Lelaki dan Perasaan itu

48 5 3
                                    

Perasaan itu lahir saat Ve tak sengaja mengunjungi perpustakan dan bertemu dengan lelaki itu. Saat itulah mereka menjalin hubungan dekat, tapi tanpa kepastian. Bukan pacar, tapi lebih dari teman. Selama lima tahun Ve dan lelaki itu bersama dalam lingkungan sekolah yang sama dan selama itu juga Ve menyimpan berjuta harapan pada lelaki itu.

Ve sadar, ia tak akan pernah pantas bersanding dengan lelaki itu. Tertawa dengan lelaki itupun tak pantas, tapi ia sudah melakukannya. Membiarkan orang-orang memandang tak suka padanya, saat dekat dengan lelaki itu.
Wajahnya tampan, itu bukan alasan bagi Ve mencintai lelaki itu. Begitu cerdas, itupun bukan alasan bagi Ve mencintai lelaki itu. Cukup karena hatinya sudah memilih lelaki itu untuk Ve cintai, entah sampai kapan.

Bagi Ve, mungkin melupakan semua kenangan bersama lelaki itu butuh jangka waktu yang sangat panjang atau mungkin tak akan pernah bisa. Disudut kamarnya, terkadang Ve melihat bayangan lelaki itu sambil membuka buku-buku koleksinya.

Seringkali jika Ve merasa rindu pada lelaki itu, ia akan berdiri ditengah hujan. Agar orang tuanya tidak tahu kalau Ve tengah menangis, atau Ve sengaja mengunci diri dikamar sambil memeluk buku pemberian lelaki itu.

Pernah suatu ketika Ve Begitu kecewa pada lelaki itu. Ve sering kali berfikir, apakah lelaki itu mengetahui bahwa ia mencintainya? Jika tahu, mengapa sikapnya datar seperti biasa? Tapi jika lelaki itu tak tahu, mengapa Ve merasa lelaki itu sedang menjauhi dirinya perlahan.

Seperti hari kemarin, ketika Ve mengajaknya kesebuah acara seminar dikota. Lelaki itu menolak dengan berkata 'Aku sibuk, mungkin lain waktu ya..' sambil memberikan senyum hangatnya. Tapi saat Ve berangkat menuju tempat seminar, ia melihat lelaki itu dijalan bersama Shani. Teman sekelasnya.

Ve baru saja ingat, kalau Shani meminta diantar ketoko kue. Ve mengabaikannya, ia memilih pergi bersama lelaki itu keacara seminar. Tapi lelaki itu lebih memilih jalan bersama Shani dibandingkan dengannya.

Sungguh! Hati Ve terluka. Seperti hari ini, Ve hanya bisa mengurung diri di kamar nya. Ve sengaja berbohong kepada ibunya bahwa ia sedang sakit, agar ia tak berangkat kesekolah. Memang Ve benar sakit, ia sakit hati kepada lelaki itu.

*
*
*

"Ve, aku sudah merasa senang bisa berteman denganmu dan aku tak mau hubungan kita lebih dari teman" lelaki itu berkata tanpa memikirkan perasaan Ve.
"Kuharap yang kau katakan benar, akupun merasa kita sudah terlampau dekat. Maka dari itu aku ingin tak bertemu denganmu" Ve menatap tajam lelaki itu.
"Tak bertemu? Mengapa seperti itu?"
"Hanya sementara waktu"
Diam.
"Haruskah kau lakukan itu, Ve?"
"Aku rasa, ini yang terbaik guna mengatur semua gejolak didadaku"
"Haruskah waktu yang mengatur semuanya?"
"Bagiku, mengatur perasaan yang ada ini begitu sulit"
"Ve...."
Diam.
"Aku harap kau tak menyesal" lelaki itu tersenyum kecil.
"Mengapa harus menyesal?"
"Kau akan teramat jauh dariku dan..."
"Dan kau akan bahagia begitu?" potong Ve lirih.
"Kau salah Ve, sepertinya memang kita perlu waktu untuk mengatur semuanya kembali"
"Itu tidak perlu"
"Ve, aku belum siap"
Percakapan Ve dan lelaki itupun berakhir di kantin. Saat itu juga Ve memutuskan untuk tidak menyapa lelaki itu ataupun berhubungan dengan lelaki itu, Ve butuh waktu.

Sekarang, Ve tak mempunyai warna dalam hidupnya. Sudah dua hari ia sakit dan tak sekolah, wajahnya pucat. Orang tuanya juga mengkhawatirkan keadaan Ve, tapi Ve hanya berkata bahwa ia baik-baik saja.

Ponselnya sengaja dinon-aktifkan oleh Ve, ia tahu pasti kalau lelaki itu akan menelpon dan mengirimi pesan singkat padanya. Tapi ia tak mau tahu, sesuai dengan yang Ve katakan bahwa ia ingin menjauh dari lelaki itu.

Ve hanya terbaring lemas ditempat tidurnya, kadang ia meneteskan air dari matanya. Entah karena apa?

Akhirnya Ve memutuskan untuk sekolah, setelah tiga hari tak masuk sekolah. Ve merasa asing dan ia berusaha untuk tidak mencari sosok lelaki itu, walau rindu menggebu-gebu dalam dadanya. Ve terlalu kecewa dengan lelaki itu, tapi ia juga terlalu cinta pada lelaki itu.

"Ve kau sudah sehat?" Tanya Shani.
Ve hanya tersenyum.
"Ve kau harus tau perasaannya!"
"Cukup Shan, aku dan dia hanya sebatas teman. Dan jika kau tahu aku mencintainya, itu hanya impian belaka" Mata Ve berkaca-kaca.
"Dia?"
"Aku ingin jauh darinya" kata Ve pasrah.
"Do'amu terkabul Ve"
"Maksudmu?"
"Dia sudah tak ada disekolah ini" kata Shani.
"Setelah tiga hari kau tak sekolah, dia memutuskan untuk pindah sekolah diluar negeri. Dia ikut papanya di Belanda, sesuai permintaan mu Ve" tambah Shani.
Ve diam tak percaya, perlahan air matanya meleleh bersama sesal.
"Dia teramat mencintaimu, hanya waktu tak pernah tepat. Ia ingin serius dan fokus pada pelajaran sekolah, supaya nanti ketika ia menikah denganmu akan bisa membelikan apapun yang kau minta" terang Shani.
"Tapi, saat kau jalan dengannya?"
"Itu benar, saat itu dia memintaku untuk membeli hadiah untukmu. Karena kau telah berhasil memenangkan lomba puisi, sesuai janjinya padamu dan kebetulan aku ingin membeli kue untuk acara syukuran di rumah ku"
Diam.
Ve hanya terdiam dan menangis semakin sesak, didadanya penuh dengan sesal yang teramat dalam pada lelaki itu.

Dirumah, Ve membuka semua pesan singkat dari lelaki itu. Saat Ve membacanya dadanya semakin berat dan sesak 'Mengapa ini semua harus terjadi kepadaku' batin Ve, matanya bengkak.

Dari waktu ke waktu, Ve hanya menunggu. Menunggu lelaki itu datang kembali kedalam hidupnya. Karena tak akan mungkin Ve bisa melupakan lelaki itu dan melupakan kenangan bersamanya.

***- The End -***




-Attention-

Cerita ini hanya fiktif belaka. Bila ada kesamaan Nama tokoh atau Tempat dan Waktu kejadian peristiwa itu hanya kebetulan semata, tidak ada unsur kesengajaan atau tiru-menirukan. Bila tertawa, tersenyum, dan terbawa perasaan atau suasana berlanjut, jangan hubungi Dokter. Terima kasih.

Terima kritik dan saran yang membangun! Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan jejak. No silent readers. Ditunggu yakk!!

Lelaki Dan Perasaan ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang