Jauh

142 16 3
                                    

Entah harus berapa lama lagi
Rasa ini ku pendam sendiri
Rasa cintaku pada dirimu

"Fik, tadi gue berangkat bareng doi dong." Pamer dia.

"Kok bisa? Gimana caranya?" Tanyaku penasaran.

"Tadi pagi doi jalan sendiri terus gue lewatkan sama Blacky gua ajak bareng aja." Jelasnya sambil tersenyum bahagia. Blacky adalah panggilan dia untuk motor satria berwarna hitam kesayangannya yang dia beli sendiri dari hasil tabungannya.

"Mau gitu dia lo ajak bareng?"

"Maulah. Kan gue bujuk. Eh tapi gue juga harus berterima kasih kepada waktu."

"Karena?"

"Coba gue gak bangun kesiangan pasti gue gak ketemu dia dijalan. Coba kalo bukan karena jam masuk bentar lagi pasti dia nolak ajakan berangkat bareng gue. Coba kalo bukan karena guru piket hari ini pak Bambang yang kalau ngasih hukuman untuk anak-anak yang terlambat kaya ngasih siksaan neraka dibumi pasti dia lebih milih terlambat." Jelasnya panjang lebar.

Pak Bambang memang dikenal sadis dan kreatif bila mengasih hukuman. Pak Bambang pernah memberi hukuman kepada Raka, karena datang terlambat, anak kelas 11 yang terkenal karena gayanya urakan, untuk berjoget dan bernyanyi dangdut dilapangan pakai speaker disaksikan oleh anak-anak yang sedang olahraga dan anak-anak yang penasaran, harus satu lagu dangdut full bila tidak full harus ulang lagu dangdut lain. Pak Bambang juga pernah menghukum Dhani karena tertidur saat jam pelajarannya dengan cara mengepel lantai koridor sendirian sepulang sekolah dan diawasi oleh pak Bambang sendiri. Pak Bambang memang kreatif bila memberi hukuman. Hukuman itu bisa sangat memalukan atau sangat melelahkan.

"Ohh, seneng dong lo sekarang?"

"Senenglah. Nanti gue traktir makan deh. Untuk merayakan keberhasilan gue selangkah lebih dekat dengan doi." Katanya sambil tersenyum. Dan aku hanya mengangguk serta tersenyum menanggapinya.

-----

Entah harus berapa lagu lagi
Yang ku tulis agar kau mengerti
Rasa cinta di hati ini
Yang tumbuh hanya untuk dirimu

"Sudah siapkan semuanya?" Tanya bu Susi kepada para murid.

"Siap apa, Bu?" Jawab murid kompak pura-pura tidak tahu.

"Hari ini kita akan mengambil nilai musikalisasi puisi." Kata bu Susi.

"Yahh Bu belum siap," kata Mark, "Minggu depan aja Bu," sahut anak-anak yang duduk dibarisan belakang, "Perasaan ibu belum bilang deh kalo minggu ini kita ambil nilai," entah siapa yang bilang aku tidak memperhatikan, yang jelas suasana kelas sangat ramai, semua teman-temanku berusaha agar pengambilan nilai musikalisasi diundur.

"Sudah-sudah diam. Makanya kalo apa-apa itu gak usah pake perasaan, itu cuma buat kamu lupa atau memaksa lupa terhadap sesuatu. Lagipula ibu nulis kok dibuku agenda kalau hari ini kita pengambilan nilai." Ucap bu Susi tegas membuat anak-anak diam dan mulai fokus dengan apa yang harus mereka lakukan nanti saat maju.

Saat ini kelasku sedang pelajaran seni musik dan materi kita adalah musikalisasi puisi. Parahnya pengambilan nilai ini individu bukan kelompok. Tamatlah anak-anak yang lemah dibidang musik.

"Lo udah siap?" Tanyaku kepada dia, dia memang selalu ada disampingku, karena cuma dia teman eh sahabat yang aku punya, aku dekat dengan anak kelas yang lain tetapi kurang merasa nyaman saja, jadi aku selalu menempel kepadanya kalau disekolah.

"Udah dong." Jawabnya penuh percaya diri tetapi sambil berbisik karena saat ini pengambilan nilai sedang dilaksanakan.

"Doain gue yak." Pintanya saat nama dia disebutkan.

JAUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang