Yes. Kisah ini dimulai saat aku berusia 14 tahun. Aku baru saja menerima raport ku, aku L-U-L-U-S dengan nilai yang cukup baik, hatiku langsung berbunga-bunga, kurasa mimpiku semakin dekat. Masuk SMA negri favorit di jakarta adalah cita-citaku sejak, mungkin kelas 1 SD. Kemudian tanpa sepengetahuanku ayahku mengirimku ke jogja. Memupuskan segala harapan yang telah dibayangkan sejak aku kecil dulu.
" tapi ayah...zif udah mimpiin ini sejak duluuuu banget.. dan ayah tega?" aku berusaha melobi ayahku
"zif.. ayah kan mau yang terbaik buat kamu, jogja itu kota pendidikan loh, dulu ayah juga sekolah disana, sekolahnya bagus kok, gak kalah sama sekolah negri yang kamu harapkan. Dan kamu gausah khawatir kamu disana gak sendirian, kamu bakal di rumah eyang sama anaknya sahabat papa, yang dulu sekolah di sekolah itu juga.. " ayahku pandai berbicara ya.
"tapi ayah.."
"ziffara. Keputusan ayah sudah bulat. Lusa kita berangkat kesana, sekalian liburan"
Aku menarik nafas panjang. Berusaha menerima keaadaan walau rasanya sama dengan banting diri atas awan. Okay, anak 14 tahun bisa apa kira-kira, mau melarikan diri ke rumah temen apa mending nginep di hotel?. Oiya, rumah teman-temanku semua berada jauh dari rumahku dan aku gak tau rute angkutan umum ke rumah mereka, lagipula hari sudah terlalu gelap dan kejahatan sedang marak terjadi.
Tuhan, bisakah engkau membuatku mati dalam sehari saja, ya besok lusa saja, lalu bangunkan aku di hari esoknya? Ah doa yang konyol.
Kami sudah tiba di Jogja, perjalanan sangat menyedihkan. Kami tiba di rumah eyang yang sudah tua namun masih berdiri dengan kokoh. Rumahnya berada di desa yang masih sangat sejuk, dan hijau. Rumah eyang berada di sebuah bukit yang tak terlalu tinggi, rumah itu terlihat penuh kehangatan. By the way, eyang itu sudah lama meninggal, jadi tinggal rumahnya saja. Rumah itu hanya ditempati tanteku dan keluarganya, namun mereka berencana pindah ke Tokyo, karena Om pindah tugas.
Mungkin itu alasan ayah mengirimku ke mari. Hari pertama tak terlalu buruk. Aku rasa aku akan betah disini, rumah ini memberi aura kebahagiaan bagi orang yang tinggal disini, berbeda dengan rumahku yang selalu riuh dan panas akibat adik-adikku terus berkelahi. Ditambah cekcok orang tuaku kadang. Kurasa aku akan betah disini. Ya aku akan betah disini.
Aku juga sudah melihat sekolah itu, aku rasa apa yang ayahku waktu katakan semuanya benar. Dan satu hal yang membuatku akan senang bersekolah disini adalah, anak ramah dan sopan. Hal itu sangat sulit ditemukan di jakarta kan?, ok ini menarik.
"bun, kira kira anak temen ayah yang mana yang mau di suruh nemenin aku di sini?" aku bertanya pada bundaku yang sedang sibuk melerai adik adik ku yang tak henti-hentinya mengganggu satu sama lain.
Bundaku tak menjawab.
Aku pergi meninggalkan mereka. menjadi kakak itu gak enak, jadi bersyukurlah kalian yang gak punya adik. Selalu menjadi prioritas ke sekian orang tua setelah urusan kantor dan adik adikku. Menyedihkan.
Aku duduk di salah satu bangku taman sekolah ini. Tanpa sengaja aku menangkap ayahku sedang berbicara dengan Om Wibowo, salah satu sahabat ayahku, yang merupakan ayah dari Anggara. Apa aku baru bilang Anggara? Dia itu trouble maker di SD ku dulu. Hobinya dipanggil duru BP, dan hormat pada bendera. Deg. Perasaanku sangat tidak enak. Jangan jangan dia yang akan.. AHHH TIDAK TIDAK TIDAK BOLEH TERJADI, aku gak mau satu rumah sama dia.
"Mbak Ziff!" menyadarkanku, oh itu adikku
"Ava? Ada apa dek?" aku menatap adik kecilku itu dan memangkunya di pangkuanku. Adik perempuanku itu baru berumur 4 tahun. Sasaran empuk Ken, adikku yang lain yang sangat senang mengganggu dan merebut perhatian ayah bunda. Me-nye-bal-kan.
"mbak ziff dari tadi bengong telus ih! Ngeliatin apa si?" dia berusaha mengusikku
"bukan urusanmu adik kecil, kembalilah kepada bundaku dan tinggalkan aku sendiri!" aku sedikit mendorong adikku ke arah bunda
"mbak ziff galak!" terserah.
Singkat cerita, keluargaku sudah mempersiapkan diri untuk pulang ke jakarta, dan rencananya mereka akan meninggalkanku disini. Saat itu aku tersenyum pasrah.
Tok tok tok
Ku dengar ada yang mengetuk pintunya, spontan aku langsung berlari dan membukanya. Dan KEJUTAN siapa kah yang berdiri disana, om wibowo dan keluarganya. Maksudku istri dan anak-anaknya. Seorang gadis menyalamiku dan tersenyum manis ke arahku, dia adalah Gadiza kakaknya Anggara, dan seorang lagi belum pernah kulihat. Dan sebetulnya aku tak ingin melihatnya.
Lalu muncul rasa penasaran dalam benakku, mengapa Anggara tak diajak? Aku langsung bebisik pada Gadiza yang duduk di sampingku,
"ka, Anggara gak diajak? Takut bikin rusuh ya? Hahaha""Angga? Diajak kok! Kamu pikir cowok di samping papa itu siapa?" Gadiza melirik ke arah orang itu, aku menggeleng karena sama sekali tidak menyangka bila Anggara akan berubah dengan Ekstrem seperti itu.
"itu Anggara? Wow.." kebayangkan ekspresiku saat itu seperti apa?
Mari kita mengingat-ingat bagaimana anggara yang ku kenal dulu dan bandingkan dengan yang kulitah saat ini. Raden Anggara Satya Suryodiningrat, bocah ingusan yang hobi bikin nangis anak perempuan, apalagi di kelasnya. Dia bangga bila dihukum hormat pada sang saka merah putih, jadi hukuman semacam itu tidak membawa pengaruh apapun baginya, umm kecuali membuat kulitnya menjadi kecoklatan, gendut pendek item menyebalkan itulah dia. Dan kini bagai disambar petir aku seakan melihat sosok lain, sekalipun yang disana adalah Anggara yang dulu. Kini ia tinggi putih dan duduk cool di sebrangku. Glek. Setauku dia paling gak betah diam tanpa suara, namun kini?
"ziff?" ayahku menyadarkanku, aku langsung menghadap ke arah ayahku
"ini Anggara yang rencananya akan tinggal bersamamu disini.." ayahku mantap sekali berbicara seperti itu
Aku tak tau mengapa aku harus salaman lagi dengan orang yang sudah pernah ku kenal, seakan baru pertama kenal.
"Ziffara."
"Anggara" Udah selesai gitu doang, basi kan?
"jadi Angggara ini anaknya Om wibowo, sahabat ayah. Jadi kalian nanti tinggal disini sama seorang pembantu dan seorang satpam keluarga yang udah kerja disini lebih dari 10 tahun."
Ok, terus."Semoga kalian cocok ya... dan Angga tolong jangan bikin keributan disini!" Dengan sedikit penekanan om Wibowo menasihati Anggara,
Aku terkikik. Ternyata dia tak sepenuhnya berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
A-Z
Short Storyjadi kamu punya harapan, terus harapan itu di pupuskan oleh orang tuamu sendiri. tapi yang kau dapat malah sebuah kejutan tak terduga