Rintikan air menitih jatuh dari langit kelabu. Suara deraan angin tampak tenang. Awan kelabu dan langit sepia yang menghias langit kala itu memberi kesan sebuah keajaiban. Seorang lelaki dengan kaos putih dan celana pendek selutut sedang bermain gitar di kamarnya.
Bernyanyi dengan di aluni oleh petikan senar gitar yang merdu. Kamar yang tidak terlalu besar dan pas sekali untuk melantunkan sebuah lagu pengantar tidur. Jendela di buka sedikit. Butir-butir air menempel pada kaca jendela dan perlahan jatuh turun.
Dengan penerangan yang tidak terlalu terang kamar itu seperti berwarna abu. Sebuah handphone tergeletak di samping lelaki itu. Sebuah earphone terpasang pada handphone itu, berwarna putih dengan kabel sambung yang panjang.
Ia kini duduk di atas kasurnya. Putih dengan bantal belang biru putih dan selimut berwarna cokelat krim yang hangat. Meja belajar berada di sebelah pintu keluar, beberapa buku nampak tergeletak di atasnya. Pulpen, pensil, penghapus saling menindih satu sama lain.
Buku dengan sampul depan berwarna biru tua terbuka, terlentang seperti sebuah tangan yang lemas. Dalam halaman pertamanya terdapat sheet lagu. Bekas coretan tampak menghiasi beberapa bagian alas putih itu. Sebuah deretan sheet dengan not lagu tersisi penuh, walaupun ada garis yang salah.
Lelaki itu kemudian bangkit dari tempatnya berada, lalu menuju meja belajar di depan sana. Ia mengambil buku tersebut kemudian kembali ke atas kasur. Ia duduk lalu melihat hasil jerih payah dari kelima jarinya beraksi dengan bantuan dari kepalanya yang sedang gembira.
Ia kemudian mengambil sebuah Pick biru yang terletak di atas bantal belangnya itu. Mengapitnya di antara jempol dan jari telunjuk. Sebelum melakukan konser kamarnya itu ia mamasangkan earphone ke telinganya. Suara samar sebuah lagu terdengar dari kedua lubang telinga lelaki itu.
Dengan hembusan napas pertama ia lalu memetik beberapa senar pertama dan kedua. Lalu ketiga dan keempat. Dan yang terakhir adalah kelima dan keenam.
"Sepertinya tidak ada masalah. Tidak juga false ataupun mati," ujarnya sambil tersenyum kecil.
Ia lalu memetik semua senar gitarnya bersamaan dengan gerakan dari atas ke bawah lalu seterus nya begitu.
Tanpa ia sadari bibirnya yang basah bersenandung dengan sendirinya.
~~
It started out as any other story
then the words begin to fade away
Oh, your smile used to make me smile
but lately I don't feel that way.
Try to remember what brought us together
and to forget what's driven us apart.
You know we can't wait here forever
just making time and going nowhere.
Is this our last dance? –
~~~
Ia bernyanyi dengan khidmatnya tanpa ia sadari bahwa hujan telah berhenti. Air pun telah berhenti mengetuk jendela kamarnya yang bening. Ia masih bernyanyi hingga sebuah suara menghentikannya.
Brukk
Handphonenya terjatuh. Ia terhenti dengan reflek karena salah satu barang berharganya terjatuh. Benda itu dibeli dengan uangnya sendiri yang ia dapatkan dari pekerjaan paruh waktunya sebagai guru TK.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Dream of Song
Short StoryEvent dari Orange Writers ~ "Sebuah lantunan lagu yang kupersembahkan untuk membangunkanmu"