But Why?

1.1K 89 32
                                    

MASIH. Aku masih mengarahkan lensa kameraku ke pemain futsal bernomor punggung 29. Sesekali aku menurunkan kamera hanya untuk melihat hasil jepretanku atau mengatur contrast pencahayaannya.

Zoom In.

Zoom Out.

Kutekan satu tombol yang sepersekian detik kemudian memperlihatkan hasil bidikan.

Sempurna, batinku.

Kedua sudut bibirku reflek terangkat melihat objek bidikan yang baru saja kuambil berpose bagai sedang mengelap peluh. Matanya yang menyipit menyebabkan dahinya berkerut dan alisnya menyatu. Tampan.

"Ghina," panggil seseorang yang ku kenali.

Aku menoleh ke sumber suara, "apa, Dhar?"

"Lo ke lapangan gih, tadi Ardhy nyuruh gue buat gantiin posisi lo disini."

"Oke," sahutku kepada perempuan bernama Dhara. "Btw, lo bawa baterai backingan nggak, Dhar?"

Dhara mengangguk, "lo ambil aja sendiri, ya. Tas gue ada di ruang PG."

"Kalo gitu, gue duluan ya, Dhar," pamitku padanya.

"Sip! Jangan lupa nanti dokumnya yang bener, jangan Farel terus yang dibidik," ucap Dhara sambil terkekeh.

Aku memberenggut, "nggak janji." Lalu tetap berjalan ke lokasi berjagaku yang baru.

×××××

Aku sudah sampai di Ruang PG--ruangan biasa ekskulku berkumpul. Tidak benar-benar langsung menuju lokasi berjagaku. Setelah mengambil baterai, aku mendudukkan bokong sebentar. Menegak air mineral hingga tandas. Lalu menaruh botolnya lagi.

Mendongak, mataku menatap lurus foto-foto hasil bidikan ekskul yang terbingkai di ruangan ini. Aku sangat menyukai bidang yang sudah kugeluti sejak lama. Dengan bermodalkan kamera professional, aku bisa bebas mengabadikan berbagai kesempatan melalui sebuah foto.

Sebuah foto yang dapat menggambarkan, bercerita, dan berekspresi. Namun, tak jarang dapat berbohong dan menuai kontroversi.

Tersadar akan tugasku, aku kembali mengalungkan kamera ke leher lalu bangkit dan tergesa meninggalkan ruangan.

Sorak-sorai penonton mendominasi lapangan. Ramai. Sebagian ada yang disisi lapangan futsal, sedang yang lainnya disisi lapangan basket.

Disini Aku. Disisi lapangan futsal, men-setting kamera sebelum mengarahkan lensaku ke para pemain futsal. Semua pemain tak luput dari bidikanku. Iya, itu memang tugasku, menjadi dokumenter di setiap event sekolah.

Mataku memperhatikan bola yang diperebutkan dilapangan sana. Tersenyum senang, aku kembali memfokuskan ke arah pemain yang kini mendapat gilirannya menendang, si nomor punggung 29, Farel.

Dengan cekatan, Farel menggiring bola menghindari lawan. Saat sampai pada garis gawang, Farel menendang bola itu dan mencetak angka.

Tentu saja aku mendapatkan pose itu. Untuk kebutuhan dokumentasi sekaligus koleksi albumku di rumah.

×××××

Pritt!

Peluit sudah dibunyikan. Kemenangan jatuh untuk team kelas Farel, yang juga merupakan kelasku.

Aku berjalan ke pinggir lapangan, hendak melihat-lihat galeri foto yang tadi diambil, tak lupa tersenyum.

"Ghin!"

Aku terkesiap, sepertinya aku mengenal betul suara itu. Takut-takut, aku mendongak ke orang yang memanggilku tadi.

"Fotoin gue, Ghin," ucap Farel,

But Why?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang