Singkat cerita, Bunda dan Ava sudah kembali ke jakarta, mungkin ia sudah rela dan tega meninggalkan tuan putrinya di sini. Ya tanpa Bunda ku rasa tak apa-apa, bagaimanapun juga cepat atau lambat aku akan berpisah dengan orang tuaku kan?. Ku anggap Mbok Minten sebagai ibunya sekarang.
Aku baru saja tiba di rumah. Ini pukul 14.00, tapi hari masih sangatlah terik, perjalanan dari sekolah cukup membuatku dahaga dan lapar. Ku rasa aku butuh sesuatu yang menyegarkan. Mbok Minten menyaranku untuk pergi ke kedai di ujung jalan yang baru sebulan buka. Ia bilang aku bisa mendapatkan yang segar-segar disana. Setauku saran Mbok Minten jarang meleset, jadi kuputuskan untuk langsung pergi ke sana.
Aku mengganti baju perangku yang super panjang dan bikin gerah, dengan celana pendek di atas lutut dan sebuah kaus dengan lengan ¾, aku menguncir rambutku seperti buntut kuda dan langsung berlari keluar dengan tidak sabar. Anggara sedang duduk santai di teras, kurasa ia sedang melepas lelah setelah setengah hari menghabiskan waktu di sekolah. Ia menoleh ke arahku, menatapku dari ujung rambut hingga ujung kaki. Coba tebak apa yang akan dia katakan "Ziff zumpah lo cantik banget!" atau mungkin "potongan baju sama celananya pas banget sama lo!" dan mungkin pujian pujian lainnya,
"eh woy! Setiap hari lo ke sekolah pake jilbab, terus sekarang mau keluar pake celana gemes kayak gitu? Gak malu sama jilbab lo?" tegurnya pedas sekali Aku nyaris tak peduli, bahkan aku mengacanginya.
"ya kalo gue jadi lo sih, gue bakal malu banget.." ia masih berusaha membangunkan macan yang tidur
Aku yang sudah sampai halaman langsung menoleh "peduli apa lo?" dan pergi meninggalkan dia
Dari sini aku masih bisa mendengar suaranya yang kencang "kayak cabe lo!"
Di hari yang panas ini aku berjalan dengan panas dan keadaan hati yang sedang panas pula. Hal itu membuat tubuhku menjadi panas maksimal dan rasanya ingin sekali aku menceburkan diri ke dalam kolam yang penuh dengan es. Namun bila di pikir-pikir omongan Anggara ada benarnya juga, maksud sekolah menyuruh muridnya mengenakan jilbab setiap hari kan agar mereka terbiasa, namun aku malah membuat diriku sendiri malu, dengan menggunakan celana super pendek.
Aku jadi teringat mati yang datangnya bisa kapan saja, dan panasnya api neraka bagi orang yang suka mengumbar aurat. Aku memang belum mendapat hidayah untuk memakai jilbab, tapi apa salahnya membiasakan diri menggunakan pakaian tertutup?, lagipula itu juga akan melindungi kulitku dari sinar matahari yang bisa bikin hitam kan?
Kini aku berdiri di depan etalase kedai, aku memesan seporsi frozen yoghurt dengan topping nata de coco dan buah-buahan. Seperti yang kubilang, aku butuh kesegaran. Dan kurasa FroYo bisa sedikit mendinginkanku . Aku melihat menu, dan aku teringat akan kecintaan Anggara terhadap coklat, jadi aku memutuskan untuk membeli semangkuk kecil es krim coklat yang kelihatannya sangat menggoda selera.
Aku tak ingin membuat es ini semakin meleleh, aku juga tak ingin lama-lama memamerkan pahaku kepada semua orang, sehingga aku pulang sambil sedikit berlari. Anggara masih dengan seragam di teras, aku tak tau apa yang dia lakukan, mungkin sedang menunggu cecan lewat. Aku memberikan es krim coklat kepadanya, ia menatapku heran
"tadi gue beli FroYo gratis gituan, jadi daripada gue sakit gigi mending gue kasih ke elu!" kilahku
"oh, thanks" katanya sok cuek.
Hidup ini penuh dengan drama, parahnya sekarang dramanya sudah di modifikasi menjadi drama tai kucing yang najis bat ewh. Aku masuk ke dalam dan menyalakan televisi, menonton tayangan yang sebenarnya tak ingin ku tonton. Namun apalah mau dikata, tidak ada tv kabel disini. Tapi menurutku tak ada salahnya juga mengapresiasi karya anak bangsa, karena biar bagaimanapun kita ini hidup di Negeri ini. Aku duduk sambil menikmati frozen yoghurt yang segar. Setelah menyaksikan beberapa acara, aku sudah cukup terhibur karena acara yang putar di televisi mayoritas berupa tayangan komedi yang kocak walau terkesan tolol plus konyol.
Aku mengambil teleponku, aku ingin melepas rindu dengan sang Mentari.
"halo? Ini layanan pesan suara Mentari, silahkan tinggalkan pesan" terdengar seperti rekaman atau lebih tepatnya layanan dari kartu prabayar
"hmm.. aku ingin menitip pesan untuk mentari. tolong sampaikan padanya kalau aku rindu padanya, rasanya sudah dua abad kita tidak bertemu, dan asal kau tau, hidupku tanpa mentari bagai bumi tanpa sang surya!" aku sedikit kecewa
"ckckckck lebaynyaaa.. aku disini ziff!" yak dan aku masuk jebakan mentari lagi. Lagi.
"huh! Menyebalkann.."
"apa yang sedang kau lakukan princess? Masa aku sedang nonton katakan putus!"
"aku sedang menonton tv sambil makan yoghurt beku!, katakan apa? Putus?"
"heheheh iya, kamu tonton deh, acaranya tuh drama banget! Tapi kocak sumpah, ceritanya keliatan banget kalo settingan!" sambungnya lagi dengan sangat geli
"hmmm.. bentar-bentar" aku memainkan remot dan mengganti channel ke transtv, dan menyaksikan katakan putus. Benar saja, acara tersebut penuh dengan drama ala ala. Tapi lumayanlah untuk ditertawakan. Kami masih tersambung oleh telefon selama acara katakan putus di putar, kami saling berkomentar dan tertawa bersama sama saat menyaksikan reality show tersebut.
Anggara yang sudah bosan masuk ke dalam rumah dan melihatku tertawa terbahak sambil menelfon. Ah sungguh perusak suasana. Ia sedang melihat apa yang ku tonton, aku tak tau pasti apa yang ia pikirkan saat itu, namun kurasa ia menganggapku sakit jiwa, karena tertawa dengan ponsel sambil menyaksikan drama tidak jelas di televisi. Saat itu sang klien sedang nangis-nangis di depan cowoknya yang lagi berduaan sama simpanannya, dan kedua host hanya membujuk si klien dengan agak emosi, parahnya A KU ME NER TA WA KAN I TU, di depan Anggara.
"tari sebentar deh, nanti ku telpon lagi"
"eh..eh kenapa zif?" suaranya terdengar risau
"umm ada Anggara.." kataku sedikit berbisik
"ha benarkah? Aku ingin bicaraa!" katanya sedikit histeris
"ah udah gausah! Bye" dan aku menutup teleponnya secara sepihak.
Aku tak ingin Mentari berbicara pada Anggara, karena aku tau kalau Mentari suka dengan Anggara, sekalipun ia tak menyatakannya, aku tau itu sejak SD dulu. Ya biar bagaimanapun aku ini seorang yang peka, walau tidak pernah ingin kalau orang-orang tau kalau aku suka memperhatikan mereka. Btw, memang Mentari menyukai Anggara saat SD, tapi tak ada yang bisa menebak apakah saat ini ia masih suka padanya atau tidak. Kembali pada Anggara yang malah menyaksikan acara yang tadi ku tonton, ia sangat serius.
"ini acara apaan Ra? Drama banget buset.." tanyanya kemudian, matanya tak lepas dari layar kaca Aku menunjuk pojok layar kaca. Ia mengangguk. Dan kami jadi menonton acara tersebut bersama sama. Konyol.
"astaga! Gue napa nonton ginian?" akhirnya malaikat menyadarkannya, aku menggeleng
" woy Ra! Udah jangan nonton ginian, jalan-jalan yuk!" sejak kapan ia memanggilku ra?
"hmm.." aku berfikir sejenak, "bentar gue ganti celana dulu" Ku matikan televisi dan pergi ke kamar, untuk mengganti celanaku dengan yang lebih panjang. Aku jadi malu gara-gara kata-kata Anggara yang sangat mengetuk hati. Aku keluar dari kamar dengan mengenakan celana kulot putih ¾ dan masih dengan kaus hitam yang tadi ku kenakan.
"lo mau ngajak gue kemana si?" tanyaku saat ia menarikku ke garasi untuk mengambil motor
"ke kedai di ujung jalan. Es krimnya enak, gue mau beli lagi Ra.. hehhehe" ia menstarter motornya saat aku sudah duduk di belakangnya
"oiya, dan gue mau lu juga nyobain enaknya!" Mkay.
KAMU SEDANG MEMBACA
A-Z
Short Storyjadi kamu punya harapan, terus harapan itu di pupuskan oleh orang tuamu sendiri. tapi yang kau dapat malah sebuah kejutan tak terduga