Chapter 4 [Ada dua?]

6.9K 650 50
                                    

Lalu apa yang harus Jimin lakukan? Dari belakang si sosok mengerikan, muncul sepasang tangan. Secepat kilat tangan tersebut menutupi kedua matanya. Pada saat bersamaan, jatuhlah tubuh Jimin ke lantai. Kini ia telah bebas menghirup udara segar. Saling memberi aba-aba, mereka bersiap lari sekencang mungkin. Siapakah si penyelamat? Menggunakan kecepatan penuh, kaki menghantam kotak demi kotak lantai koridor.

"Tak kusangka kau datang di saat yang tepat bagaikan superhero.." kata Jimin melihat ke orang tersebut.

"Jin selalu datang di waktu yang tepat!" senyum keren terbentuk pada wajah tampannya.

Di belakang sana si makhluk mengerikan menyadari perginya mereka. Menengoklah ia ke belakangnya yaitu di mana kedua lelaki itu berada. Menggunakan matanya, dengan mudah ia menarik mereka perlahan. Salah satu dari mereka tak kehabisan akal. Pecahan kaca berserakan di lantai, ia ambil yang paling besar dan paling dekat. Jimin malah panik bukannya berpikir mencari solusi. Melesatlah pecahan kaca tersebut dari tangan Jin menuju ke arah si makhluk mengerikan. Sedikit lagi mengenainya, makhluk tersebut menghilang. Kekuatannya pun ikut hilang. Mereka bebas dari jeratannya.

Pada waktu seperti inilah mereka manfaatkan untuk berlari sejauh mungkin. Sosok itu rupanya muncul kembali di depan mereka. Sontak arwah mereka seolah tertarik ke atas. Jin melakukan hal yang sama. Makhluk tersebut menghilang lagi. Selama 5 kali hal yang sama terjadi. Tangga menuju lantai sebelumnya pun berhasil digapai. Jarak mereka semakin dekat dengan pintu menuju kebebasan.

"Lantai 1, kami datang!" girang Jimin menuruni tangga bersama Jin.

Orang di sebelahnya itu hanya tersenyum melihat tingkah temannya yang begitu bersemangat. Namun langkah mereka harus berhenti. Sesuatu menyita perhatian mereka serta membuat ratusan tanda tanya di atas kepala dua orang ini. Ratusan entah lebih helai rambut berserakan di lantai. Helai demi helai rambut menuntun jalan mereka menuju suatu tempat. Sayangnya sampai di salah satu kotak keramik lantai, helai rambut tersebut berakhir. Tak jauh dari tempat mereka berdiri, tetesan darah yang jaraknya saling berjauhan mengarah ke sebuah ruangan.

Ruangan apa itu? Ada apa gerangan sebenarnya? Semakin penasaranlah mereka, bergerak dua orang ini ke sana secara pelan-pelan. Ada sedikit celah di pintu karena tak tertutup rapat. Satu mata Jimin dan Jin mengintip dari celah pintu. Didapatkan seorang lelaki berpakaian seragam dengan rambut cokelat sedang mencekik lelaki yang sangat Jimin kenal.

Lelaki yang dicekik itu sudah kewalahan. Sekali lagi cekikkan itu bertambah kencang, mungkin ia akan langsung tak sadarkan diri. Dibuka pintu selebar mungkin, Jimin masuk menghadang si lelaki berambut cokelat. Pundaknya ia tarik lalu pipinya didaratkan sebuah tinju oleh Jimin. Cekikkan berhasil terlepas dari lelaki yang sangat familiar itu, Jungkook.

"Kau tak apa?" tanya Jimin begitu khawatir.

Jimin tak mendapat respon, mata Jungkook kini terfokus pada orang yang ada di belakang Jimin.

"Ke- kenapa... dia ada dua..?" bingung Jungkook hanya bisa diam disertai mata yang terbelalak.

"Siapa maksudmu?" heran Jimin dengan kedua alisnya saling beradu.

"Jin..." jawab Jungkook masih tetap membeku.

Mata Jimin pasang dengan benar. Tak perlu dengan teliti, benar saja, wajah mereka berdua benar-benar mirip. Bukan mirip lagi tapi sudah dikategorikan sama persis.

"Jadi siapa orang yang tadi bersamaku dan orang yang mencekik Jungkook?.." tanya Jimin pada diri-sendiri.

Kebingungan Jimin diiringi suara bel yang semakin keras. Telinga pun terasa sakit mendengarnya.

"Jadi dia punya wajah yang sama denganku?" di saat bersamaan Jin yang ada di belakang Jimin juga bingung.

Jin yang satu lagi bangkit dan menghajar Jimin yang masih terdiam digeluti rasa bingung. Sadar sedang dihajar, pukulan Jimin daratkan di perutnya. Beberapa langkah Jin mundur menahan rasa sakit di perutnya itu.

School's BellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang