Aku hanya terdiam sambil asik memandangimu yang sedang mengobrol dengan teman-temanmu yang sebenarnya juga teman-temanku. Aku mau bergabung. Ah.. tapi aku harus belajar. Olimpiade astronomi tingkat provinsi telah menungguku. Kembali kuarahkan mataku pada buku yang tergeletak manis di depanku.
Hukum Kepler I. itulah kata yang pertama kali kubaca "Setiap planet bergerak dengan lintasan elips, matahari berada disalah satu fokusnya." Entah mengapa aku langsung teringat kamu. Mataku pun tanpa sengaja melihatmu lagi. Sepertinya hukum kepler I berlaku untukmu. Kamu matahari. Dan mereka adalah "planet" yang mengelilingimu. Mereka yang kumaksud adalah perempuan-perempuan yang menaruh hati padamu. Semakin lama semakin kutahu banyak dari wanita-wanita yang kukenal menaruh hati padamu. Akh.. dengan senang hati pula aku mengakui bahwa salah satu dari "planet" tersebut adalah aku. Bararti aku harus berjuang menjadi merkurius. Biarpun aku paling kecil. Tapi aku yang paling dekat dengan matahari.
Mengapa banyak sekali kutemukan kata Tata Surya di buku ini?. Yaiyalah. Aku sedang mempelajari astronomi sedangkan Tata Surya itu sendiri memiliki pengertian kumpulan planet yang bersusun mengelilingi matahari sebagai pusatnya. Tak aneh sebenarnya. Tapi kenapa aku merasa ada yang janggal. Oh ya, aku lupa. Tata adalah nama panggilanku. Walaupun tak banyak orang yang memanggilku begitu termasuk kamu. Kamu lebih suka memanggil nama depanku atau malah kadang memanggilku dengan nama klub sepak bola yang kusukai, Arema. Tidak romantis sekali. Sedangkan Surya itu sendiri adalah... Ya Kau tahu sendiri Surya itu adalah nama tengahmu. Surya adalah nama keduamu. Yang itu berarti alam semesta ini pun merestui kita. Buktinya adalah nama kita yang mereka pakai sebagai nama mereka. Tata Surya. Singkat saja. Tapi mampu mewakili indahnya dunia. Dan indahnya cintaku padamu.
Ah.. jujur. Tapi bagiku kau adalah Venus. Kenapa aku memilih untuk membandingkanmu dengan Venus. Bukan dengan bintang atau bulan. Coba kamu lihat ke langit. Jika kau melihat ada bintang yang paling terang disana, itu bukan bintang. Itu adalah Venus. Venus memang bukan bintang. Tapi memiliki cahaya yang lebih terang daripada bintang. Seperti kamu. Yang selalu menerangi kehidupanku. Bintang ada banyak sedangkan Venus hanya ada satu. Mungkin banyak laki-laki yang bersinar. Namun kau, kau hanya ada satu. Satu dan yang paling terang. Mungkin Venus tak memancarkan cahayanya sendiri. Mungkin dia hanya memantulkan cahaya matahari. Tapi justru itu yang aku mau. Aku mau kau bersinar bukan karena kekuatanmu sendiri. Aku mau kau bersinar karena ada yang mendukungmu dari belakang. Dan kau tak perlu bertanya siapakah orang yang bisa mendukungmu dari belakang. Aku. Aku berjanji akan menjadi wanita yang hebat untukmu. Aku akan menjadi matahari mu agar kau selalu bersinar paling terang di langit atas sana.
Ah.. aku lupa. Sepertinya kau lebih memilih dia sebagai mataharimu dari pada aku. Kau lebih memilih wanita yang juga sedang belajar di pojokan sana karena akan mengikuti Olimpiade Matematika itu sebagai pemasok cahaya buatmu. Terkadang aku berpikir mengapa kau lebih memilih dia dari pada aku. Apa kurangku. Baiklah, aku hanya pemegang peringkat ketiga di kelas ini sedangkan dia adalah siswa terpintar di kelas kita. Tapi bukankah aku juga berhasil memenangkan olimpiade tingkat Kabupaten sama seperti dia. lalu, mengapa kau lebih memilih dia dibandingkan aku yang telah memendam perasaan ini sejak awal kita mulai menjadi teman sekelas dan itu telah setahun yang lalu.
Padahal aku merasa aku memiliki cinta seperti fusi nuklir yang dilakukan matahari padamu. Matahari dapat memberikan energy panas dan cahayanya dengan melakukan pengubahan atom hydrogen menjadi helium. Itu berlangsung sampai matahari tak mempunyai tenaga lagi untuk melakukan itu semua. sampai matahari mendingin dan berubah menjadi bintang katai putih. Begitu pula cintaku. Akan selalu kuserahkan untukmu sampai aku tak sanggup untuk melakukannya lagi. Sampai aku mendingin dan terbungkus kain putih. Ya.. Aku akan mencintaimu sampai aku mati. Mungkin.
Kulihat kau berdiri dari tempat dudukmu. Mengambil bolpoint kesayanganmu lalu menyelipkan di kantong yang terletak di dadamu. Lalu mulai berjalan perlahan menuju wanita di pojokan sana. Kulihat kau berbincang dengannnya sambil memberikan senyuman termanismu. Senyuman yang mampu membuat hatiku bergetar. Namun sayangnya senyuman itu bukanlah untukku. Hanya sebentar kau berbincang dengannya. Mungkin kau hanya memberikan kata-kata penyemangat untuknya. Kau berbalik. Kubuang arah pandanganku darimu dan langsung mengalihkannya kembali ke buku. Sial. Bagaimana aku bisa berkonsentrasi jika pikiranku saja selalu tercemar olehmu.