Memories Ringing

1K 55 5
                                    

1.

Hari ini hujan turun untuk pertama kalinya ditahun ini. Aku merasa tahun ini berjalan begitu cepat, seperti angin yang berhembus begitu saja. Aroma tanah menyebar disekitar jendela yang terbuka, memberi kesan untuk membuatku mengingat kembali kejadian-kejadian masa lalu. Tetesan air meluncur pelan dikaca jendela, pelan namun pasti membuat pikiranku terbang ke tahun-tahun sebelumnya.

Aku mengingatnya, kenangan lama yang begitu ku rindukan. Lima tahun lalu? Sepuluh tahun lalu? Tidak, aku mengingat kenangan itu mulai dari rengekkan pertamaku di taman kanak-kanak. Sepasang tangan menggenggam tanganku, wajahnya kesal, tak mengucapkan sepatah katapun, namun ia tetap menggengamnya hingga ibu datang bersama seorang anak laki-laki lain. Aku tak ingat pasti apa yang terjadi setelah itu, ingatanku memudar dan berganti dengan penuh tawa dari dua orang remaja laki-laki. Tinggi mereka sejajar, dengan warna baju senada mereka terlihat mirip. Perasaanku menghangat, suara mereka tergiang begitu saja.

Tanpa sadar, aku tersenyum tipis. Aku ingin mengingat bagaimana dua laki-laki itu tumbuh bersama, berbagi kenangan bersama hingga mereka dewasa. Namun suara cangkir yang diletakkan dan wangi kopi membuyarkanku.

Seorang laki-laki tersenyum tipis setelah meletakkan cangkir berisi kopi itu. Ia kemudian duduk disampingku dan menyesap kopinya.

"Sudah lama ya?" Aku merasa suaranya tercekat ketika mengucapkannya. Ia tersenyum seperti dihari pernikahan kami, mungkin hujan mengingatkannya juga pada kenangan lama. "Jika di ingat-ingat, sudah lebih dari lima belas tahun ya?" ia berkata sambil menerawang.

"Merasa sudah tua?" Aku bergurau, ia tertawa pelan kemudian menatapku. Entah karena suasana hujan, atau entah karena pikiran kami melayang pada masa lalu, suasana sore ini membuat kami merasa murung.

"Hari ini hujan, seperti hari itu." Ia bergumam pelan, amat sangat pelan namun aku tetap mendengarnya.

Mengenai hari itu, tentu saja aku ingat. Dua puluh tahun yang lalu hujan deras membasahi tanah rumah kami, rumput yang mendadak tidak terurus selama berbulan-bulan telah menjulang tinggi, bunga-bunga mati, dan aku hanya melihat kekosongan.

Tiba-tiba, ia menggenggam tanganku sehingga pikiranku kembali. Ia tersenyum pasti seolah-olah meyakinkanku mengenai diriku saat ini. Namun terkadang aku tetaplah aku seperti dua puluh tahun yang lalu, atau bahkan tiga puluh tahun yang lalu.

***

Summer, Seoul

1992

Tahun 1992, saat itu tahun pertama kami di sekolah menengah atas. Aku mengalami banyak hal yang menyenangkan, banyak hal yang tak terduga namun aku merasa kami berdua menikmati itu semua.

Kala itu hari terakhir diliburan musim panas. Di akhir minggu dan akhir liburan ini aku menghabiskan waktu untuk memikirkan apa saja yang aku kerjakan selama liburan. Aku ingin menulis hal yang sangat berkesan untuk dijadikan tugas essai. Namun si pencorot itu benar-benar menggangguku.

Aku sudah kesal dengan ia menyalakan TV dengan volume yang besar, kemudian ia menaruh kakinya yang sangat bau dipangkuanku.

"Woi Kim Mingyu!"

"Apa sih, berisik." Si sialan ini benar-benar pencorot nomor satu, ia bahkan tidak sadar dengan apa yang dilakukannya.

"Mulutmu pindah ke kaki ya? Bau tahu!"

"Oh ya?" Kemudian ia mencoba mencium kakinya, seketika ia mengernyit dengan ekspreksi berlebihan, seolah-olah ia mencium bangkai. Oh ayolah baunya melebihi itu.

"Pantas saja, ini kan kaos kakimu."

Aku memeriksa telapak kakinya, benar saja, tertulis KMA disana.

Hide And SeekWhere stories live. Discover now