Bagi orang yang tak bisa melihatnya, mungkin bisa merasa tenang jika berkeliaran di malam hari dengan tenang. Bahkan orang-orang bisa saja diikuti oleh mereka tanpa menyadari keberadaan mereka. Tapi aku, yang bisa melihat mereka seperti melihat makhluk hidup, berjalan-jalan di malam hari sama dengan mengumpankan diri untuk menjadi santapan mereka. Mereka suka mencuri jiwa orang-orang. Dan entah bagaimana, aku telah menjadi target abadi mereka.
Mereka besar, gelap, bertaring panjang dan memiliki kuku-kuku yang setajam silet. Mata mereka semerah darah. Dan tubuh mereka bersisik, ihk, sangat buruk rupa! Monster malam yang memangsa jiwa-jiwa manusia yang kuat. Aku tak tau mereka itu apa, tapi aku bisa melihat mereka. Walaupun aku sangat berharap yang sebaliknya. Makhluk itu cukup sering mendatangi mimpi-mimpiku. Membuatku ketakutan tiap malamnya. Aku tak ingin melihat mereka.
***
Napasku memburu. Terputus-putus seiring dengan debar jantungku yang menggila. Memompa darah ke sekujur tubuhku hingga paru-paruku terasa sesak. Sudah lebih dari 15 menit aku berlari, menghindari makhluk-makhluk itu. Aku tersandung dan jatuh tersungkur. Dalam kepanikan, aku menyeret tubuhku ke sesemakan mawar. Berharap aroma mawar menyamarkan aroma tubuhku. Duri-duri mawar itu menyakitiku, tentu saja. Tapi itu tak seberapa dibanding menjadi santapan monster itu. Sayang sekali sweaterku harus koyak oleh duri-duri itu. Ini adalah sweater sekolahku yang ketiga bulan ini.
Aku terengah-engah. Kututup mulutku dengan tangan untuk meredam suara gemeletuk gigiku sendiri. Segera setelah aku sanggup menguasi diri, kesenyapan menguasai seluruh taman. Selain suara detak jantungku yang bertalu-talu, hanya ada keheningan. Air mataku telah merebak di matakudan adrenalin berpacu dengan sangat cepat di seluruh pembuluh darahku sehingga membuatku sangat sensitive akan suara sekecil apapun.
Lalu, suara gemerisik terdengar, suara langkah terseret itu membuatku makin gemetaran. Aku menggigit bibir kuat-kuat dan memejamkan mata.
Aku menjerit saat makhluk itu tiba-tiba berdebum dan muncul di hadapanku. Aku mundur, menambah luka-luka goresan di sekujur tubuhku. Dengan satu gerakan makhluk itu merenggut tubuhku. Tangannya yang besar mencekik leherku dan merenggut persediaan oksigenku. Dia mendekatkan wajahnya yang bertaring dan menjijikkan itu ke wajahku. Perlahan aku melemas. Aku merasa sesuatu dalam diriku dihisap keluar. Merambat perlahan seperti kabut manis yang merayap masuk ke mulut monster itu. Pandanganku mulai gelap seiring kabut itu terhisap.
Kemudian, dalam ketidaksadaranku, kulihat sebuah sinar keperakan menghantam sisi kepala makhluk itu. Membuatnya menggeram dan melepaskanku. Seketika aku terbanting ke tanah. Tubuhku yang mati rasa tak dapat merasakan apapun. Baik itu benturan atau yang lainnya.
Dalam kesadaranku yang terbatas, samar-samar kulihat sinar perak kembali menghantam monster itu. Muncul sesosok bayangan hitam yang menyerang monster itu. Apa ini? Monster saling membunuh? Dalam waktu tak lebih dari beberapa menit, monster itu lenyap.