Leo tersenyum secerah matahari, kakinya berlari keluar kelas, ia tak sabar untuk memberitahu Grammy kalo Leo mendapat nilai seratus di kelas tadi. Kakinya sontak berhenti matanya berbinar - binar saat melihat gerobak es di depan gerbang sekolahnya. Seperti kebanyakan anak kecil Leo juga pencinta jajanan sekolah yang enak." Leo mau es cincau tapi esnya jangan banyak - banyak ya Bang! kata Gramy Leo gak boleh makan es banyak - banyak nanti batuk " ujar Leo sambil menyodorkan uang lembaran Lima ribu rupiah pada tukang Es yang tersenyum gemas pada Leo.
Leo duduk di kursi penyu milik tukang Es cincau untuk menunggu es pesanannya jadi, matanya memandang para ibu - ibu yang tengah menjemput anaknya, sebenarnya dalam hati Leo iri setengah mati saat teman - teman sekelasnya menceritakan makanan buatan mamahnya yang enak atau mainan keren pemberian papa yang Leo sendiri tak pernah merasakan itu. Sejak kecil Leo bersama Grandy dan Grammy ia tak pernah tau dimana kedua orang tuanya. Kalo ia bertanya pasti jawaban yang ia dapat adalah Mommy kerja dan kerja.
Ia ingin menangis tetapi kata Grammy tak boleh, Grammy mengajarkan kalo Leo cengeng nanti Mommy tak akan mau ketemu. Karena Mommy Leo tak suka anak yang cengeng. Jadi sekuat tenaga Leo tak akan menangis tetapi... kemaren Leo menangis karena jatuh dan itu membuat Leo takut jika nanti Mommy Leo tak mau ketemu Leo.
"Leo" Leo mendongkak dan wajahnya kembali berbinar saat Grammy sudah datang menjemputnya, dengan langkah hati - hati agar es cincaunya tak tumpah Leo medekati Grammy dan mencium punggung tangan nenek yang ia sayangi itu dengan penuh hormat.
"Grammy! Leo dapet nilai seratus looh tadi, kata ibu Guru Leo anak pintar!" seru Leo girang membuat sang nenek ikut tersenyum. Leo menyendok cincaunya dan melahapnya dengan riang.
***
"Ka Ivan gantian dong, Leo juga mau main tau" Leo berusaha melihat PSP miliknya yang di pinjam bergilir oleh Ivan dan teman - teman. Kaki kecilnya berjinjit di belakang tubuh Andre yang jangkung. Sesekali kaki kecilnya bergerak untuk sekedar melepas pegal karena terus berjinjit.
"Tar dulu dong. Pelit banget sih baru juga sebentar main " Leo tersenyum kecil lalu melangkah mundur ia lebih memilih duduk berselonjor di bawah pohon. Tak apa lah yang penting ia punya teman untuk mengusir sepi seperti di rumah yang dilaluinya selalu sendiri.
"Leo?" Merasa namanya di panggil Leo mendongkak dan senyumnya langsung merekah saat melihat pria dewasa yang waktu itu menolongnya.
"Om" seru Leo girang, Hafiz tersenyum kecil lalu melirik kerumunan anak kecil lalu beralih menatap Leo.
" lagi ngapain disini?" Tanya Hafiz heran, ia mengendus adanya ketidak beresan disini.
" Leo lagi main om " jawab Leo seraya tersenyum senang "sama temen - temen Leo " telunjuk kecilnya teracung kearah kerumunan itu.
"Mau ikut Om gak? Om mau ke masjid " tanya Hafiz lagi.
"Ikuut!"seru Leo girang lalu melanglah bersama Om penolongnya menuju Masjid dengan bergandengan tangan, Leo mendongkak menatap wajah Hafiz dengan senyuman kecil lalu ia mengeratkan genggaman tangannya. Entah mengapa tangan Om Hafiz begitu hangat dan nyaman membuat Leo berfikir apa genggapan tangan Mommynya akan sehangat Om Hafiz atau tidak. Atau bahkan lebih karena surga saja di telapak kaki ibu apalagi tangannya 'kan?.
**
Mendadak Leo terlihat gelisah, matanya berkali - kali menatap kue - kue di piring dan beberapa jama'ah taklim yang terlihat serius memperhatikan penceramah terpasuk Om Hafiz, Leo ingin kue - kue itu tetapi takut di marahi jika ia mengambilnya.
Matanya langsung berbinar saat satu piring itu bergeser di hadapannya, ia mendongkak menatap Om Hafiz yang tersenyum kearahnya, Om Hafiz memang selalu membuat hatinya senang, Selalu tau apa yang Leo inginkan.
"Makasih Oom" bisik Leo pelan yang di angguki Hafiz, ia kembali tersenyum saat tangan hangat Om Hafiz mengelus kepalanya, dan Leo mencomot kue yang begitu menyita perhatiannya dengan hati riang.Lalu memakannya dengan lahap.
Sambil sesekali ia menggaruk pipinya yang tembem lalu menyandarkan kepalanya pada lengan Om Hafiz yang membuatnya nyaman hingga mengantuk.
****
"Masih ada 10 Feshion show lagi sebelum lu bisa istirahat panjang " Desah Carisa pelan. Jam tiga dini hari ia baru sampai di hotel yang cukup tersohor di Milan karena harus mengepas ulang baju untuk besok tampil.
"Tidurlah Le lu butuh tenaga ekstra untuk besok pagi " Leah mengangguk pelan. Inilah konsekuensi yang harus ia jalani sebagai super model, sudah tak kaget lagi saat kakinya ruam dan kurang tidur bahkan sampai rambut rontok sekalipun. Ia harus tetap menjalaninnya walau rasanya tubuhnya lemas bukan main.
"Lo banyak diem dua hari ini, kenapa? Ada masalah?" Tanya Carisa saat suasana mulai hening. Kepalanya menoleh menatap Leah yang juga menatapnya hampa.
"Tidak apa - apa" Leah tersenyum kecil lalu membalikan tubuhnya dan cairan bening itu langsung keluar, tubuhnya sedikit tersentak saat Carisa memeluk tubuhnya. Sahabatnya ini memang selalu tau apa yang ia rasakan.
"Gue merasa berdosa sama Leo" Leah terisak, ia selalu terbayang - bayang wajah tampan anaknya, ia ingin menatapnya langsung dan ingin merasakan bagaimana rasanya memeluk anaknya itu.
"Kita kesana nanti " ujar Carisa menenangkan walaupun dirinya sendiri merasa begitu sedih.
"Apa gue di terima nanti Ri?" Tanya Leah meragu.
"Pasti" Carisa mengeratkan pelukannya mencoba memberi kekuatan untuk sahabatnya.
****
" Dadah Oooomm" Leo melambaikan tangannya yang mungil, ia senang hari ini Om Hafiz begitu memberinya banyak pengalaman yang menarik yang bisa membuatnya senang.
Ia gembira bisa merasakan solat berjamaah di masjid dan muroja'ah Al qur'an bersama Om Hafiz yang baik hati kepadanya.
Kaki kecilnya berlari memasuki rumah saat siluet tubuh Om-nya sudah menghilang dari pandangan.
"Grammy Leo udaaah pulang" teriak Leo girang.
****
Bersabung
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakiinah Bersama-mu
RandomRasa itu Allah yang mengatur dan memberi, jadi. Jangan salahkan aku kalau aku menyayangimu. Rasa tak tau tempat dan waktu, jadi. Jangan salahkan aku jika cintaku hadir di saat tak terduga. Seri ke-3 dari keluarga Adolfo : Athur Hafiz Adolfo - Leah...