Part 2

620 13 0
                                    


 Acha melongo begitu melihat rumah tingkat dua yang terhampar di hadapannya detik itu juga. Sebenarnya, luasnya sih nggak ada apa-apanya dibanding rumah Acha, tapi membayangkan harus membersihkan rumah seluas itu sendirian cukup membuat Acha ciut! Dengan agak terhuyung, Acha melepas helmnya dan beranjak turun dari sepeda motor Ray.

"Lo bercanda kan? Gue harus bersihin rumah ini? Seluruhnya?" kata Acha tanpa melepaskan pandangannya sekalipun dari rumah Ray.

Ray tersenyum sinis. "Seluruhnya, tanpa terkecuali!" jawab Ray senang.

Acha menatap Ray dengan jengkel. "Lo ngerjain gue ya?"

"Bukannya lo yang mau? Kenapa sekarang protes lagi? Tapi kalau lo mau batalin perjanjian kita, gue masih ngasik kesempatan kok!"

"Nggak bakal!" kata Acha cepat. "Kerja ya kerja! Apa sih sulitnya? Ayo, nggak perlu buang waktu!" lanjut Acha sambil berjalan di depan Ray.

"Nggak usah nafsu dulu. Gue kan belum bilang kerjaan lo apa aja!"

"Gue udah tahu! Gue harus ngebersihin rumah kan? Nggak sekalian ngebersihan taman kecil lo ini?" sindir Acha kesal.

Ray tersenyum makin lebar. "Pertama sih nggak termasuk taman, tapi ide lo bagus juga! Lo bersihin taman juga deh!"

Acha menggeram dalam hati. Saat itu juga dia berjanji pada dirinya sendiri untuk lebih menjaga omongannya. Acha berbalik dan melanjutkan langkahnya yang terhenti.

"Selain itu lo harus nyuci, setrika dan yang paling penting.... Lo harus masakin gue makan siang dan malam!" lanjut Ray keras.

Nggak perlu ngeliat langsung, Acha tahu Ray sedang tersenyum amat lebar di belakangnya. Gila! Ini semua gila! Tugas segitu banyaknya, mana bisa dikerjain sendiri? Belum lagi pada dasarnya Acha memang nggak pernah kerja! Biasanya, pembantunya yang ngerjain semua untuk Acha. Nggak pernah sekalipun Acha disuruh kerja kayak sekarang!

"Gue nggak bisa masak! Malah kalau lo mau tahu, gue nggak bisa ngerjain semua yang lo suruh tadi!" geram Acha.

"Gue tahu. Kelihatan dari pertama kali gue ketemu sama lo. Lo cuma anak kaya manja yang terbiasa dituruti keinginannya. Tapi sekarang lo harus tahu, setiap keinginan butuh pengorbanan, Aka!"

Acha tambah geram. Sudah nyuruh Acha jadi pembantu, eh, masih pakai acara ganti-ganti nama orang segala! "Nama gue Acha, bukan Aka!"

"Terserah lo deh, gue nggak peduli! Dan gue juga nggak peduli gimana cara lo untuk nyelesaiin tugas lo. Yang jelas, kalau sampe lo nggak bisa ngelaksanain tugas lo dengan baik, jangan salahin gue kalau gue juga setengah-setengah ntar!"

Ray melangkah mendahului Acha. "Dan kalau lo mau biar semua cepet selesai hari ini, cepetan ikutin gue, jangan bengong terus!"

* * *

Acha rasanya mau pingsan! Dari pulang sekolah, Acha kerja tanpa henti gara-gara Ray. Baru menjelang malam Acha berhenti. Itupun gara-gara Ray bilang nyokap dan adiknya bakal pulang jam segitu dan Ray nggak mau nyokap atau adiknya tahu tentang keberadaan Acha.

Sudah gitu, Ray ingkar janji lagi. Bukannya nganterin Acha pulang, cowok tengik itu malah tidur. Alhasil Acha langsung cabut deh tanpa pamit. Untung saja cari taksi di daerah itu cukup gampang! Untung juga, hari itu Acha udah berhasil ngebujuk Ray biar cowok itu mau pulang bareng dia dalam waktu dekat ini. Kalau enggak, mungkin Acha udah bener-bener bakal ngerjain Ray tadi!

Acha melemaskan tubuhnya di taksi. Baru kali itu tubuhnya dipaksa bekerja keras seperti tadi. Gara-gara itu, Acha sadar kalau ternyata jadi pembantu rumah tangga sama sekali bukan hal yang gampang. Acha jadi kasihan sama Bik Nah yang sering kali disuruhnya melakukan ini itu yang seharusnya bisa dilakukannya sendiri.

Pacar Pura-puraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang