First Meeting

178 13 0
                                    

"Hati-hati kerjanya, jangan ngelamun mulu."

Sheila mencebik kesal saat Eren menepuk kepalanya dan mengacak-acak rambutnya. Ia segera keluar dari mobil pemuda itu. Tanpa mengucapkan selamat tinggal, ia melangkah masuk ke dalam toko.

Sheila Putri Anggara. Nama gadis itu. Berusia dua puluh dua tahun dan baru saja lulus dari universitas. Ia sudah bekerja di toko pancake yang letaknya tak jauh dari apartemen ia tinggal.

Dan pemuda tadi bernama Airlangga Eren Syahputra. Usianya sama dengan Sheila. Mereka sudah bersahabat sejak kecil. Kedekatan kedua orangtua mereka membuat Eren dan Sheila seperti saudara.

Mereka seperti anak kembar. Lahir di tanggal, bulan dan tahun yang sama. Tetapi Eren lahir empat jam sebelum Sheila.

Awalnya Sheila menganggap Eren adalah kakaknya karena dia merupakan anak tunggal. Tetapi seiring berjalannya waktu dan menginjak usia remaja. Perasaan suka pada lawan jenis, Sheila rasakan pada Eren. Terkadang ia lebih protektif. Tetapi hal itu tidak diketahui oleh Eren. Karena Sheila berpikir bahwa dia dan Eren akan terus bersama.

"Assalamu'alaikum, Mbak." Sapa Sheila pada bosnya yang sedang menghitung uang di meja kasir.

"Dianter Eren ya?" Tanya Kikanーbosnya itu.

"Iya, mbak. Dia kemarin janji mau antar saya. Tapi malah dianya yang telat. Maaf ya, mbak." Sheila menyengir lebar pada Kikan.

Kikan mengangguk dan tersenyum maklum. Sheila memang tinggal berdua di Jakarta. Bersama Eren di sebuah apartemen yang diberikan oleh Ayah Eren.

"Hari ini adik ipar saya bakalan ke sini, langsung suruh dia masuk ke ruangan saya. Jangan lupa. Saya pecat kamu nantinya." Ujar Kikan diakhiri dengan kekehan.

Sheila yang mendengar itu bergidik ngeri. Meskipun itu hanya sebuah candaan, tetap saja Sheila takut. Karena dulu Kikan pernah memecat salah satu karyawannya karena teledor.

●﹏●

Jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas siang saat Sheila selesai menata pancake yang dibuat tadi di etalase. Ia menghampiri Sonyaーteman kerjanya yang sedang membersihkan salah satu meja.

Ia mengambil alih pekerjaan temannya itu dan menyuruhnya melayani pelanggan yang hendak membeli pancake.

Tring!

Suara lonceng pintu yang berbunyi menandakan seorang pelanggan toko masuk. Sheila membalikkan badannya dan menatap seorang pemuda yang terlihat bingung.

"Ada yang bisa saya bantu, Mas?" Tanya Sheila sopan.

Si pemuda itu mengernyitkan dahi. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tanda bahwa ia tidak tahu harus berbuat apa.

"Saya mau ketemu sama Mbak Kikan, bisa?" Pemuda itu akhirnya membuka suara setelah terdiam beberapa saat.

"Oh bisa, langsung ke atas ya." Jawab Sheila sedikit kikuk. Terpesona dengan penampilan pemuda itu.

Saat Sheila hendak berbalik dan melanjutkan pekerjaannya, pemuda itu memegang tangannya. "Bisa antar saya?"

"Hah?" Tanya Sheila melongo.

Beberapa teman kerjannya menatapnya iri.

"Eh, bisa. Mari saya antar." Sheila menggaruk tengkuknya. Lalu mengajak pemuda itu menuju ruangan bosnya.

●﹏●

"Eren!"

Sheila berteriak kencang saat melihat ruang tamu apartemennya berantakan. Eren tertidur di sofa dengan tangan yang masih memegang stik ps. Televisi masih menyala, kaleng minuman yang berserakan di sekitar meja dan dua mangkuk mie yang terletak di bawah meja.

Dengan kesal Sheila menarik hidung Eren hingga pemuda itu terbangun. Berteriak tak kalah kencang karena kehabisan oksigen. Ia duduk menyandar, mengumpulkan nyawanya.

"Haduh ngapain sih lo ganggu tidur gue mulu?!" Ucap pemuda itu dengan kesal.

Sheila berkacak pinggang dan memutar kedua bola matanya. Sedikit gemas dengan tingkah Eren.

"Lo tau ini jam berapa?" Tanya Sheila sarkatis.

Eren berkerut dahi dan melirik jam dinding yang menempel di dinding. Pukul sepuluh malam. Sudah tertidur empat jam ternyata.

"Gue gamau tau. Pokoknya lo harus beresin nih sampah secepatnya. Gue capek baru pulang." Sheila melenggang masuk ke dalam kamarnya. Tidak memperdulikan teriakan Eren yang memintanya untuk membantu.

Masa bodo lah. Dia baru pulang bekerja. Lelah pastinya. Sebenarnya ia pulang pukul delapan tadi. Setelah bekerja ia menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah tantenya dan baru kembali pukul sembilan, tapi sayangnya ia terjebak macet saat perjalanan pulang.

"Shel, gue minta maaf deh. Gue tadi libur soalnya."

Sheila mencoba untuk tidak menghiraukan Eren yang berbicara. Pemuda itu menepuk-nepuk pundaknya berkali-kali.

"Shel, plis kek ngomong. Jangan diem mulu." Eren menghela napasnya dan terduduk lesu di pinggir ranjang.

Karena gadis itu tak kunjung menjawab, terpaksa Eren melakukan hal yang biasa ia lakukan dulu ketika Sheila ngambek padanya.

Eren memeluk Sheila dengan erat. Disibakkannya rambut Sheila dan menelusupkan wajahnya di ceruk leher gadis itu. Mengendusnya dengan pelan.

"Eren, lepasin ah!"

Eren tersenyum lebar.

Sheila yang sudah jengah dengan sikap Eren pun langsung membalikkan badannya dan memeluk Eren. Menenggelamkan wajahnya di dada bidang milik pemuda itu.

"Gue sebel sama lo ish." Ucap Sheila sedikit kesal.

"Gue tau." Jawab Eren. Ia mengelus pelan rambut Sheila dan meletakkan dagunya di puncak kepalanya.

"Lo tau nggak sih, tadi adik iparnya bos gue dateng. Gila, ganteng amat dia."

Eren terkekeh. Ini adalah pertama kalinya Sheila menceritakan tentang seorang laki-laki padanya setelah dua tahun lamanya. Ia pikir bahwa sahabatnya itu sudah pindah haluan.

"Akhirnya Sheila jatuh cinta lagi."

"Jatuh cinta palalu. Gue pan cuma muji dia aja." Sungut Sheila tidak suka.

"Ya mungkin aja lo bisa cinta sama dia. Secara gitu cinta pada pandangan pertama itu masih nyata."

Truly YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang