Penawar Hati yang Terluka

23 1 0
                                    

Tes. Tes. Tes

Rintik-rintik hujan mengiringi lagu sendu kami malam ini. Malam ini kami cukup bersyukur bisa bermalam di emperan sebuah toko. Yah,sehabis lari dari bajingan terkutuk itu aku dan Reno terus berlari. Sampai akhirnya letih mengantarkan kami ketempat ini. Aku berjanji pada Reno besok semuanya akan dimulai dari awal. Besok awal hidup yang baru untuk kami.

"Mbak icha..",panggil Reno memecahkan lamunanku

"Iya sayang",balasku seraya mendekapnya dalam pelukanku. Membuatnya tetap hangat.

"Kasian Ayah mbak. Ayah kan cuma punya kita",katanya lirih. Aku hanya tertegun mendengarnya. Betapa mulia dan tulusnya hati nya. Bahkan setelah apa yang telah dia terima,Reno masih tetap memandang bajingan itu Ayah. Ayahnya.

"Sayang. Coba kemarikan tangan mu",pintaku. Reno mengulurkan tangannya. Ku singkap perlahan lengan bajunya. Sejenak aku tertegun melihat begitu banyaknya bekas luka ditangan mungil ini.

"Waktu Ayah kalah judi, kamu yang jadi pelampiasannya. Mbak masih ingat betul ini bekasnya. Waktu mbak terlambat mengirimkan uang kamu juga yang disiksa. Keningmu robek waktu itu. Mbak juga ingat. Bu Ratih tetangga kita yang mengantarmu kepuskesmas. Lalu ini. Di pipimu..",aku terdiam saat mengenang kembali asal muasal codetan panjang di pipi Reno. Tanpa kusadari cairan bening itu perlahan turun kembali.

Reno tersenyum menatapku. Jemari nya bergerak lincah mengusap pipi ku. Menghapus airmata ku.

"Reno yang salah Mbak. Reno yang tidak mendengarkan Ayah. Reno terus saja mengejar-ngejar Mama. Sampai Reno jatuh dan Ayah menangkap Reno. Ini hadiah dari Ayah karena Reno udah nakal",jawabnya tersenyum.

Flasback on
"Reno kembali! Kembali Ayah bilang! Dia bukan Mama mu! Mama mu sudah mati! Dia itu pelacur!",bentak Ayah sambil mengejar-ngejar Reno dengan kaki satunya.

Seakan tak menghiraukan Ayahnya,Reno terus berlari. Namun semakin kuat usahanya semakin jauh Mama nya berlalu. Semakin lama semakin jauh hingga hanya sebuah siluetnya yang tampak.

Bruk.

"Aduh!",pekiknya jatuh. Siku dan lututnya mengeluarkan darah segar. Tapi tak ada rasa sakit. Sakit pilu hatinya lebih sakit dibandingkan lukanya.

Plak!
"Dasar anak pelacur! Sudah dibilang jangan kejar pelacur sialan itu! Dia bukan Mama mu. Dia pelacur! Mama mu sudah mati! Kau dengar itu heh!?",hardik Ayah mendapati tubuh mungil Reno.

Dengan kasar Ayah menarik paksa tangan Reno untuk kembali ke gubuk. Aku yang melihat Reno berdarah terkejut.

"Ayah,Reno kenapa?",tanyaku

"Adik mu ini penghianat. Dia mau menyusul pelacur tua itu! Adik mu ini harus diberi pelajaran!",jawabnya sambil membakar sepotong besi tua diatas tungku perapian.

"Ayah! Apa yang mau kau lakukan? Jangan Ayah! Kumohon. Reno masih kecil. Dia tidak tau apa-apa. Tolong Ayah jangan!",pekik ku saat menyadari apa yang akan dilakukannya pada Reno. Tapi aku saat itu hanyalah gadis kecil. Yang tak berdaya menghalau tangan kekar Ayah yang mengangkatku kasar dan mengunciku di kamar.

Erangan-erangan suara Reno yang penuh kesakitan hanya mampu ku tangisi dibalik tembok.

Flashback off

Hujan semakin deras. Tampaknya kami tidak bersahabat malam ini. Kudekap Reno dalam-dalam. Memberikan semua kehangatan yang ku punya.

Tuhan,jika Kau benar ada. Jagailah kami malam ini. Berikan hari esok yang lebih baik buat kami. Terutama buat Reno, Reno-ku yang malang



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 05, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Keluarga Untuk RenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang