Nathasiaxs , ( Tx for ur ideas!!! *and mine )
(We are the two authors btw)
<<For Astrid's image, refer to PICT. above. NOT out drawing>>VeNoliA adalah kerajaan besar yang bertempat di suatu antah berantah, tempat yang tidak tercatat di peta. Melewati samudra terbesar di dunia--yang tidak pernah terlihat oleh seorang pun--melewati gunung-gunung berselimut salju merah muda dan ladang rumput dengan kuda gagah dan domba mungil yang merumput gembira.
Raja yang memerintah disana bukanlah penguasa yang bijaksana. Ia memerintah dengan kekejaman, tanpa kenal ampun.
Di masa pemerintahannya, lahirlah seorang gadis dengan nama Astrid, yang memiliki kemampuan sebagai seorang archer yang akan menyingkirkan Raja Flares dari takhtanya.
Anak panah berlari mengejar seekor anak rusa.
Beberapa detik sebelum anak panah itu menancap dan melukai rusa kecil itu, seorang gadis berlari secepat kilat dan memukul anak panah yang mengejar si rusa dengan pedang. Anak panah itu patah seketika. Gadis berpedang itu berdiri dalam diam, rambut menutupi matanya.
"Kau!!" Astrid membentak, membuat si gadis lain terkekeh. "Kau menang lagi, Brita! Setiap kali aku hampir menang kau menghentikan ku!"
Gertakan gigi terdengar saat Astrid yang mulai menarik karet dari alat memanah nya dan sebuah anak panah melesat dan menancap di jubah gadis berparas albino di depan nya.
"Itu teknik baru. Aku menyebutnya teknik 'Guardian Clase'. Jadi selincah apapun kau, aku bisa menangkap gerak-gerikmu. Bagaimana menurutmu, Putri?" Tanya Astrid sambil membantu Brita melepaskan anak panah di jubah nya.
"Huh, kau merusak jubah ku saja. Tsk. Tapi aku tersanjung, tetap saja. Kau menciptakan teknik itu untuk mengalahkan ku. Besar sekali penghargaanmu."
Astrid merengut kesal. "Baiklah, Putri. Sekarang kau mau kemana? Kau ingin membolos latihan hari ini dan membuat Panglima Chris bingung? Bisa-bisa aku yang disuruh mengajar di bagian pedang... Kau tau, kan aku tidak pandai dalam bidang itu. Aku yakin barak akan sangat riuh melihat ku mengajar mereka," Astrid berkacak pinggang. Ia menaruh anak panah nya di sebuah tabung di punggungnya.
"Ya... Mereka akan lebih kaget melihat Tuan Putri lemah ini mengajar mereka."
Brita merengut, jelas kesal akan apa yang ada di depan nya. Benar, kan?
Ia memandang dengan tajam ke sekeliling ruangan. "Apa yang kalian tertawa kan?" Brita berkata, jelas dan tegas. Kerumunan manusia di depan nya terdiam.
Brita mendorong pedang nya sehingga sisa dari ujung pedang itu dan wajah seorang pria hanya tinggal beberapa inci. "Kalian meragukan ku? Ayo, lawan aku."
Astrid menatap mereka dengan raut wajah tak terbaca. Ia mundur dari tempat ia mengajar dan menembakkan anak panah nya sehingga benda tajam itu menancap tak jauh dari leher orang yang sedang ditantang Brita.
"Aku bisa merobek leher mu karena peraturan kesopanan. Kau tahu, kalau Yang Mulia Raja dan Pangeran Muda mengetahui ini, mereka akan melakukan hal yang lebih menyakitkan. Aku memberimu peringatan pertama. Pergi kau sekarang!"
Astrid menatap Brita dengan cemas. "Kau tidak apa-apa?"
Brita memutar mata. "Kau tahu, kan, mereka bukannya menyerang ku dengan beruang atau semacam itu. Hanya karena aku Putri Raja sekaligus teman mu, tidak berarti aku selemah itu-- lupakan."
"Terima kasih, Astrid. Aku... baik-baik saja," Brita tersenyum.
"Omong-omong, kau lihat Zack tidak?" Ia membisikkan bagian itu ke telinga Astrid. "Haaa! Untuk apa kau mencari anak Panglima Chris?!"
Beberapa murid Brita menengokkan kepala mereka pada nya.
"Astrid, SSH! Jangan keras-keras! A-aku har-harus mengembalikan... Um... Helm pelindung nya! Tidak ada apa-apa, Astrid, jangan senyum-senyum begitu!" Brita menutupi muka nya, tiba-tiba kelihatan lemah dan sangat feminin.
"Ahh, begitu... Kukira kau sedang jatuh," ujar Astrid, matanya berkilat iseng. Brita menelengkan kepalanya ke kanan. (Headtilt) "Hmm? Jatuh?" Gumamnya.
"Jatuh cinta. AHAHAHHAHA!!!"
Astrid segera berlari pergi sebelum Brita bisa menggorok leher nya.
"Ish, Astrid! Kau jahat sekali sih!"
Astrid yang sibuk menghindari teman nya menabrak seseorang. "Hei, kau punya mata tid-- Oh, hai, Zack!" Astrid terdiam saat mata nya menangkap si rambut cokelat, mata biru nya memandang Brita lekat-lekat.
"Kau tau, ada seseorang yang menanyai mu. Psh, lebih baik. Seorang gadis!" Astrid menahan tawa.
"Hah? Siapa?"
Astrid mendengar decitan kabur dari mulut Brita saat ia melihat Zack yang sedang menyeringai di depan Astrid. Brita mundur perlahan-lahan.
"EeeeeEeeeeeeek! Tidak!" Brita berteriak kecil. Zack berlari mengikuti sang tuan putri yang berlari menjauh dari ruang latihan.
Astrid tersenyum sendiri melihat mereka. "Astrid!" Panggil seseorang. "Oh, Panglima Chris! Ada yang bisa kubantu?"
"Aduh, punggung ku," dengus Panglima Chris pelan, membuat Astrid menahan tawa. "Kau tahu, akan datang seorang Pangeran dari negeri Victoria yang akan datang ke barak ini untuk mencari penanding nya. Kalau kalah dijadikan mangsa, kalau menang... Siapa yang tahu?"
"Ah... Aku menghindari topik. Hati-hati dengan nya. Kudengar ia sangat dingin dan tajam. Ia juga adalah seorang Pangeran Vampire yang sangat mahir dalam archer."
Astrid mengangkat alis.
"Apa hubungan nya denganku? Bukankah seorang pangeran harus melawan sederajat nya yaitu Pangeran Muda kita atau Putri Brita?"
"Astrid, Vampire menghisap darah lawan mereka yang kalah. Brita dan keluarga bangsawan kita adalah keturunan Vampire yang berubah menjadi makhluk imortal tanpa darah dan juga tidak menghisap darah. Pangeran itu tidak akan mau mengalahkan nya jika ia tidak menerima hadiah apapun. Kecuali..."
"...ia akan membuat Brita menikahinya."
Anak panah Astrid menancap dengan suara menggema ke sasaran tembak nya. "Tidak. Aku tidak mau. Brita menyukai... Ah, lupakan. Aku tidak akan membiarkan Brita menikahi nya."
"Di kerajaan VeNoliA, hanya kau orang paling hebat dalam hal panah memanah. Bahkan raja Flares yang kejam tidak akan bisa mengalahkan mu. Aku yakin Pangeran Edward bukan tandingan mu."
"Cih. Nama nya bagus sekali," Astrid mengedikkan bahu.
Teringat nya kembali anak panah nya tadi pagi yang dipatahkan oleh Brita.
Kalau si Edward itu bisa main pedang, ia pasti kalah dengan Brita. Pikir Astrid sambil tertawa pelan.
Panglima Chris berjalan menjauh. "Oh iya, Zack ada di ma--"
Astrid berdeham, menengok ke kiri dan kanan. "Dia... Uh... Mungkin..." Matanya menangkap sosok Zack dan Brita di taman, "...di dapur. Mungkin didapur!" Ia berteriak ke Panglima Chris, yang hanya mengacungkan jempol.
"Brita?" Zack menahan tawa. Sudah 13 menit penuh ia tidak membuat kontak mata. Kalau Brita mempunyai fragmen warna, pasti muka nya sudah merah padam sekarang.
"Kau, jangan tertawa-tawa... Iiih..." Brita menyilangkan dua tangan nya di dada. "Aww, Tuan Putri, jangan marah," Zack menggandeng tangan Brita, yang langsung menunduk ke lantai.
"Jangan memainkan perasaanku, Zack."
"Hah?"
Brita menggeleng sambil tertawa kecil. "Tidak ada."