdeteksi di seismograf mulai menurun, kecuali 1 seismograf di Plawangan/Turgo/Kalikuning. Petugas mengkhawatirkan daerah sekitar Kinahrejo (tempat mbah Maridjan), Kaliadem, dan sekitar lereng selatan Merapi.

19.00 WIB - ...
Petugas di pos-pos pengamatan lereng Merapi naik kembali ke pos mereka (tapi beberapa masih dilarang untuk kembali untuk beberapa saat). Hujan kerikil dan abu mulai dilaporkan oleh pos-pos pemantauan, terutama di daerah barat daya Merapi. Bau belerang juga bisa dicium dari sekitar lereng. Aktivitas Merapi dipantau dari seismograf, terus cenderung turun, bahkan stabil normal tenang, walau beberapa kali kadang terjadi guguran material. Secara visual Merapi masih tertutup kabut, sehingga tidak ada bisa yang bisa melihat 'seberapa besar letusan, kemana arah awan panas, dsb'. Kondisi petugas mulai tenang, bahkan beberapa kali terlihat bercanda. Wartawan dan media masih terus standby di pusat pemantauan, dan beberapa menyusul naik ke Kaliurang.

Aftermath
Petugas BPPTK menyatakan Merapi sekarang ini sedang dalam kondisi tidur nyenyak setelah aktivitas tadi. Belum diketahui, apakah akan ada aktivitas vulkanik susulan lagi. Mereka sempat khawatir, jika yang terjadi tadi hanyalah/baru awal saja. Sebagaimana pola-pola erupsi Merapi yang sebelumnya, yang biasanya kecil dulu, lalu sedang, besar, berkurang, kembali ke normal lagi, dst. Titik api / aliran lahar juga belum bisa dikonfirmasi. Apa yang terjadi tadi lebih besar daripada yang terjadi tahun 2006.
Lokasi yang terkena letusan / awan panas petang tadi, kemungkinan besar daerah-daerah sekitar lereng Merapi, dalam radius 4-6 km, terutama lereng selatan.
Abu/debu vulkanik dilaporkan bahkan sampai Gombong - Kebumen. Evakuasi masih terus dilakukan.

*Mengenang Meletusnya Gunung Merapi, hampir 5 tahun berlalu.

Penghianatan TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang