Aku mengambil sepedaku di tempat parkir sekolah. Ku bawa sepedaku menuju pintu gerbang. Peraturan melarang menaiki sepeda di halaman sekolah, jadi kami para siswa terbiasa mendorong sepeda kami dari gerbang menuju tempat parkir dan sebaliknya. Tampak dari kejauhan Chika bersandar di pagar tembok dekat pintu gerbang. Dia melihat ke arahku sambil melambaikan tangannya. Tak lupa dia juga memberikan senyuman manis. Benar-benar cantik, senja hari membuat pemandangan ini lebih indah. Setidaknya Chika terlihat cantik kala ini.
"Maaf membuatmu menunggu."
"Tidak, tidak apa-apa kok, lagi pula aku yang memintamu untuk menemaniku."
Lalu kami berangkat. Ku kayuh sepedaku menyusuri jalan menanjak. Tidakkah ini membosankan? Karna kami tidak saling bicara.
"Hei sebenarnya ada perlu apa hingga memintaku menemanimu?"
"Kita bahas saja di sana, kalau dibahas di jalan tidak nyaman rasanya."
"O-ok."
****
"Masih jauh ya? Kakiku sudah pegal."
"Tidak, sudah hampir sampai. Di depan perempatan itu tempat yang ingin ku kunjungi."
Kami pun sampai di tempat yang tidak terlalu mewah tapi nyaman. Ku parkir sepedaku di tempat yang telah disediakan. Chika menungguku tepat di belakangku. Jadi jika kau berbalik badan, reaksi yang akan kau keluarkan pasti terkejut.
"Kau ini bikin kaget saja."
"Hehe maaf membuatmu terkejut."
Kami berjalan beriringan. Sangat risih bagiku, tetapi Chika selalu mencoba merapat walau aku berusaha menjauh berkali-kali.
Tanpa persetujuan dari Chika, aku langsung memilih meja paling pojok. Sepertinya tidak masalah karna dia tidak protes.
Tak lama setelahnya, pelayan datang ke meja kami untuk mencatat menu yang kami pesan. Aku memesan pai dan teh sedangkan Chika memesan pai dan coklat panas.
"Jadi ada perlu apa kau mengajakku jauh-jauh ke tempat ini?"
"Anu, tidakkah kau mau ikut dalam perlombaan? Kita benar-benar membutuhkanmu." Sudah ku duga dia akan membahas hal ini.
"Tidak, terima kasih. Aku sudah mengatakannya bahwa aku tidak mau."
Di sela-sela pembicaraan kami. Pelayan tadi datang mengantar pesanan kami. Kami menghentikan pembicaraan sejenak dan mencicipi pai kami. Sepertinya pai ini dibuat oleh orang yang ahli. Karna pai ini sangat enak.
"Lagi pula kita hanya membutuhkan anggota baru untuk penggantiku kan?"
"Ya kau benar."
Chika sepertinya sedang menutupi sesuatu. Tapi aku tidak punya keinginan untuk menanyakannya. Aku juga tidak terlalu penasaran.
Ku pandangi Chika yang sedang meminum coklat yang dia pesan. Tak sengaja aku menemukan sesuatu.
"Hei apa kau selalu belepotan ketika makan? Bersihkan pipimu sana."
"Bo-bodoh!! Tidak usah kau beri tahu pun aku sudah sadar dan akan membersihkannya sebentar lagi."
Seketika Chika mengeluarkan satu pack tisu bungkus kecil dan mengambil beberapa lembar tisu. Dia membersihkan area sekitar mulutnya. Dilihar dari tingkah gugup dan tergesa-gesanya, sepertinya dia benar-benar malu.