2

11 1 0
                                    


Bagiku kabut gelap semaki gelap, aku tak pernah berfkir ini akan semakin bertambah pekat tapi kau tak akan pernah tahu apa yang ada dibalik kabut itu jika kau tak pernah menerjangnya melintasinya dan melihat apa yang ada apakah cahaya yang hangat ataukah jurang yang dalam, yang setiap saat siap untuk menuntunmu dalam kegelapan.

Awalnya akau tak peduli dengan buku itu itu tapi, bayangan ibuku yang menangis terus menggelitik hatiku. Yang sepintas kulihat itu seprti buku harian yang semakin tua, dengan kilauan jika terkena sinar atau saat gelap, kilauan, kilauan? Kilauan!

Buku harian itu kubuka seperti seorang anak yang mendapatkan hasil lembaran ujiannya dan sudah tau hasil yang akan dapat.

" apa ini? tempat apa ini? Mimpikah? Mimpi! Mimpi yah ........ mimpi, bagaimana aku bangun?

Aku menutup mataku tapi yang terlihat hanya kegelapan dan saat aku membuka mata aku masih disini ditempat yang tak aku kenal orang-orang yang tak aku kenal serta tanda-tanda yang tak aku kenal sebenarnya aku ada dimana?"

Entah apa yang aku pikirkan mungkin aku akan seperti ini untuk sementara menghindar dari rutinitasku, sampai aku tau bagaimana cara untuk kembali terbangun.

Semuanya berbeda dari perkiraanku sejenak aku berfikir ibuku sudah gila dan ingin mengajakku gila bersamanya dan keadaanlah yang membuatnya seperti itu, untuk sesaat aku juga berfikir mencari tau yang sebenarnya tentang apa yang difikirkan oleh ibuku saat membaca ini hingga membuatnya menangis, sesaat juga aku sepertinya sudah menemukan jawaban yang kucari dari pertanyaanku tapi emosi yang keluar dari kekacauan pertanyaanku adalah,

" He.... Lelucon apa lagi yang ayah buat, inikah yang ingin ibu buktikan padakku bahwa ayah masih bersama kita" kataku sambil membating buku itu diatas meja bacaku, aku tak mempercayai ibuku saat ia mengatakan ayahku tak sedang sakit tapi hanya tertidur.

Jelas-jelas dokter mengatakan ayah mengalami mati otak dan kemungkinan besar ayah tak akan bangun lagi, lalu apa hubungan buku harian yang ibu berikan, dengan ayah.

Setelah makan malam bersama aku, ibu, dan adik perempuanku Ana, aku menyuruh Ana segera masuk kekamarnya, akhirnya tinggal aku berdua bersama ibu. Aku bertanya tentang buku harian yang ia berikan, ibuku hnya tersenyum lembut dan mengatakan.

" awalnya aku hanya ingin mengenang kebersamaan bersama ayahmu tapi, semakin aku membacanya aku mengerti apa yang sedang dihadapi ayahmu, buku harian itu tak akan berakhir anakku"

Aku menatap dalam-dalam kemata ibuku mencoba mencari keputus asaan dimatanya, tapi yang kulihat adalah keyakinan kuat seorang isitri dan sebuah harapan, jujur itu menyakitkan hatiku, dan ibuku melangka perlahan kearahku dan memelukku mengatakan dengan lembut,

" Bacalah setelah kau selesai membacanya aku akan menerima apapun keputusanmu anakku"

Dengan pelukan hangat dan tatapan sendu yang ibu berikan, aku tak bisa menolaknya aku hanya tertunduk dan berbalik membelakangi ibuku.

" Baiklah kalau itu yang ibu mau"


Dream ExplorersWhere stories live. Discover now