"Aku Sayang Kamu"

2.5K 89 8
                                    

"Huahhh, aku benci inuyasha...." Kagome berteriak di dalam kamarnya, kemudian merebahkan dirinya di tempat tidur. Perlahan matanya terpejam, namun airmata yang sedari tadi ditahannya mulai menetes keluar. Hari itu inuyasha benar-benar menyebalkan, dengan sengaja-kagome yakin sekali-dia memeluk kikyo didepan matanya bahkan mereka....
"Aaaaaaaa......" sekali lagi kagome berteriak. Angin berhembus kencang masuk ke kamarnya, menerbangkan beberapa kertas di meja belajarnya. Namun kagome tidak perduli, pikirannya tertuju pada inuyasha dan tentu saja kikyo.

Cahaya bulan masuk ke kamar kagome, namun tidak seluruhnya menyinari kamar itu karena tertutup siluet seorang laki-laki dengan ekor serigala dan telinga kucing.
"Dasar ceroboh, kalau ada orang masuk bagaimana...?" seru laki-laki itu. Dia menoleh ke sisi tempat tidur, tempat dimana kagome memejamkan mata, lari dari dunia nyata ke dunia mimpi. Inuyasha masuk ke kamar kagome, namun langkah pertamanya tepat mengenai pensil dan kertas-kertas yang bertebaran di seluruh lantai kamar.
"Au...." dia mengaduh kesakitan, tapi segera menutup mulutnya dan menoleh lagi kearah kagome. Tidak ada tanda-tanda dia terbangun, inuyasha memutuskan untuk mendekati kagome, dan duduk di sisi ranjang. Tangannya menyibakkan helai-helai rambut kagome yang menutupi wajahnya.

"Inuyasha...." kagome bersuara, tersentak kaget inuyasha bergerak cepat keluar dari kamar itu lewat jendela. Namun, tidak terlihat adanya gerakan dari kagome, jadi dia memutuskan untuk kembali ke posisinya tadi.
"Aku sayang kamu....." gumam kagome-tentu saja dalam tidurnya-seketika itu wajah putih inuyasha memerah, membelak tak percaya dia menatap lekat-lekat kagome, senyum samar tersungging di raut mukanya.
"Jatuh...." tiba-tiba kagome mengucapkan mantra, disusul dengan jatuhnya inuyasha dengan wajah terlebih dahulu.
"Apa yang kau lakukan... dasar bodoh.... dalam tidurpun masih sempat kamu mengucap mantra...." seru inuyasha marah. Dan tentu saja suara jatuhnya inuyasha, dan teriakan marahnya membangunkan kagome.
"Apa yang kau lakukan disini.... ini kamarku...." ganti kagome yang berteriak melihat inuyasha terjerembab di lantai kamarnya.
"Harusnya aku yang bertanya... kenapa kau memantraiku...." balasnya mencoba berdiri
"Aku.... dasar setengah siluman jelek... telinga kucing kurang ajar... kau membuatku menangis.... wajar saja kalau aku memantraimu...."
"Kau...." inuyasha tidak bisa menjawab lagi, sekarang kedua wajah mereka berhadapan, saling beradu ekspresi, siapa yang paling marah. Dan kagome yang menang karena inuyasha memalingkan wajahnya dan memanjat jendela.
"Cepat kembali... shipo terus menangis di depan sumur menunggumu...."
"aku tidak akan kembali....."jawab kagome.
"apa maksudmu..." teriak inuayasha
"kau tuli ya... aku bilang aku tidak akan kembali.... apa urusanku disana... naraku sudah tewas... shikono tama hancur... apa lagi yang bisa kukerjakan disana.... lagipula sudah ada kikyo disana...." kalimat terakhir diucapkan kagome dengan perlahan.
"Bodoh... memangnya kenapa kalau ada kikyo... yang kuinginkan kamu... bukan kikyo..." jawab inuyasha masih dengan teriakan, namun begitu menyadari apa yang diucapkannya dia mengalihkan wajahnya yang sudah kembali memerah.
"Apa...."
"gezzz.... kau ini... aku tidak peduli ada kikyo atau tidak disana... yang ku pedulikan hanya kamu.... kalau kamu tidak ada disana buat apa aku disana... lebih baik aku tersegel dan tidak bangun ...." inuyasha tidak sempat meneruskan ucapannya karena kagome keburu menutup mulut inuyasha dengan jemarinya.
"Jangan bicara tentang kematian lagi....." sudah cukup baginya kehilangan nenek kaede dan kouga dalam pertempuran, dia tidak ingin lagi ada orang terdekatnya yang meninggal.
Kedua mata mereka bertemu, dalam diam mereka saling berbicara, keempat mata itu saling memberi isyarat, mengungkapkan semua yang tidak bisa mereka ungkapkan dengan kata-kata. Ditemani oleh oleh sinar bulan sabit yang seakan ikut tersenyum melihat adegan mereka.

"Aku Sayang KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang