Melihat.

64 2 0
                                    

Malam itu, Aku berjalan di trotoar yang dipenuhi genangan air hujan yang saat itu turun dengan deras. Secarik kertas bertuliskan alamat sebuah kantor grafis kupegang dengan sangat erat. Begitupula sebungkus nasi goreng yang baru aku beli untuk berjaga-jaga dari kemungkinan kelaparan ditengah derasnya hujan di Kota Jakarta.

Bukan tanpa alasan aku berjalan seperti orang tak terurus di kota yang hampir tak pernah tidur ini, aku baru saja hijrah dari kota Bandung dan pergi ke Jakarta untuk menepati permintaan seorang pengusaha grafis yang memintaku untuk menjadi asistennya.

Uh, mungkin sebagian orang menganggapku berlebihan, tapi ini satu-satunya langkah cepat bagiku untuk membuat cita-citaku terwujud, toh kalau aku bersedia menjadi asisten terlebih dahulu, aku yakin kemudian hari aku akan menjadi desainer nya, haha, amin.

Ohiya, aku hampir lupa memperkenalkan diri, namaku sheon, seorang perempuan berambut sebahu, dan berumur 18 tahun. Kedua orang tuaku lebih menyukaiku jika aku melanjutkan pendidikanku ke tingkat perguruan tinggi, tapi, apa daya, aku berasal dari keluarga sederhana, dan tidak memungkinkan mampu mebayar biaya kuliah. maka dari itu aku berjanji akan segera mewujudkan cita-cita ku sebagai desainer dan menjadi sukses. Lalu tiba-tiba saja pihak kantor grafis "Division graph."(Author ngarang)
menelpon keluarga kami, dan memintaku bekerja disana, walaupun sebagai asisten, mereka bilang jika melihat potensi lebih maka mereka akan mengangkatku sebagai desainer.

Aku sedikit menyayangkan itu, bukannya aku tidak senang, aku ingin menjadi seorang desainer pakaian, tapi mereka akan menjadikanku desainer grafis. Aku berharap aku bisa lebih sukses dengan jalan ini.

Baiklah, kembali ke nasibku yang diterjang hujan dan kedinginan. Mataku melihat kearah seorang nenek tua yang sedang duduk sendirian disebuah halte bis, aku berpikir nenek itu sedang menunggu bis datang, semalam ini? Tanpa pikir panjang aku menghampiri nenek tersebut dan duduk disampingnya.

"Maaf, nek, apa nenek sedang menunggu bis?." Tanyaku seraya melihat kearah nenek tersebut. Nenek itu melihatku balik.

"Tidak, aku sedang menunggu hujan reda, nak." Jawabnya dengan suara yang begitu lembut.

"O-oh begitu, nek." Balasku dengan sedikit ragu.

"Oh iya, nek, apa nenek tau letak alamat ini? Aku baru saja tiba di Jakarta, jadi aku tidak tau dimana letak-letak di kota ini." Tanyaku Sambil memperlihatkan kertas kusut dan sedikit basah yang aku pegang sedari tadi. Nenek tersebut sedikit menyipitkan matanya, mungkin sedikit kesulitan membacanya, maka akupun menyebutkan alamat tersebut.

"aku tau nak, itu dekat dari sini, Ikuti saja jalan ini, belok kanan dan berjalan lagi sedikit, maka kau akan menemukan kantor tersebut di samping kanan jalan, kantornya cukup besar jadi aku yakin kau akan mudah menemukannya." Jawabnya dengan senyuman yang terukir dibibirnya. Heran, aku yakin dia seorang wanita yang tangguh. Tapi dimana keluarganya?

"Terimakasih banyak, nek. Tapi, dimana keluarga nenek? Nenek sendirian?." Nenek itu mengangguk, aku sedikit terguncang dengan jawaban tersebut. Aku yakin ia sudah menunggu lama, terlihat dari wajahnya yang menampakkan kelelahan. Aku melihat kearah sebungkus nasi goreng yang aku pegang.

"Nek, ambilah ini, aku yakin nenek lapar." Ujarku sambil menyodorkan bungkusan tersebut.

"Bagaimana dengan mu, nak?." Tanya nenek tersebut dengan wajah yang sedikit cemas.

"Aku tidak apa-apa, kan sebentar lagi juga sampai." Jawabku seraya tersenyum. Nenek itupun membalas senyumanku dan menerima bungkusan tersebut.

"Kenapa kau tidak memakai taksi saja nak?." Tanyanya kembali.

"Uangku dicuri." Aku mengingat saat baru saja beberapa langkah aku keluar dari bis pertama yang aku tumpangi, seorang laki-laki mencuri dompetku yang berisi uang, untungnya tidak semua, tapi bagiku itu jumlah yang lumayan banyak.

"Aku tau betapa kesalnya dirimu." Ujar nenek tersebut, aku hanya mengangguk seraya menundukkan kepalaku.

"Tapi perlu kau ketahui, akan lebih banyak hal yang akan kau lihat selama tinggal disini dan membuatmu ingin kembali ke rumah. aku berpesan, tetaplah melihat sekitar." Aku terbelalak mendengar ucapan nenek tersebut. Tapi aku berusaha menangkis semua pikiran buruk yang ada di otakku.

"B-baiklah nek, terimakasih." Jawabku dengan sedikit terbata.

Beberapa menit kemudian hujanpun reda, kamipun berpamitan dan saling memberi pesan berhati-hati. Aku melanjutkan perjalananku sementara nenek tersebut pulang kerumahnya. Sepanjang jalan ucapan nenek tersebut terus terngiang dalam otakku.

'Aku lupa menanyakan namanya!'

To be Continue...

RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang