First Shot

2.8K 176 10
                                    


Apa yang kau lakukan jika sesuatu yang buruk menimpamu?

Apa kau pernah membayangkannya?

Jawabannya pasti "tidak". Begitupun dengan Irene. Seorang gadis yang dapat melihat masa depannya dan masa depan orang lain.

3 tahun lalu, terjadi hal yang paling mengerikan dalam hidupnya. Irene yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas, melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana kedua orangtua dan adiknya meregang nyawa.

Saat itu, Irene bersembunyi dan mengintip dari dalam sebuah lemari. Suara tembakan, jeritan dan tangisan tertangkap pendengarannya. Di lihatnya sekumpulan pria dengan wajah mengerikan, yang dipersenjatai dengan senjata api. Tak luput dari pandangannya, ayah, ibu dan adiknya yang tergeletak di lantai, bersimbah darah.

Irene memang sudah tau jika keluarganya akan pergi sebentar lagi. Sudah sering ia mendapat penglihatan tentang kepergian keluarganya. Namun yang ia lihat hanya foto keluarganya yang diletakan di depan dupa. Tak di sangka mereka pergi dengan cara yang sangat mengerikan.

Yakuza. Itulah sebutan bagi sekumpulan orang berwajah mengerikan yang merenggut kebahagiaan Irene, merubah hidupnya menjadi kelam dan gelap. Merubahnya menjadi gadis yang tertutup, dan tak punya semangat untuk melanjutkan hidupnya.

Hari berganti bulan, bulan berganti tahun. Kehidupan Irene perlahan membaik. Dengan bantuan orang-orang di sekitarnya, yang selalu memberinya perhatian dan dukungan. Kini Irene bisa tersenyum dan tertawa. Bayang-bayang akan masa lalunya yang kelam perlahan sirna.

Alunan musik pernikahan menggema. Dari jauh tampak seorang pria ber-jas putih, berdiri di depan altar. Menatap Irene sambil tersenyum. Menunggu Irene mendekatinya.

"Irene! Irene! Irene Bae!"

Irene mengerjap-ngerjapkan matanya. Lagi-lagi penglihatan itu muncul. Ini sudah yang kesekian kalinya Irene melihat masa depannya. Pria yang sama, dengan setelan yang sama, dan alunan musik pernikahan.

"kau melamun lagi?", Wendy mendengus.

"Maaf.. Akhir-akhir ini aku banyak sekali pikiran..", ucap Irene pada sahabatnya.

Wendy terlihat menggerti keadaan Irene, "tak apa. Ah apa kau tau di fakultas kita ada mahasiswa baru?"

Irene hanya menggelengkan kepalanya.

"Rambut hitamnya yang terlihat lembut, kulitnya yang putih, bibir tipisnya yang terlihat menggoda, dan wajah tampannya. Ya Tuhan apa pria itu benar-benar manusia.." ucap wendy dengan mata berbinar-binar. Membuat Irene tertawa kecil dan menyikutnya, "kau berlebihan sekali, Ms.Son."

Irene meninggalkan sahabatnya di belakang, dan berjalan menuju kelasnya pagi itu. Namun langkahnya terhenti saat melihat seorang pria. Pria yang selalu muncul dalam penglihatannya akhir-akhir ini. Ya. Pria ber-jas putih itu kini mengenakan kemeja kotak-kotak dengan kaos polos didalam, dan duduk di antara mahasiswa lain dalam kelasnya.

Ada yang aneh dengan pria ini. Irene tidak bisa melihat masa depannya. Seperti ada yang memblokir penglihatannya. Tanpa melepaskan pandangannya, Irene menuju kursinya.

Pria ini hanya diam sejak tadi. Hanya memandangi bukunya tanpa peduli dengan sekitarnya. Beberapa mahasiswi mencoba mengajaknya berbicara, atau sekedar mengajaknya berkenalan. Tetapi si pria hanya mengangkat bukunya dan menunjukkannya pada gadis-gadis itu. Mengisyaratkan bahwa dia sedang sibuk dan tak ingin di ganggu.

Dingin? Sepertinya begitu.

Irene merasa ada dorongan aneh dari dalam dirinya. Dorongan untuk mencari tau siapa pria itu, dan alasan kenapa ia tak dapat melihat masa depan pria itu. Maka, dengan dorongan yang kuat Irene pun mencoba mendekati pria itu.

Butuh waktu berminggu-minggu untuk mendekati pria itu. Pria bernama Byun Baekhyun. Seorang penyendiri dan pendiam, yang tinggal di sebuah apartement mewah di distrik gangnam.

"Nanti malam ku jemput kau jam 7." ucap Baekhyun sebelum pergi meninggalkan Irene.

Setelah melewati banyak penolakkan dari Baekhyun, kini Irene memang sangat dekat dengan pria itu. Mirip sepasang kekasih yang selalu menghabiskan waktu bersama. Perasaan cinta pun mulai tumbuh dalam hati Irene.

Seperti ucapannya, Baekhyun pun menjemput Irene tepat jam 7 malam. Tak seperti biasanya, Irene tak tau kemana tujuan mereka malam ini. Baekhyun merahasiakannya.

Mobil Baekhyun melaju dengan kecepatan stabil. Perlahan bangunan bertingkat di bahu jalan berubah menjadi pepohonan-pepohonan yang rimbun.

"Ini dimana?"

Baekhyun tersenyum, "nanti juga kau tau.."

Tak berapa lama Baekhyun menghentikan mobilnya, dan mengajak Irene keluar dari mobil. Baekhyun menghampiri Irene dan menggandeng tangan gadis itu. Membawanya ke sebuah bukit. Tak ada apa-apa disana, hanya tanah kosong yang di kelilingi banyak pepohonan rimbun.

"Kenapa kesini?"

"Ini bukit bintang." Baekhyun terus melangkah mendekati bibir jurang, tanpa melepaskan tangan Irene. "Disebut bukit bintang karna dari atas sini kita dapat melihat lampu-lampu kota yang tampak seperti bintang di langit malam."

Irene mengedarkan pandangannya pada lampu-lampu kota yang berada dibawahnya. Sangat indah.

"Rene...."

Baekhyun meraih kedua tangan Irene dan menggenggamnya erat.

"Aku menyukai mu...".

Irene menatap mata Baekhyun. Mencari kejujuran dari pancaran matanya. Namun mata Baekhyun memancarkan kecemasan.

"Tapi ada satu hal yang perlu kau ketahui. Ini tentang keluargaku yang selalu kau tanyakan. Ibu ku sudah meninggal sejak umur ku 5 tahun. Dan ayahku seorang boss yakuza."

Kalimat terakhir Baekhyun sukses membuat tubuh Irene kaku. Wajah Irene berubah pucat, pandangannya kosong. Bayangan kelam yang lama terkubur, kini muncul kembali di benaknya. Suara tembakan, suara jeritan dan rintihan terdengar di telinganya. Seakan kejadian di masa lalu terulang lagi.

Irene tenggelam dalam bayangan masa lalunya, hingga tak menyadari kalau Baekhyun baru saja mendaratkan sebuah ciuman di pipinya.

"Baekhyun, saat ini aku belum bisa memberimu jawaban.."

Baekhyun menarik Irene kedalam dekapan hangatnya, ia tersenyum.

"Aku akan menunggu..."




-bersambung-




My Darkest Is My Brightest FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang