ALWAYS WITH YOU

1.1K 67 4
                                    


Changmin menatap iba pada punggung sang kekasih yang biasanya tampak kokoh, kini justru tampak rapuh seolah tidak memiliki tenaga yang berarti. Ingin rasanya Changmin menghampiri kekasihnya itu, lalu menamparnya sekuat tenaga. Alasannya cukup sederhana, Changmin tidak suka melihat sang kekasih terpuruk dalam keadaan.

Sejak kepergian, atau lebih tepatnya pengkhianatan yang dilakukan ex-member yang lain, sang kekasih menjadi sangat sedih, seolah-olah dunia akan hancur jika formasi TVXQ hanya tinggal mereka berdua saja.

Sebagai pemimpin tim, tentu sang kekasih memiliki rasa bersalah yang cukup tinggi perihal keluarnya ketiga ex-member yang tidak ingin Changmin ingat kembali namanya satu-persatu. Bahkan sekali waktu, Changmin pernah mendapati sang kekasih menangis dan menyalahkan dirinya sendiri yang tidak becus mempertahankan ketiga member yang memilih pergi untuk mengejar hal yang lebih baik di luar sana.

Hey, ini bukan salah kekasihnya, melainkan salah ketiga ex-member yang memilih pergi. Mengabaikan persahabatan yang terjalin di antara mereka, ketiga member tersebut meninggalkannya dan sang kekasih sebagai seorang pengkhianat di mata orang-orang. Bukankah seharusnya sang kekasih mengumpat dan memaki ketiga ex-member yang sudah pergi? Mengapa justru menyalahkan diri sendiri untuk sesuatu yang tidak penting?

Namun, memang begitulah kelemahan sang kekasih, yang sampai detik ini selalu membuat Changmin semakin tidak berdaya dalam gelora cinta yang semakin mendalam. Sang kekasih terlalu baik hati, hingga tidak menginginkan satu pun ucap kata kotor keluar dari bibir, sekali pun untuk diberikan kepada tiga pengkhianat yang memiliki tingkat kebrengsekan layaknya anjing liar.

"Hyung, ayo cari makan di luar!" Changmin memulai pembicaraan, namun tidak kunjung mendapat respon berarti. Kembali Changmin berkata, "Sampai kapan kau akan seperti ini, Hyung? Ini bukan akhir dunia, jadi tidak sepantasnya kau mengurung diri di kamar untuk menyesali sesuatu yang tidak seharusnya kau sesali. Mereka pergi karena keinginan mereka sendiri, bukan karena ketidakbecusanmu sebagai pemimpin."

Changmin menghampiri sang kekasih yang entah sejak kapan sudah berdiri di depan jendela untuk memandang dunia luar, lalu mengusap punggung sang kekasih dengan penuh kasih. Walau tidak mendapatkan respon yang berarti, Changmin memilih tetap berada di sisi sang kekasih hingga keberadaannya diakui.

"Hyung, kau tahu, aku justru senang mereka pergi, karena Tuhan lebih cepat menyingkirkan sesuatu yang buruk dari hidup kita. Menurutku, mereka adalah sesuatu yang buruk itu. Lebih baik mereka pergi sekarang ketimbang nanti, 'kan?" Lagi, Changmin berucap untuk kesekian kalinya, dengan harapan sang kekasih akan menerima takdir baru yang sudah menjemput mereka. "Yunho Hyung, kau tahu, aku tidak suka diacuhkan. Jika kau masih mengacuhkanku, aku akan pergi."

Sang kekasih hati, Yunho, mulai menunjukkan perhatiannya dengan cara membalikkan tubuhnya menghadap Changmin. Mata yang biasanya tajam itu tampak sembab, hingga membuat napas Changmin tercekat hebat karena tidak mampu membayangkan penderitaan sang kekasih. Kesakitan macam apa yang dirasakan Yunho, hingga membuat pria yang selalu tertawa bodoh pada setiap orang yang ditemuinya itu menjadi terlihat menyedihkan semacam ini?

"Jangan pergi!" lirih Yunho dengan suara hampir tidak terdengar. "Changmin-ah, jika kau pergi, bagaimana denganku? Aku akan sendirian, dan kurasa itu akhir bagiku."

"Tidak ada akhir sebelum kematian menjelang, Hyung," seru Changmin sakartis. Sungguh, Changmin tidak suka melihat Yunho terpuruk semacam ini. Kembali ia melanjutkan, "Hyung, bukankah kita sudah sepakat akan berjuang bersama? Kenapa kau terus menyesali sesuatu yang telah terjadi seperti ini? Mereka akan tertawa jika tahu kau seperti ini, Hyung. Sampai kapan kau akan memikirkan mereka, huh?"

Yunho menggeleng. "Aku tidak lagi peduli pada mereka, Min."

"Lalu, apa yang membuatmu seperti ini?"

HOMIN'S SHORT STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang