Beginning of an End

103 6 0
                                    

Aku tidak jenuh, mungkin hanya kekurangan warna dalam hidupku. Aku tidak bosan, hanya merasa hidup ini lurus saja, dan sempurna. Kadang terlalu sempurna juga tidak baik. Kau bisa mendapatkan segala yang kau inginkan tapi tidak dengan masalah. Masalah kadang membuatmu merasa menjadi orang yang paling bernasib sial. Namun tanpa masalah, kau tidak akan dapat menikmati hidup ini.

Dari dasar itu aku membuat sebuah permainan dalam hubungan kami. Sebelumnya perlu kau ketahui, hubungan kami sangatlah baik, walaupun sudah berjalan selama bertahun-tahun. Tidak ada rasa cemburu, ataupun masalah kecil yang biasa mengganggu dalam suatu hubungan. Ikatan kami terlalu sempurna. Makanya aku ingin memberikan warna lain pada hubungan yang terkesan monoton ini.

Aku mencoba berbicara kepadanya, memintanya untuk sekedar berpura-pura memutuskan hubungan kami. Untuk pura-pura tentu saja. Aku masih sangat menyayanginya.

Pertama-tama ia menolak habis-habisan permintaanku tersebut. Aku bilang aku butuh waktu untuk mencari sesuatu yang baru untuk hubungan kami. Namun dia tetap memberikan isyarat tidak. Sangat jarang kekasihku itu menolak permintaanku.

Kekasihku adalah tipe yang humoris, penurut, dan seorang pecinta yang loyal. Ah, biar kuralat pada kata loyal. Ia suka menggoda banyak orang, aku memakluminya karena dia seorang flirty, namun dia bilang bahwa hatinya hanya untukku saja. Aku yang sedikit dibutakan oleh cinta ini hanya berkali-kali menjawab iya. Ia sukses meyakinkanku untuk hal itu.

Kucoba kali ke dua, supaya memutuskan hubungan kami dengan cara mencari-cari masalah yang mugkin dapat menimbulkan suatu pertengkaran yang besar. Aku merasa bersalah juga karena mendapatkan ide yang sangat gila itu. Jadi langkah pertama aku bilang padanya bahwa aku cemburu dengan salah satu kenalannya, tentu saja yang pernah ia goda. Ia ngotot bilang padaku bahwa dia hanya menggoda, seperti biasanya, dan tidak bermaksud untuk serius.

Baik, untuk kali ini tidak ada toleransi untukmu, sayang.

Malam itu tanggal 3 September, aku membuatnya untuk mengucapkan kata keramat yang tidak diduganya akan dia ucapkan. Wajahnya amat teramat sedih dan penuh penyesalan, namun tidak halnya denganku yang sebenarnya ingin mencoba bermain di 'permainan'-ku sendiri.

Aku artis yang handal, jadi kupasang wajahku semarah mungkin. Aku memang pemarah, namun ini pertama kalinya aku marah padanya, dan itu membuatnya cukup takut. Entahlah antara takut ataupun kaget. Mungkin juga keduanya.

Dan mulai besoknya aku merasa sangat bebas, bagai burung yang terlepas dari sangkarnya. Aku mengepakkan sayapku kemanapun yang aku bisa. Aku bisa berbuat semauku, tanpa harus diatur-atur oleh kekasih yang biasanya super duper overprotective.

Namun kekasihku itu sepertinya tidak mau berubah, ia tetap mengirimiku pesan seperti biasanya. Pesan yang hanya mengingatkanku untuk bangun pagi, makan, ataupun mengucapkan kata-kata manis saat aku hendak terlelap dalam tidur. Senyum tersungging di bibirku, ternyata ia cukup gigih untuk memperjuangkanku kembali. Mungkin ini yang disebut loyal.

Dari hari semenjak kami putus aku mulai untuk mendekati pria lain. Mencari kelebihannya yang mungkin tidak dimiliki oleh 'mantan' kekasihku itu. Beberapa orang memilikinya, namun sepertinya tidak sesempurna apa yang dimiliki oleh mantanku itu. Seperti ada yang kurang, aku masih belum mengerti apa.

Tentu saja, mantan kekasihku itu tahu semuanya. Ia tahu bahwa aku mendekati pria lain, Ia tahu bahwa aku makan malam dengan orang lain, ia tahu bahwa aku 'berkencan' dengan sahabatnya. Ya, sahabatnya sendiri. Mungkin ia merasa terkhianati dengan mengetahui kejadian itu. Mungkin ia akan menyerah padaku, dan berhenti mengirimiku dengan pesan-pesan manisnya, juga tak akan ada lagi buket bunga yang dikirimkan ke depan rumah setiap hari.

Game.Where stories live. Discover now