Mama selalu bilang, "jangan sering bangun siang! Nanti rejekinya bisa di patok ayam! Jadinya bisa jauh rejeki kamu, Mal..." Nasehat mama waktu itu
Atau yang lebih seramnya mama juga suka mewanti-wanti diriku kalau aku susah bangun pagi, "dengerin yah nasihat mama! Kamu gak akan dapet jodoh kalau masih susaah bangun pagi!" Katanya menunjuk-nunjuki wajahku dengan centong nasi waktu kami memasak di dapur.
"Ah! Belum tentu dong ma..." Sahutku cuek tidak peduli.
Aku selalu percaya jodoh itu ada di tangan Tuhan. Dan Dia lah yang akan mengatur,kapan kita ketemunya dan kapan kita bisa menikah. Itu semua pasti sudah ditetapkan oleh Nya.
Jadi tinggal kita aja berusaha memperbaiki diri. Aku insya allah bisa melakukannya untuk menutupi kekuranganku. Tapi...
Untuk masalah bangun pagi??
Kuakui itu agak sedikit berat.
Sampai pada suatu hari aku harus mengubah kebiasaam jelek ku itu. Hanya karena untuk bertemu denganya...
*
Aaarrrgh!!
Ingin rasanya aku berteriak sekarang juga, di tengah kemacetan yang padat merayap di jalan raya.
Begini resikonya kalau jadi anak kuliahan yang tinggal di Jakarta, pasti bisa telat kalau bangun terlambat sedikit aja.
Ku belokan stang motorku ke arah jalanan kecil di sebelah sana, Terpaksa, gak ada pilihan lagi, aku musti lewat jalanan kecil begitu kalau mau terbebas dari kemacetan di sekelilingku sekarang.
Tin! Tin! Tin!
Mobil angkot dibelakangku ngamuk dengan cara membunyikan klasonnya, ketika aku harus memotong jalan melewatinya.
"Oy! Neng!! Jangan seenaknya lewat depan situ! Nanti bemper depan mobil abang bisa lecet!" Cerocos supir angkot kearahku.
Bodo amet!
Aku cuman melihat sekilas sembari terus nyelonong jalan lewat depan mobil angkot.
Di kepalaku saat ini cuman ada pikiran, bagaimana caranya bisa sampai tepat waktu di kampus biarpun harus pakek motong jalan dan ngelewatin jalan sekecil lubang tikus.Aku juga gak mau dikunciin sama dosen killer sepanjang sejarah di kampusku, Pak Rosdi. Bisa jadi wassalam nanti nilai mata kuliahku di Pengantar Ilmu Komunikasi .
*
Setelah berjibaku dengan kemacetan khas ibu kota di jalan raya, serempet sana serempet sini, nyelip sana nyelip sini, dan diklasonin puluhan kali dari mobil sedan sampai kontainer.
Akhirnyaa dengan kuasaNya, aku bisa sampai juga di statiun kereta Manggarai.
Ku rogoh tas ranselku buat mengambil kartu kereta dan memasuki pintu cek khusus di statiun.
Ting!
Kartu keretaku selesai sudah di verified.
Kereta tujuan Pasar Minggu, Depok dan Bogor telah tiba di statiun Manggarai...
Mendengar pengumuman tadi.
Aku langsung lari maraton kearah peron 5 yang letaknya paling ujung statiun.Sebel banget, begini biasa yang sering aku lakukan. Kalau gak lari, yang ada kereta MRT bakal keburu berangkat lagi.
Silakan kereta di jalur 5 sudah aman untuk diberangkatkan...
Terdengar pengumuman lagi. Membuat aku melangkahkan kakiku lebar-lebar supaya cepat sampai depat kereta.
"JANGAN DITUTUP PAAK!! PINTUNYAA!!" Teriakku kencang kearah masinis di gerbong belakang kereta.
Sengaja kujulurkan tanganku kearah pintu kereta yang akan mulai menutup. Hap! Akhirnya tanganku membuat pintu otomatis itu terbuka lebar kembali.
Secepat kilat aku loncat masuk ke dalam gerbong kereta. Sesampai di dalam, kuatur napasku yg sudah ngos-ngosan karena tenagaku sudah terkuras habis buat lari maraton tadi.
Orang-orang di dalam kereta ngelirikku dengan wajah kaget karena jarang-jarang seorang cewek bisa lari cepat dari pintu masuk statiun sampai ke ujung peron 5.
"Haduuh cepat berangkat kek ini kereta... malu nih diliatin terus," Ujarku pelan karena kereta MRT yang kutumpangi sekarang belum juga berangkat. Padahal pintunya sudah tertutup rapat.
Jreeeeet!
Tiba-tiba pintu kereta di sampingku terbuka kembali. Kulihat seorang masinis berdiri diluar sana ketika pintu kereta sudah terbuka lebar.
"Mbak... ini kartu kereta mbak kan?" Tanya mas-mas itu yang tak lain seorang masinis.
"Eh? Masa?" Tanyaku bingung.
Berhubung kartu kereta bentuknya mirip semua, gak mungkin kan aku ngakuin kalau kartu itu milikku. Bisa aja itu punya orang lain.
"Iya mbak, ini kartu kereta milik mbak. Tadi saya liat mbak jatuhin kartunya di depan saya pas lari-larian tadi." Jelas masinis tersebut sembari menyodorkan kartu kereta kearahku.
Ku rogoh tas ranselku dan memeriksa isi dompetku untuk membuktikan kalau kartu itu memang benar milikku. Ternyata kartu keretaku sudah hilang di dalam dompetku.
"Makasih banyak yah Pak... ini kayaknya kartunya memang punya saya," kataku menerima kartu kereta dari tanganya.
"Iya, gak apa-apa kok mbak. Oh iya jangan panggil bapak. Saya ini masih mas-mas," tambah si mas masinis itu tersenyum manis.
Aku sempat kepicut sama senyuman manis pak eh si mas masinis tersebut. Aku baru sadar kalau dia masih muda. Mungkin sekitar 3 tahunan diatasku.
"Ehh, iya mas---" kulirik sekilas namtag diatas seragamnya, "mas Aldi terimakasih banyak yaak," lanjutku tersenyum.
Mas Aldi di depanku agak sedikit kaget pas aku nyebutin namanya. Tapi aku memberikan kode dengan lirikan mata kalau aku mengetahui namanya dari nametagnya yang terlihat jelas di seragam putih masinisnya.
Ia lalu mengembangkan senyumannya lagi. Entah kenapa ekpresinya terlihat begitu senang kalau aku nyebutin namanya. Kenapa ya?
"Iya, sama-sama. Ngomong-ngomong, aku sebenarny----"
Kereta dijalur 5 bisa diberangkatkan sekarang. Sekalih lagi kereta di jalur 5 bisa diberangkatkan sekarang juga!
Penguman itu terdengar lagi. Mas Aldi si masinis di depanku terlihat sedikit kesel karena ucapannya terpotong tadi. Tapi akhirnya dia cuman tersenyum sembari menganggukan kepalanya sebentar kearahku. Kemudian, pamit dan kembali ke gerbong kereta belakang dimana tempatnya berkerja.
Ada perasaan aneh ketika mas Aldi tersenyum begitu manisnya kearahku. Aku merasa dia seperti terlihat begitu senang saat ketemu denganku tadi. Apa cuman perasaanku aja kali yah yang berlebihan?
"Udah deh Malaa... please control your self! Jangan ke geeran dulu! Yaeelaah!" Ujarku berbicara pada diriku sendiri. Sedang mengingatkan hatiku sendiri.
Akhir-akhir ini aku sedang ancang-ancang memasang plat 'No Love at First Sight Permission' di hatiku. Karena sebuah pengalaman masa lalu yang mengajariku. Aku tidak ingin patah hati lagi dan jatuh cinta lebih awal pada padangan pertama. Cukup sekalih saja dan itu cukup diriku dengan Rehan. Aku tidak mau lagi mengalami patah hati lagi, dan berpikir bodoh lagi seperti yang dulu ku lakukan, mengira Rehan juga menyukaiku ternyata dia malah membutuhkanku hanya sebagai jembatan untuk berpacaran dengan sahabatku sendiri.
Itu pasti menyakitkan? Oh pasti. Aku sempat nangis sembari naik motor sehabis pulang dari sekolah. Untungnya aku memakai helm yang menutupi wajahku jadi tidak seorang pun dijalanan yang tahu kalau wajahku sembab karena menangisi seorang cowok.
Kereta MRT yang aku tumpangi akhirnya melaju juga. Melaju cepat meninggalkan jauh-jauh perasaan ke-geeranku untuk soerang masinis cakep tadi. Perasaan itu seperti tertinggal di statiun Manggarai dan hilang ditelan dalamnya hatiku yang dingin.
***
Next part 'Tepat Waktu'. Just wait yaah. Masih dengan tentang cerita Si Aldi dan Mala.Lamboever-