The End.

Awal dari Akhir

"...Asteroid berukuran sebesar Pulau Bali diperkirakan oleh NASA akan jatuh di sekitar Samudra Pasifik, 1 hari dari sekarang..."

Dari tiga hari yang lalu sampai sekarang, pembawa berita dengan rambut klimisnya itu tidak henti-hentinya menyampaikan berita yang sama berulang-ulang. Bak hitungan mundur H-1 menuju kehancuran.

Aku segera berjalan menuju dapur, pergi dari hadapan TV sialan itu. Sungguh aku muak sekali mendengar berita-berita itu di pagi hari yang cerah ini. Apa tidak ada berita lain yang lebih baik lagi. Seperti berita akan ada Gempita Hari Kemerdekaan misalnya.

Otak orang-orang harus benar-benar dicuci dan dibersihkan sepertinya. Hanya karna berita sialan itu bahkan hari kemerdekaan negaranya sendiri dilupakan.

"Mana eskrim coklatku?" Aku bergumam pada diriku sendiri.

"Mencari ini sweetheart?"

Tidak perlu menoleh aku sudah tau siapa yang berbicara dengan nada sok manis seperti itu. Tysa. Gadis paling 'asdfghjkl' di penghujung abad ini, oh mungkin aku harus menyebut di akhir zaman ini, entahlah.

Aku menoleh.

Ia tersenyum lima jari padaku, sambil menggoyang-goyangkan kotak eskrim coklat-ku.

"Aku pikir eskrim ini sudah tidak mau kamu makan, karna buat apa makan jika besok kita akan mati?" Tanyanya sambil terkikik.

"Jangan memancingku Ty."

"Huh dasar sensitif sekali jadi orang, jika memang kita semua akan mati besok apa salahnya?" Tanyanya sambil berkacak pinggang.

"Semuanya terasa salah." Ucapku asal.

"Huh?"

"Bahkan aku belum menyelesaikan list 'what to do when i'm 19th'-ku. Dunia ini sialan."

"Hahaha, aku tidak tau kalau kau menulis hal semacam itu ahahaha-"

"Kau sama sekali tidak membantu." Ucapku sambil berbalik meninggalkannya.

"Kalau begitu ayo kita selesaikan"

"Apa?"

"List-mu ayo kita lakukan sekarang."

"Oke. Tapi-..."

"Oke."

"Aku belum selesai bicara dear."

"Aaaaaa, bukankah yang barusan itu seperti The Fault in Our Star? Yakan? Yakan? Aaaaa..."

Oke, Tysa tetaplah Tysa. Gadis paling aneh abad ini.