Aku memejamkan mataku dengan rapat dan berusaha menyembunyikan senyumku saat wajah laki-laki yang datang ke toko empat hari yang lalu muncul di pikiranku. Ugh, aku tidak bisa fokus bekerja semenjak dia datang.
Mungkinkah aku menyukainya? Namanya saja tidak tahu. Lagipula sepertinya dia sudah lupa padaku. Dia tidak pernah datang lagi ke toko. Mbak Kikan juga tidak pernah membahas tentang laki-laki itu.
Dia tampan, menurutku. Atau menurut yang lain juga begitu. Tubuhnya tegap dan cukup tinggi untuk ukuran laki-laki dewasa. Jika dibandingkan dengan si tengil Eren itu, aku lebih tertarik padanya.
Senyumannya yang bisa membuatku meleleh setiap kali aku melihatnya dan wajah bingungnya yang membuat aku gemas.
Tring!
Aku menoleh ke arah pintu masuk dan menemukan Mas Rangga-suami bosku dan Ninaーputri mereka yang berumur empat tahun.
Aku tersenyum singkat dan mempersilahkan Mas Rangga untuk masuk ke dalam ruangan Mbak Kikan. Tetapi Nina malah menempel padaku.
Oh ya, sedari kecil memang Nina sering dibawa oleh Mbak Kikan ke sini. Dan selalu menyuruhku untuk mengurusnya jika anak itu ingin main. Alhasil setiap kali Nina melihatku, dia akan menghampiri aku dan memeluk kakiku.
"Nina kangen sama Mbak." Ucap Nina manja.
Aku tertawa pelan dan segera mensejajarkan tubuhku dengan Nina. Mengelus rambut ikalnya yang panjang.
"Mbak juga kangen sama Nina. Sini Mbak peluk." Aku merentangkan tanganku dan Nina langsung berhambur ke pelukanku.
Nina mengajakku untuk di sofa panjang yang terletak di pojok ruangan. Anak kecil itu merogoh saku jaketnya dan memberiku satu plastik permen warna-warni.
"Kemarin Om Alfath ngasih ini ke Nina." Ucap Nina sambil berusaha membuka pembungkus permen itu.
Aku membantunya dan menyerahkan permen yang sudah terbuka padanya. Dengan senang hati ia menerimanya.
Nina tak henti-hentinya berceloteh. Entah sudah berapa kali ia bercerita tentang Momoーkucing peliharaan kesayangannya itu. Dia juga bercerita tentang kegiatannya di playgroup. Dan terakhir, tentang omnya.
Ah sudahlah mungkin aku bisa melupakannya sejenak.
●﹏●
Hari Sabtu ini aku berencana untuk menghabiskan waktuku sendirian. Pergi ke mall sekadar membeli baju dan sepatu. Dan menghabiskan sisa waktu di toko buku.
Eren sibuk dengan tunangannya. Mereka pergi ke Bandung entah mau ngapain mereka di sana. Aku tidak terlalu peduli.
Kebetulan toko buku yang rutin aku kunjungi setiap weekend itu milik adik ayah. Jadi aku selalu mendapat potongan harga jika membeli banyak novel. Heheh.
Saat aku masuk ke sana, Shinta yang merupakan sepupuku itu langsung menyambutku. Ia mengajakku ke rak yang berisi novel baru. Tentu saja aku tidak menolak.
Aku sangat benci pada hal yang berbau mistis. Maka dari itu aku sangat tidak suka pada novel horor. Menyeramkan dan selalu membuatku kepikiran setelah membaca.
Aku lebih memilih novel yang membuatku sedikit baper dan tertantang. Angst, thriller, dark dan chicklit. Hanya itu.
Setelah puas membaca beberapa novel dan membelinya, aku segera mencari makan di foodcourt. Aku ingin sekali makan ramen.
"Mbak Sheila!"
Aku memutar badanku saat mendengar suara Nina yang terdengar dekat. Dia sedang duduk sendiri di dekat tembok kaca.
"Nina sama siapa di sini? Kok sendirian?" Tanyaku. Aku mengambil duduk di sebelahnya. Meletakkan makananku di meja.
Nina tidak menjawab pertanyaanku dan malah bertanya tentang apa yang kumakan.
"Nina, maaf om lama."
Deg!
Aku membeku sesaat ketika mendengar suara pemuda itu. Aku bahkan tidak berani menatapnya.
"Eh, ada kamu toh." Ucap pemuda itu.
Aku mendongak dan tersenyum malu. Kurasa pipiku sudah memerah seperti kepiting rebus. Ugh, aku sangat malu.
"Mbak, ini Om Alfath. Omnya Nina yang ngasih Nina permen waktu itu." Tunjuk Nina pada pemuda itu.
Jadi namanya Alfath. Lumayan lah aku bisa bertemu dengannya setelah seminggu tidak bertemu. Eh, aku kok malah gini?
Akhirnya kami memilih menghabiskan makanan kami seusai perkenalan singkat itu. Alfath hanya diam sambil sesekali menanggapi celotehan Nina.
Setelah itu, kami pulang. Nina menyuruhku untuk pulang bersamanya. Mana mungkin aku bisa menolaknya. Bisa-bisa Nina mengadu pada ibunya.
Alfath memutuskan untuk mengantar Nina terlebih dahulu karena ia sudah janji akan mengantar pulang keponakannya itu tepat pukul empat sore.
"Eh, kamu apa kabar?" Tanya Alfath memulai percakapan kami.
Hanya kami berdua di mobilnya. Terjebak macet di jalan.
"Baik, kamu sendiri?" Jawabku singkat.
"Alhamdulillah baik." Ia tersenyum padaku.
Aduh, lagi-lagi dia membuatku meleleh. Tolong aku teman.
"Kamu ada pin bb? Kali aja kalau Nina pengen keluar sama aku, aku bisa ajak kamu."
Aku hampir tersedak ludahku saat mendengar pertanyaannya. Alfath memberikan ponselnya padaku dan menyuruhku mengetikkan pinku.
Setelah itu aku mengecek ponselku dan menerima undangannya itu.
"Jadi kamu tinggal di sini ya?" Tanya Alfath saat kami sampai di depan pintu apartemenku.
"Iya, sama sahabatku. Eren." Aku membuka pintu apartemen dan mengajaknya untuk masuk. Di luar sedang hujan dan baju kami sama-sama basah.
"Eren? Airlangga Eren itu bukan?" Tanyanya.
Aku mengangguk pelan. Kemudian menyerahkan sebuah handuk kecil padanya.
"Kamu kenal sama Eren?" Tanyaku sedikit penasaran.
"Cuma tau aja sih. Kembaranku itu tunangannya."
Dan aku melongo dibuatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truly Yours
Historia CortaTentang dua orang yang sudah bersama sejak kecil. Dia merasa bahwa laki-laki itu adalah jodohnya. Tetapi takdir berkata lain. Dia bertemu dengan dirinya. Empat hari itu mengubah hidupnya. Apakah yang terjadi?