Chapter 1

36 0 0
                                    

Namaku Jessica.
Seorang gadis yang berusaha mengubur masa lalu sendirian. Merelakan mereka yang pergi, dan menyambut mereka yang datang. Dan juga membuang mereka yang kurang ajar. Sederhana saja, aku menjalani hidup dengan mereka yang menciptakan kebahagiaan. jadi, sekalipun aku mati, aku masih dalam keadaan bahagia. Kadang hidup perlu ditertawakan kan?

--------------

"Selamat pagi, Sica" seorang gadis dengan pita kuning dirambutnya menyapaku pagi ini.
"Pagi" ucapku singkat.
"Coba lihat berita menghebohkan di mading pagi ini" ujarnya bersemangat.
"Ah, tidak Jess. Aku tidak ada mood" ujarku malas.
Jesslyn memanyunkan bibirnya, dan itu adalah cara ampuh agar aku meng-iyakan ajakannya.
"Huh.. baiklah"
Jesslyn tersenyum senang, lalu menyeretku dengan tangan pucatnya.

Jesslyn.
Jessica.
Kami sering disebut 2Jess oleh anak kampus. Dan kami adalah primadona.
Aku dan Jesslyn sudah bersahabat sejak SMP kelas 2. Yang dimulai dengan pertengkaran memperebutkan 1 laki-laki playboy. Baik aku ataupun Jesslyn, tidak ada yang mau mengalah. Setiap orang memimpikan kemenangan kan?.
Tapi, akhirnya kami sama-sama mundur. Karena, laki-laki itu lebih memilih dengan kakak kelas yang bahkan aku lupa namanya. Dia lebih suka yang tua rupanya.

Mataku membulat. Menatap tak percaya pada mading di hadapanku.
Murid baru si cowok kece, David
Mantan 2Jess (?) hebohh!!

David. David. David.
aku mencoba mengingat nama yang sepertinya tidak asing itu.
Satu-satunya David yang aku kenal hanya David Rob.
Aku dan Jesslyn memang memperebutkan laki-laki itu, tapi bukan berarti 2Jess mantan si David. Payah.

Melihat perubahan wajahku, Jesslyn mengerutkan keningnya.
"kupikir, kau memikirkan hal yang sama" ucapnya lugu.
Aku menatapnya, berpikir beberapa saat dan akhirnya tersadar. "Ah.. i see" ucapku sambil menyunggingkan seringai licik.

oOoOoOoOoOo

"Perkenalkan, namaku david. Kupikir kalian sudah tahu, kalau begitu salam kenal"
Percaya diri sekali. pikirku.

Aku mengikuti langkah David menuju bangkunya yang berada di pojok belakang dengan pandangan menyelidik. Dia menjadi sangat tampan setelah 3 tahun tidak menampakkan diri, kupikir dia kuliah di Rusia juga. Tidak perlu ditanya, orang tua cowok itu sangat sibuk, jadi pendidikan anak-anaknya juga terombang-ambing. Aku kadang kasihan melihatnya, tidak bisa menetap di suatu negara lebih dari 5 tahun,

Saat menyadari bahwa aku sedari tadi menatapnya, dia malah tersenyum. uh-oh jangan sampai seorang Jessica terjerat cinta laki-laki yang sama. Itu terdengar horror.

Aku membalikkan badan, dan menyadari ketukan meja yang berasal dari meja Jesslyn di sampingku.
"apa?"
"Ibuku menelepon, Jess- eh maksudku Sic, antar aku ke kamar mandi" Aku mengangkat  satu alis, lalu menengok dosen muda yang 2 tahun lebih tua dariku. Dia terlihat sangat lelah, gerak-geriknya tak bisa membohongi.
Aku berbalik menatap Jesslyn, meng-iyakan ajakannya lalu mengangkat tangan memberi isyarat pada dosen.
"temanku butuh toilet, aku harus mengantarnya" ucapku sopan. Dosen itu mengangguk sambil tersenyum tulus.

Aku melirik Jesslyn, lalu kami berjalan beriringan menuju toilet wanita.
"Halo?" Jesslyn memulai percakapan telepon dengan ibunya.

"..."

"Ah, baik. Aku akan pulang sebelum jam 4" Jesslyn menutup teleponnya. Lalu menatapku dengan datar.
"ada apa?" tanyaku heran.
"Aku dijodohkan, keluarga laki-laki akan datang jam 16.30." ucapnya murung.
"dijodohkan?"
Wajah Jesslyn makin tenggelam karena terlalu menunduk.
"aku tidak tahu. Tapi aku selalu yakin pada Ibu dan Ayah, karena aku menyayangi mereka." penjelasan Jesslyn membuatku terdiam. Tentu saja aku juga menyayangi orang tuaku, hanya saja mereka tidak disini sekarang.

Menyadari perubahan wajahku, Jesslyn merasa bersalah.
"Maaf, aku tidak bermaksud- "
"Tidak apa-apa, kau mengatakannya karena ingin membuat dirimu kuat kan? sebenarnya kamu tidak suka perjodohan itu, tapi karena kuat, kamu sanggup" Ujarku menjelaskan. Jesslyn tersenyum. Hanya karena Jesslyn, aku sanggup menjalani hidup ini sendirian. Ah, tidak. masih ada Paman, aku sangat menyayangi Paman seperti kedua orang tuaku.

OoOoOoOoO

Aku melirik arloji untuk yang ke-24 kalinya. Ya, aku menghitungnya. Pelajaran hari ini sangat membosankan, dan kulihat Jesslyn bahkan sudah tertidur.

pukk..
sebuah kertas yang diremas asal-asalan mendarat mulus di kepalaku. Kulirik kanan dan kiri, tapi semua murid sedang fokus dengan pelajaran. Karena penasaran, kubuka kertas jelek itu.
Hai, Jessica.
aku yakin kau tahu siapa aku?
Tapi jangan menatapku seperti itu lagi.
kau sangat menyeramkan.
-D

Aku melirik bangku di pojok belakang. Sudah sangat jelas dia orangnya, siapa lagi yang punya kepercayaan dari lebih dari 100% selain dia?.
Seolah tidak bersalah apapun, David tetap fokus- sok fokus menatap papan. Dasar laki-laki aneh.
Tanpa kusadari, sudah masuk jam pulang. Akupun segera membereskan buku-buku tebal ke dalam tas, begitu pula dengan Jesslyn. Meskipun dengan mata yang super berat, tetapi masih kentara semangat seorang Jesslyn di jam pulang.

"Jess, aku saja yang menyetir. Matamu terlihat bermasalah" ucapku. Jesslyn tersenyum penuh arti, mengangguk lalu melenggang menuju tempat parkir.

"ini kuncinya" Jesslyn menyerahkan kunci mobilnya padaku saat sampai di tempat parkir.
Mataku memandang sekeliling, masih sangat ramai. Cukup sulit untuk mengeluarkan mobil Jesslyn dari parkiran padat seperti ini.
Melihat satu celah yang lumayan lebar, aku tersenyum senang.
Segera kunyalakan mobil lalu mencoba melewati celah tadi, namun sialnya malah menabrak sebuah motor Ninja.
"hey" kudengar suara laki-laki mengumpat, pasti pemilik motor itu. Padahal aku sungguh tidak sengaja.
" Maaf maaf " aku melambaikan tangan sebagai isyarat, lalu mundur perlahan dan akhirnya terbebas dari barisan yang padat.

Dengan maksud meminta maaf untuk kedua kalinya, aku melongok dari jendela mobil, tapi yang kulihat malah david yang sedang menaiki motornya sambil melihat ke arahku.

"ah, jadi kau" ucapnya sambil menunjuk.
Aku hanya nyengir, menunjukkan deretan gigi putih nan rapi milikku.
"aku tidak sengaja, coba lihat itu sangat padat" uacapku mencoba membela diri sendiri.
David mendengus, lalu menancap gas dan pergi meninggalkan kampus.

"Jessica, bisa kita pulang?" suara Jesslyn membuyarkan lamunanku.
Aku buru-buru mengangguk, lalu menjalankan mobil.

OoOoOoOoOoO

"Jessica, apa itu kau?" aku mendengar suara paman dari dapur.
"iya" Aku menjawab dengan sedikit berteriak karena jarak ruang tamu dan dapur lumayan jauh.

Aku merebahkan diri di sofa, mencoba melepas penat setelah seharian menelan pelajaran yang cukup membuat sakit kepala.
"ada bukti baru tentang kematian orang tuamu" kulirik di samping sofa, dan ternyata paman sudah duduk disampingku.
"apa itu?" tanyaku penasaran.

Meskipun kematian orang tuaku sudah 1 tahun berlalu. Tapi, pihak keluarga tetap berusaha mencari si pembunuh ulung ini. Sulit sekali menangkap jejaknya. Hanya beberapa bukti yang ditemukan, rem dan setir yang lumpuh. Tapi tidak ada sidik jari siapapun disana.

"Sebuah pisau di bagasi, sangat kecil dan berada di pojok, jadi beberapa polisi tidak menyadari"
Aku tersenyum tulus pada Paman.
"Kita sama-sama berusaha Paman"

OoOoOoOoOOOo

hah.. capek mantengin laptop dari tadi.
ini cerita murni.
aku gak sempat edit sana sini.
jadi maafkan kalau ada banyak typo.
word 1000+ gilakk
tumben, semiga lain kali bisa bikin part yang lebih panjang dari ini.

Dan, follow akun wattpad kedua aku Babymi_ayn

Time MachineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang