You

30 5 0
                                    

"Hai, kau sedang apa ?" ujar seorang pria. Aku mengalihkan pandangan ku dari buku yang sedang aku baca. "Membaca.." jawab ku sekenanya. "Boleh aku duduk disini ?" tanya pria itu sambil menunjuk bangku yang berada tepat di depan ku. Aku hanya mengangguk sebagai jawabannya. Dia pun duduk dan memasangkan earphone nya. Dia pun memejamkan mata. Aku punkembali fokus pada buku yang sedang aku baca.
"Apa kau tinggal di daerah sini ?" tanya pria itu. "Ya.." jawabku tanpa menolehnya. Terdengar gumaman darinya. "Kau selalu sendiri.." ujarnya membuatku menatapnya yang juga sedang menatapku. "Kau sendiri bagaimana ? Kau juga selalu sendiri.." balasku. Dia hanya terkekeh mendengar ucapanku. "Kau benar. Aku selalu sendiri, begitu pula dengan mu." ujarnya. Aku kembali fokus pada buku ku. Aku ingat saat pertama kali bertemu dengannya 2 minggu yang lalu. Aku memanggilnya Kiseki, karena dia tidak mau memberi tahukan namanya, sedangkan dia datang seperti keajaiaban. Dia memanggilku Hana, entah kenapa. Dia seperti biasa, mengularkan sebuah buku yang cukup tebal dan peralatan tulis. Kami sibuk dengan urusan kami. Diantara banyaknya orang disini. Disebuah perpustakaan yang terdapat di pinggiran kota.
"Hei Hana, ayo pulang.." ujar nya sambil berdiri. "Aku masih ingin disini. Kau pulang saja duluan.." tolak ku tanpa mengalihkan pandangan dari buku. "Tapi berbahaya jika kau pulang sendirian.." ujarnya lagi. Aku mengalihkan pandangan dari buku, "Kalau begitu kau tunggu saja sampai aku selesai..." timpalku dengan senyum sedikit sinis. Dia menatapku, lalu kembali duduk. "Baiklah, aku akan menunggumu hingga kau ingin pulang !" ujarnya. Aku menatapnya tidak percaya, lalu tersenyum. Dia memang seperti keajaiban.
Sudah 1 bulan aku kenal dengan Kiseki. Tapi aku masih belum mengenalnya lebih jauh. Terkadang ketika aku melihat wajahnya, ada gurat kesedihan tergambar di wajahnya. Aku merasa, ada jurang yang sangat besar, yang menjauhkan ku dengannya. "Kenapa bis nya lama sekali ?" gerutuan itu membuat ku tersadar dari lamunan ku. Aku menengadahkan kepala ku. Gerutuan itu berasal dari Kiseki. Aku melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku. Sudah hampir 30 menit kami menunggu bis. Aku tersenyum melihat dia menggerutu. "Sabarlah. Sebentar lagi pasti akan datang !" ujarku sambil tertawa. Kiseki menatapku, tanpa mengatakan apapun, atau tertawa seperti biasanya. Aku berhenti tertawa, dan menatap mata nya. Mata itu lagi. Mata yang menyiratkan kesedihan.
"Hana.." ujarnya memanggil ku, "Ini, yang terakhir.." lanjutnya. Aku menatapnya dalam diam. "Apa yang kau katakan ?" tanya ku. Dia tersenyum, namun bukan senyum nya yang biasa. Bukan senyum yang bisa membuat orang lain tersenyum. Aku merasa, senyum itu mengandung kesedihan. "Ini hari terakhir, jadi ini yang terakhir kalinya." jawabnya. Aku perlahan berdiri, dan menghampirinya. "Kau akan pergi ?" tanya ku. Dia tetap tersenyum. Dia menoleh ke arah jalan. "Bis nya sudah datang.." ujarnya, membuat ku ikut melihat ke jalan. Bis berhenti tepat di belakang punggungnya. "Kau harus segera pulang .." ujarnya sambil menatapku. Dia menggeser tubuhnya, memberi ku jalan. Aku masih terdiam di tempat ku. "Hana.." panggilnya. Aku menatapnya. Dia masih saja tersenyum. Namun, tetap bukan senyumannya yang biasa. "Tersenyum lah sebagaimana kau tersenyum seperti biasanya." ujar ku. Senyum nya menghilang. Namun tidak lama. Karena kemudian, dia tersenyum. Tersenyum sebagaimana aku pertama kali bertemu dengannya. Aku ikut tersenyum melihatnya. Aku melangkah masuk ke dalam bis. Aku duduk di bangku bagian belakang dekat dengan jendela. Aku menatap keluar jendela. Dia masih berdiri disana. Dia melambaikan tangan sambil tersenyum. Aku membalas lambaiannya dengan tersenyum juga. Bis mulai berjalan. Aku membalik badan ku agar aku bisa melihatnya. Aku masih melambai padanya. Begitu juga dengannya. Bis berjalan semakin menjauh. Bayangannya pun semakin kecil, hingga akhirnya tidak terlihat lagi. Aku kembali menghadap ke depan. Bis ini tidak terlalu banyak penumpangnya. Aku masih terdiam. Tiba-tiba mataku memanas. Air mata ku pun sudah tidak bisa ditahan. Aku menangis, menangis karena hal yang tidak aku pahami. Aku bisa bertemu dengannya lagi besok. Tapi hati ku berkata lain. Serasa dia akan pergi sangat jauh. Dan aku menangis selama perjalanan pulang.
Hari-hari selanjutnya, Kiseki menghilang entah kemana. Dia tidak pernah datang lagi ke perpustakaan.
Sudah 5 bulan berlalu, dia masih saja menghilang. Aku hanya menemukan sketch book miliknya. Di dalamnya banyak sekali sketsa taman bunga. Sepertinya dia sangat menyukai taman bunga. Setelah beberapa lembar dengan sketsa taman bunga, aku menemukan gambar perempuan. Itu seperti aku saat sedang berada disini. Juga beberapa gambar lainnya. Di lembar terakhir, aku menemukan sebuah foto. Itu foto ku dan Kiseki, saat kami jalan-jalan bersama petugas perpustakaan yang kebetulan teman ku. Aku menyentuhnya, ada tulisan di bawah foto itu. "Saat aku benar-benar merasakan yang namanya hidup" . Aku tersenyum membacanya. Setidaknya dia benar-benar senang saat bersama ku. Aku menutup sketch book nya. Dia memang seperti keajaiban. Datang dalam hidup ku dan memberikan warna. "Apa kabar mu sekarang ? Kuharap, kita bisa bertemu lagi. Di tempat ini seperti setengah tahun yang lalu. Dengan senyum cerah di wajah mu seperti biasanya..."

YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang