Tunggu, Biru?

415 51 21
                                    

Yein bersandar perlahan mencoba melepas penat. Ia melepas ikat rambut yang sedaritadi menjaga rambut indahnya agar tidak jatuh menutupi wajahnya cantiknya. Kini wajah cantik itu terlihat semakin cantik dengan rambut yang tergerai. Ia selalu terlihat cantik dalam keadaan apapun, tapi saat ini ia terlihat sangat cantik dalam mata seseorang. Dengan mata terpejam dan hembusan nafas pelan yang teratur. Yein duduk di salah satu bangku perpustakaan dengan tumpukan buku di depannya. Sudah menjadi kebiasaannya membaca buku apapun setelah pulang sekolah. Seseorang itu meletakkan sesuatu diatas tumpukan buku. Tanpa suara dan kegaduhan yang berarti. Yein masih dalam keadaan sama. Wajah cantiknya terlihat sangat damai, hembusan nafas itu begitu teratur tanpa ada percepatan. Udara yang memasuki paru-paru Yein melalui hidung dan tenggorokannnya itu semakin membuat ia nyaman, dan merasa segala penat yang sebelumnya ia rasakan kini hilang. Perlahan ia kehilangan kesadarannya, semakin lama semakin nyaman hingga cukup membuatnya tertidur. Seseorang tadi beranjak dari tempatnya dan duduk disamping Yein. Ia melepas jaket yang ia kenakan dan menutupkannya pada tubuh gadis berwajah cantik itu, menyingkirkan untaian rambut yang menutupi wajah cantiknya. Seseorang itu tersenyum, kini hawa dingin mulai merasukinya. Ia tak habis pikir bagaimana mungkin ia tetap merasa hangat saat di dekat gadis ini. Ia tak habis pikir bagaimana mungkin saat gadis ini didekatnya ia merasa debaran jantungnya menjadi tak normal tapi ia tetap merasa nyaman. Seseorang itu mendengus pelan saat melihat jam tangannya. Terlihat jelas ia tak ingin beranjak dari sisi gadis itu, tapi ia tetap pergi.

Mata berbentuk daun itu perlahan terbuka, memisahkan kelopak atas dengan kelopak bawahnya. Hidung tajam yang disangga oleh tulang rawan itu menarik nafas dalam dan menghembuskannya kemudian. Yein bangun dari tidur tak disengajanya, dengan segera menyadari sesuatu yang menutupi tubuhnya. Ia mengernyit, sejak kapan jaketnya ada di sini? Jika ia tak salah ia hanya membawa ponsel saat kemari. Yein tak peduli dan mulai mengemas buku-buku di depannya. Lagi, Yein mengernyit. Payung? Kini ia tak bisa tak peduli. Tapi untuk saat ini ia akan pulang dulu, memikirkannya nanti saja.
Rok selutut itu tersibak teratur, yah meski tak sampai terlihat bagian dalamnya. Yein berlari kecil menuju gerbang sekolahnya, ia cemas ketika awan menjadi begitu gelap. Ia tak suka basah. Payung biru yang tiba-tiba ada di depannya tadi kini berada di tangan Yein. Dan benar sekali, saat ia di tengah jalan menuju halte bus setitik air jauh mengenai tangannya. Setitik air itu cukup membuat mood Yein turun. Hanya setitik air mampu membuat ia menekuk wajahnya seharian. Berlebihan? Yein menyukai hujan, sangat. Tapi ia tak suka jika air hujan mengenainya, setitik air hujan cukup membuat sinusitis yang ia derita kambuh. Dan ia benci berkutat dengan tisu. Belum sempat ia membuka payung biru tadi, rintik hujan lain bergantian jatuh menimpa tubuhnya. Saat itu tangannya terasa digenggam oleh telapak tangan oranglain dan Yein merasa hangat.

"Ya! Kau mau telingaku sakit karna setelah ini aku akan mendengarmu bersin ratusan kali?"

Kedua remaja itu kini berada di halte bus. Hanya mereka berdua.

Yein mendengus "eoh, kau kira aku peduli?" ia melepas genggaman Jungkook.

"Eii, harusnya tadi aku membiarkanmu basah kuyup" Jungkook membenarkan letak tasnya, kini tas biru itu ia selempangkan ke depan. Jaket biru dengan motif garis berwarna merah itu ia keluarkan dari tasnya, ia membuka reseletingnya dan menutupkan pada tubuh Yein.

"Kau tahu jaket ini tak cukup menghangatkanku." Yein menjatuhkan tubuhnya. Kini ia duduk dengan lutut ditekuk dan kedua tangannya ia lingkarkan, mencoba menjaga tubuhnya agar tetap hangat. Matanya memperhatikan jutaan rintik hujan yang turun bergantian membasahi jalan. Lalu ia menutup kedua matanya, menikmati aroma khas hujan kesukaannya. Sudah lama ia tak menikmati hujan. Mata itu lalu terbuka, sepasang sepatu biru mengingatkannya akan sesuatu. Yein mendongak mendapati Jungkook sedang bergulat dengan hawa dingin yang menusuk, betapa bodohnya ia memberikan jaketnya untuk Yein. Mengingat hujan turun di akhir musim semi. Yein meneliti Jungkook yang sedang berdiri menatap jalan dengan tatapan kosong, ia penuh dengan barang berwarna biru, yah biru adalah obsesei barunya sekarang. Tunggu, biru?

"Kau mau aku membelikanmu sesuatu? Aku butuh minuman hangat." kalimat yang terlontar dari bibir Jungkook itu membuat Yein bergidik.

"Ah!" kosong, hanya tatapan kosong yang Yein tunjukkan pada Jungkook. Berbagai pikiran aneh berkecamuk di benaknya.

"Ahjumma, kau ingin aku belikan apa?" Jungkook mendekatkan wajahnya, menelisik ekspresi Yein. "kau pucat sekali, apa kau begitu kedinginan? Tahu begini aku tak membiarkanmu pulang sendiri." Jungkook mendaratkan telapak tangannya pada dahi Yein, menyibak untaian rambut yang menutupi wajahnya.

"Jungkook-ah...... "

"Eum?" Jungkook sibuk menggesekkan kedua telapak tangannya lalu menempelkannya pada wajah cantik Yein.

"Apa kau ingat awal dari persahabatan kita?"
Jungkook yang dari tadi serius mencoba memberi kehangatan untuk Yein tiba-tiba menghentikan kegiatannya. Kini tatapannya menerawang mengingat masa lalu.

"Ah~ kau anak baru saat smp yang culun dengan baju kebesaran dan salah masuk toilet dan mimisan... "

"Ya!" kepalan tangan Yein siap meluncur ke lengan Jungkook jika saja namja dengan surai hitam itu tak menghentikan kalimatnya. Sedang Yein menatap Jungkook dengan tatapan ingin membunuh.

"Ara, ara, araseo.. Saat itu aku menghampirimu dan kita bertukar makan siang lalu aku mengajakmu berteman. "

"Sebenarnya aku ingin tahu apa alasanmu mengajakku berteman." Kini keduanya duduk di pinggiran halte, hujan belum berhenti tapi rintik yang berjatuhan sudah tak sebanyak tadi. Dan udara dingin masih menguasai tubuh dua remaja itu.

"Karena kau terlihat menyedihkan, dengan baju kebesaran dan rambut kuncir kuda." Jungkook tak bisa menutupi senyuman yang terkembang pada wajahnya, sedang bibir Yein mengerucut dengan sempurna.

"Sekarang aku sudah bukan gadis culun, bajuku juga sudah tidak kebesaran lagi. Lalu apa yang membuatmu masih memilih bersahabat denganku?"

Senyuman pada wajah Jungkook itu kini berubah menjadi tatapan sendu, menatap wajah Yein lamat-lamat, yang ditatap hanya diam. "karena kini kau terlihat sangat rapuh, dan aku tak sanggup melihatmu jatuh atau tersakiti."

Kalimat itu membuat darah Yein berdesir, dan ia merasa sangat hangat. Entah karna ia sakit atau karena debaran jantungnya yang tak karuan.

Tunggu, Biru? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang