"El? Elly, kau baik-baik saja, Nak?" tanya ibunya cemas begitu gadis itu mulai siuman. "Kau tadi ibu temukan pingsan di ruang tamu. Apa kau sedang sakit?"
"Ish...," keluh Elisa sedikit memijat kepalanya yang terasa berdenyut.
"Ah, tak apa, Bu...." Gadis itu kemudian tersenyum menenangkan pada sang ibu yang masih tampak cemas. Sedikit merasa bersalah, sudah membuat ibunya menjadi seperti itu.
"Kau yakin?"
"Ya, aku hanya lelah."
"Hhh ... baiklah. Kalau begitu, istirahatlah. Ibu tinggal, tak apa kan? Selamat malam."
Sekali lagi, Elisa tersenyum dan mengangguk. "Selamat malam, Bu."
Sepeninggal sang ibu, gadis itu menatap sekelilingnya, mencoba mencari keberadaan Daffa.
Anak itu tak ada di sini?
"Mencariku?"
Deg! Elisa tersentak, lantas menoleh cepat ke asal suara.
"Hoi! Berhentilah muncul secara tiba-tiba! Kau ingin membuatku mati bersamamu, heh?!"
"Tidak. Jika kau mati sebelum tugasku selesai, aku juga yang repot nantinya, Kak," jawab Daffa dengan polosnya. "Lagipula, aku di sini sejak tadi. Kakak saja yang tidak lihat," lanjutnya, kali ini sembari mengayun-ayunkan kakinya.
"Aish! Kau ini! Cepat turun dari sana! Nanti lemari itu roboh!" Elisa menatap nyalang pada Daffa yang sedang bertengger dengan manisnya di atas lemari pakaian miliknya.
"Ahh, kau ini cerewet sekali, sih. Lemari ini tidak akan roboh kok! Tubuhku saat ini kan, seringan kapas?" oceh Daffa sembari melayang turun, mendekati Elisa yang masih berbaring di atas kasurnya. Kemudian mendudukkan dirinya di sisi tempat tidur gadis itu.
"Kak ...," panggil Daffa pada Elisa yang memalingkan wajah darinya.
"Hmm?"
"Kau ... masih takut padaku?"
Pertanyaan bernada sedih itu mau tak mau membuat Elisa menoleh. Memandang Daffa yang menatapnya dengan raut tak terbaca.
"Apa aku semenakutkan itu, Kak? Apa kau tak suka aku berada di dekatmu? Kalau benar begitu, tanpa diusir aku akan pergi. Sungguh, apa ... apa kau membenciku? Aku ... aku tak bermaksud mengganggumu ... aku hanya...."
"Sudahlah, aku tak membencimu,"一Elisa memotong ocehan pemuda itu一"aku hanya belum terbiasa dengan kemunculanmu yang tiba-tiba, itu saja."
"Kak."
"Ya?"
"Kau takut hantu, ya?"
Pertanyaan itu membuat Elisa hampir tersedak ludahnya sendiri. Tentu saja memalukan baginya, di usianya yang sudah tujuh belas tahun, namun ia masih takut akan hal-hal seperti itu. Sahabatnya saja selalu menertawainya. Dan tentu saja, Daffa juga. Lihat saja perubahan ekspresinya itu. Wajah yang tadinya tampak muram seperti ingin menangis itu, kini menampakkan seulas seringai usilnya. Membuat wajah Elisa memerah, malu.
"Kkekeke, tenang saja. Aku ini bukan hantu, Kak. Tapi aku ini potret malaikat keindahan," oceh Daffa dengan pede-nya, membuat Elisa ber-facepalm-ria, lantas menatapnya. Daffa kembali terkekeh.
"Kak."
"Apa?"
"Bolehkah aku tahu, hal apa yang membuatmu bahagia?" Daffa tampak berwajah serius, kini.
"Umm...,"一Elisa tampak berpikir一"entahlah? Aku tidak pernah memikirkan itu. Aku sudah cukup bahagia saat ini, mempunyai keluarga yang bahagia, sahabat yang baik, seseorang yang kusukai, kurasa semuanya sudah cukup?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fur Elise
Teen FictionLewat lagu ini, aku memanggilmu. Lewat alunan nada ini, kucoba sampaikan perasaanku. Cinta yang kutahu sudah tak mungkin dapat terwujud. Fur Elise, kisah kasih yang tak tersampaikan .... Rated : T Cover manis oleh Ariski