SATU

90 13 3
                                    

Raka membuka selimut yang nutupin badannya sejak semalam. Sambil memicingkan matanya yang masih setengah terbuka, dia berusaha menajamkan pendengaran, kayak ngedenger sesuatu.
Suara bel? Tanya Raka dalam hati
Sayup-sayup memang terdengar suara bel rumahnya. Suara itulah yang membangunkan cowok tersebut dari alam mimpinya. Raka melihat jam yang tergantung pada dinding kamarnya. Pukul delapan lewat dikit!
Siapa sih yang iseng mainin bel!!? Ngeganggu orang tidur aja! Gerutu Raka. Dia memang baru tidur setelah subuh, karena nonton pertandingan sepak bola di TV. Mumpung lagi libur kenaikan kelas, dia berniat untuk tidur sampao siang. Tadinya Raka pingin membiarkan suara bel itu. Mungkin aja rumah akan di kira kosong, dan tamu yang tak di undang itu cepat pergi.
Dugaannya benar! Beberapa saat kemudian suara bel itu berhenti. Raka menarik napas lega, kemudian menarik selimutnya, bermaksud tidur lagi. Tapi baru matanya hendak terpejam kembali, suara bel itu terdengar lagi.
Ya ampuuunn!! Jerit Raka dalam hati.
Siapa sih!? Emang tuh orang nggak ada kerjaan lain selain ngegangguin orang tidur!!?
Dengan mata masih terpejam, Rama mencoba bangkit dari tempat tidurnya. Terhuyung-huyung dia membuka pintu kamarnya di lantai atas. Dan karena belum sepenuhnya kembali ke alam nyata, Raka sempat menabrak meja kecil di ruang tengah. Dia mengerang kecil menahan sakit"

Iyaaa tungguuu...!!!" Teriak Raka kesal sambil mengusap-ngusap lutunya yang terbentur meja. Lumayan sakit juga.
Raka menuju pintu depan rumahnya, dan membuka pintu dengan wajah siap perang. Dia bermaksud "menyemprot" orang di balik pintu, nggak peduli siapa dia.
"Ini rumah Raka, kan?"
Raka yang siap marah jadi melongo. Di depannya berdiri cewek berambut pendek dan bertopi merah. Cewek itu mengenakan T-shirt putih di bungkus jaket jeans biru, sama dengan celana jeans nya, dan sepatu kets putih. Di samping cewek itu tergeletak ransel ukuran besar.
"Heh! Kok bengong? Bener ini rumah Raka?" Tegur cewek itu lagi.
Raka baru tersadar.
"Lo Raka?"
"Iya. Emang kenapa?"
"Kenapa lo gak jemput gue?"
"Jemput lo?" Raka heran dengan pertanyaan cewek di depannya.
"Papa udah ngasih tau lo, kan? Atau lo pura2 lupa?"
Selagi Raka kebingungan, cewek itu nyelonong masuk ke rumahnya.
"Eh..."
"Ya udah, lupain aja! Asal lo ntar bisa jawab kalo papa nanyain."
Papa? Raka semakin heran. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Jangan-jangan...
"Lo Oti? Victory?"
Giliran cewek itu menatapnya dengan pandangan heran.
"Lo bener2 gak tau siapa gue?"
"Lo Oti??"
"Iyalah! Siapa lagi!!?"
Raka menepuk keningnya. Sekarang dia baru inget.
"Jadi lo bener2 lupa ama pesen papa?"
"Pesen? Pesen apa? Ayah emang pernah bilang kalo lo mau datang, tapi gak bilang kapan"
"Lho? Bukannya papa nelpon tadi malem? Yang nerima Ai, adik lo"
Ai? Pantes aja! Semalam Raka pulang larut malam, dan Ai udah tidur. Pasti adiknya itu lupa nyampein pesan ayahnya.
"Kenapa lo gak telpon ke sini?"
"Males! Lagian gue emang udah niat mo cari sendiri alamat runah ini! Itung-itung keliling Bandung! Lumayan, tiga kali nyasar"
Oti menyapukan pandangannya ke sekeliling rumah.
"Eh, gue haus nih.. Boleh minta minum, kan?"
Raka hendak beranjak, tapi Oti menahannya
"Biar gue ambil sendiri. Dapurnya mana?"
"Tuh di belakang..." Raka menunjuk ke arah belakang rumahnya. Oti melangkah menuju dapur, meninggalkan Raka yang masih diam.
Raka, atau lengkapnya Raka Pradana Putra, tinggal berdua dengan adiknya Airin Vastyana, atau biasa di panggil Ai, yang masih duduk di kelas 2 SMP di rumah yang mereka tempati sejak kecil. Sejak Raka berusia lima tahun, ayah-ibu mereka memutuskan bercerai, karena ayahnya ketahuan selingkuh dengan janda beranak satu yang tinggal di Jakarta. Ayah Raka kemudian menikah dengan wanita itu dan pindah ke Jakarta meninggalkan rumah, ibu, Raka, dan Ai yang waktu itu baru berusia kurang dari setahun.
Setelah bercerai, ibunya bertekad menghidupi kedua anaknya sendiri tanpa mau menikah lagi. Beliau berhasil menyekolahkan Raka hingga bangku SMA (sekarang Raka duduk di kelas 3 SMA Negri 14, atau di sana di sebut kelas XII (baca: dua belas)). Sementara itu ayahnya dan istri barunya kemudian pindah ke London, Inggris, karena oleh perusahaan tempatnya bekerja ayah Raka di angkat menjadi kepala cabang di sana.
Dua tahun yang lalu ibu Raka meninggal dalam kecelakaan lalu lintas saat akan berangkat kerja. Raka dan adiknya sangat terpukul saat itu. Untunglah ayah Raka tetap menanggung biaya hidup Raka dan adiknya. Bahkan ayahnya pernah meminta mereka pindah ke London, atau Jakarta, ke tempat paman Raka. Tapi Raka menolak. Selain nggak ingin ninggalin sekolahnya di sini, dia juga belum bisa sepenuhnya memaafkan kesalahan ayahnya dulu, juga belum bisa menerima wanita itu yang sekarang menjadi ibu tirinya. Ayah Raka nggak bisa maksa. Dia hanya rutin setiap bulan mengirim uang untuk biaya hidup Raka dan Ai. Walaupun begitu Raka nggak ingin menggantungkan diri dari uang kiriman ayahnya. Karena itu selain sekolah, dia juga kerja freelance sebagai penyiar salah satu radio swasta di Bandung. Sejauh ini dia merasa masih bisa mengatur waktu antara sekolah dan mengurus rumah, bergantian dengan adiknya.
Beberapa waktu yang lalu ayahnya menelpon dan bilang anak wanita yang di nikahinya akan neglanjutin sekolah di Bandung. Selama ini dia emang nggak ikut ke London, tapi tinggal di Jakarta, bersama keluarga ibunya. Setelah lulus SMP, nggak tau kenapa tiba2 anak itu pingin ngelanjutin SMA di Bandung. Ayah Raka menyuruh dia tinggal bareng Raka dan Ai. Mulanya Raka sempat keberatan, tapi ayahnya terus mendesak.
"Ayah minta tolong agar kau bisa mengawasi dia seperti kau mengawasi Ai! Kata kakeknya, dia agak nakal waktu di SMP. Makanya ayah agak khawatir kalo dia tinggal ama temennya, seperti rencana semula. Lagi pula dia kan bisa menemani Ai kalo malam. Kamu tidak khawatir Ai di rumah sendirian kalo kamu siaran malam?? Ayah yakin kalian nanti bisa akrab."
Raka nggak bisa menjawab lagi. Dia hanya mengiyakan apa yang di katakan ayahnya. Apalagi ayahnya berjanji akan menaikkan uang bulanan mereka (Lumayan, apalagi di zaman harga barang2 pada naik akibat kenaikan BBM, sedang gaji Raka sebagai penyiar nggak ikut2 an naik). Terus terang Raka selama ini juga kasihan dan khawatir pada Ai yang sendirian jaga runah malam hari, kalo dia siaran malam. Jadwal siaran Raka emang sebagian malam, karena siangnya dia sekolah.

Bersambung..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 28, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VictoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang