One.

45 2 0
                                    


Sometimes it all gets a little too much, but you gotta realize that soon the fog will clear up.




▴ ▾ ▴ ▾ ▴ ▾ ▴ ▾ ▴ ▾ ▴ ▾ ▴ ▾ ▴ ▾ ▴ ▾ ▴ ▾ ▴ ▾ ▴ ▾


Siang itu jam istirahat pertengahan kuliah telah usai, menyebabkan gerombolan mahasiswa terpecah — beberapa berjalan lebih cepat menuju kelas, sementara sebagian yang lain menghentikan kegiatan mereka dihalaman kampus dan mengumpulkan buku dari meja lalu bergegas menyusul temannya ke ruang praktek. Disalah satu kelas, dua gadis tampak segera melanjutkan percakapan yang terpotong saat bel berbunyi tampak asik seperti sebelumnya, membicarakan seseorang yang telah berani mencari perkara dengan mereka, saat tengah khusyuk memberikan umpatan untuk sang musuh — salah satu diantara keduanya segera berhenti berbicara dan melihat teman lainnya yang baru tiba berdiri disamping mereka sedang memegang handphone dan bukan kejutan lagi jika raut wajah temannya terlihat kesal.

"Ada apa Erin? Ramon tidak menjawab teleponmu lagi?". Gadis yang dipanggil Erin mendesah lesu. "Sabar... Mungkin Ramon sedang sibuk menyelesaikan tugas-tugasnya, malam ini dia pasti akan menghubungimu".

Melihat dua temannya mengangguk setuju, rasanya Erin masih belum bisa lega. "Tapi Sya, sejak kemarin malam dia tidak mengabariku, kalau bukan karena Agus aku mungkin tidak tahu jika Ramon ternyata sedang sakit".

"Apa kamu yakin dia sakit? Mungkin saja dia sedang keluar dengan selingkuhannya yang lain?". Gadis disamping Syahnas segera menimpali dengan kalimat sakartis, terlihat jelas kalau dia sama sekali tidak setuju hubungan temannya dengan pria bernama Ramon. "Well, aku sama sekali tidak percaya jika serigala licik seperti Ramon akan diam semalaman tanpa tebar pesona".

"Giska please jangan mulai, aku tidak ingin menjadi burung perantara diantara kalian berdua saat kerja kelompok lagi".

Erin mencoba tersenyum senormal yang ia bisa, menahan amarahnya yang sedaritadi akan meledak. Dia sangat tahu temannya yang satu ini — jika Giska membenci seseorang maka temannya akan melakukan itu dengan sungguh-sungguh, bahkan hubungan mengambang Erin dan Ramon tidak bisa di lewatkan begitu saja. "It's okay kok Sya, Giska memang musuh bebuyutan Ramon dari kecil jadi wajar saja kalau dia tidak percaya Ramon sudah berubah".

Belum semenit kata-katanya terucap gadis berambut hitam bergelombang yang sebelumnya berjanji akan berdamai dengan temannya, kali ini tidak bisa diam. Dia baru saja duduk di kursinya tapi Giska kembali menyulutkan emosinya dengan perkatan meledek lain.

"Erin Pramutia, jangan mau di bodohin sama Ramon. Oke, semua cowok mungkin saja bisa berubah tapi dia itu spesies cowok asing yang tidak mungkin bisa di rubah. Dari awal Ramon memang ditakdirkan buat jadi brengsek, yah hal itu memang tidak bisa berubahlah. Hubungan long distance itu sudah impossible banget, apalagi dari awal hubungan kamu sama Ramon tidak punya status". Syahnas segera mencubit pinggang Giska agar temannya itu segera berhenti tapi mulut Giska memang tidak ingin berhenti sampai disana saja dan ia terus melanjutkan omelannya. "Apa sih Sya, memang benarkan untuk mempertahankan hubungan karena janji waktu kecil itu bullshit. Cincin kawin yang jelas-jelas resmi saja bisa disembunyikan apalagi hanya janji abal-abal seperti itu".

Baru saja Erin ingin mengelak dari kata-kata Giska tiba-tiba gerombolan mahasiswa pria segera masuk dengan tergesa-gesa, mengambil perhatiannya pergi.

"Pak Jamal sedang menuju kesini, cepat selesaikan tugas kalian". Ucap ketua tingkat, memberitahukan kedatangan guru killer mereka yang mungkin saja akan menagih tugas mingguan. Dengan begitu semua siswa duduk berjajar rapi. Beberapa mulai panik mencari jawaban, terdengar suara memelas dari meja belakang meminta agar siswa yang telah selesai berbaik hati memperlihatkan tugas mereka.

ElusiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang