Part 4

162K 10K 95
                                    

Briana merasa kepalanya pusing dan berat, gadis itu yakin saat ini ia sedang mengalami yang namanya hangover. Seluruh tubuhnya terasa lemas. Mencoba mengingat apa yang terjadi semalam, tapi Briana belum berhasil melakukannya. Yang ia ingat hanya beberapa kepingan potongan memori kejadian semalam. Ia bertemu seseorang yang paling tidak ia ingin temui dalam hidupnya dan berakhir meminum beberapa gelas tequilla. Lalu semuanya blank. Briana terdiam sejenak mencoba berpikir jenih. Mengingat kejadian semalam.

Namun sebuah gerakan berat di perutnya membuatnya menoleh ke samping. Dengan perlahan Briana menoleh dan sedetik kemudian setelah berhasil melihatnya. Briana langsung menjerik histeris. Pria yang paling tidak ingin dilihatnya berada di sebelahnya dan mereka baru saja tidur dalam satu tempat tidur yang sama.

"Aaaaagggghhhhh." Briana dengan segera menyingkirkan tangan itu dan mengintip tubuhnya yang berada di balik selimut. Ia terkejut melihat tubuhnya yang ternyata hanya memakai pakaian dalam. Ditariknya selimut itu untuk menutupi tubuhnya. Ingin rasanya menendang pria di sampingnya. Tapi Briana masih merasa lemas dan pusing. Sehingga diurungkannya kembali niat itu.

Sedangkan pria itu memasang wajah jengkel. Fairell merasa tidurnya terganggu padahal ia bisa tidur jam empat pagi. Perlahan ia bangkit dan duduk di ranjangnya. Menampilkan tubuhnya yang tidak mengenakan sehelai apapun ditubuhnya membuat Briana yang sejak tadi menatap tubuh dengan otot di perut Fairell beralih melotot menatap wajah pria itu.

Tak lama kemudian pintu kamar terbuka. Seorang wanita diambang lima puluhan berdiri dengan tegak dan matanya tertuju ke arah di mana Briana dan Fairell.

Briana dan Fairell menoleh ke arah pintu. Mereka terkejut, mata Briana rasanya semakin membesar tak percaya dengan pandangan di depan matanya. Pikirannya buntu, tidak menyangka akan dipergoki oleh seseorang dalam keadaan seperti ini membuatnya terdiam dari teriakannya yang histeris dan mengatupkan bibirnya.

*****

"Fairell! Mami tidak pernah mengajarkan kamu untuk meniduri wanita seperti itu."

Sekarang Mami Fairell, Briana dan Fairell sedang duduk di sofa ruang tamu apartemen Fairell. Wajah Briana terlihat tegang, berbeda dengan Fairell yang hanya mengacak-acakan rambutnya sejak tadi. Tentu saja mereka sudah berpakaian untuk sementara Briana meminjam kemeja putih Fairell.

"Mi dengerin aku dulu. Bagaimana aku bisa jelasin kalau dari tadi mami terus yang pidato."

"Fairell Atariz Calief!" panggil mami.

"Im here, mi. You dont have to call me like that," jawab Fairell. Ia paling tidak suka jika maminya sudah memanggilnya dengan nama lengkapnya. Karena maminya yang ia cintai itu sedang yang namanya benar-benar marah dan serius.

Mami tidak menggubris jawaban anaknya. Mami menatap putranya.

"Mami tidak butuh penjelasanmu. Sudah jelas mami melihat semuanya jadi tidak ada yang perlu kamu jelaskan ke mami. Pokoknya karena kejadian seperti ini sudah terjadi seperti nasi telah menjadi bubur. Mami hanya tahu satu solusi untuk menyelesaikannya."

Briana yang sejak tadi menunduk dalam diam, seakan memelintingkan ujung kemeja Fairell yang dipinjamkannya terkesan lebih menarik. Mau tidak mau akhirnya ia mendongakkan kepalanya memandang wanita yang masih kelihatan kecantikannya di usianya yang sudah tidak muda lagi.

Briana dan Fairell terdiam menatap wanita dihapadapan mereka. Seakan mereka sedang menunggu hakim memutuskan keputusannya. Hidup atau mati.

"Mami rasa, kalian sudah sama-sama dewasa. Dan kamu Fairell anak mami, mami mau kamu sebagai laki-laki sejati bertanggung jawab. Nikahi dia," ucap mami sambil memandang putranya tanpa berkedip.

Sontak bibir Briana terbuka, ia menatap wanita dihadapannya dengan pandangan tidak percaya. Seakan kalimat yang keluar dari bibir maminya Fairell terdengar seperti sebuah hukuman mati buat Briana.

"What!?" jawab Fairell. "Apa?" jawab Briana bersamaan dengan Fairell.

Mami yang duduk di hadapan mereka hanya tersenyum tipis dan mengangkat kedua bahunya memandang kedua manusia dihadapannya.

*****

Keesokannya Briana dan Fairell berjanji temu di sebuah kafe yang terletak dekat dengan apartemen Briana.

Suasana kafe begitu nyaman. Alunan musik jazz dan kopi hangat membuat para pengunjung dapat melupakan masalah mereka sementara selama mereka berada di dalam ruangan.

Briana tiba lebih dahulu dari waktu yang dijanjikan. Dengan perlahan ia menyesap caramel macchiato miliknya. Pandangan matanya yang sejak tadi tertuju pada pintu utama kafe membuahkan hasil.

Fairell terlihat sedang mendorong pintu kaca kafe tersebut. Pria itu terlihat semakin tampan dengan blazer dan celana jeans yang dikenakannya. Tidak lupa kulit coklat milik Fairell menambah nilai betapa gentlemannya pria ini. Rambutnya yang hitam tanpa gel membuat Fairell terlihat seperti anak kuliah. Padahal Briana tahu bahwa Fairell sudah hampir berumur kepala tiga. Secara mereka teman sekolah dan sekelas pula! Briana yang tanpa sadar sejak tadi memandang makhluk tampan ciptaan Tuhan ini membuatnya tidak konsentrasi.

Wake up girl! Batin Briana.

Fairell menjatuhkan pantatnya pada kursi di hadapan Briana.

"Sudah lama?" tanyanya tanpa embel-embel 'hai', 'halo' atau apa sajalah yang membuat Briana merasa lebih sopan.

"Tidak juga. Setidaknya aku baru saja akan menghabiskan satu gelas kopi," sindir Briana.

Fairell tergelak mendengar jawaban Briana. Gadis itu masih tidak berubah, pikirnya.

Tidak lama waitress menghampiri mereka, setelah Fairell mengatakan pesanannya dan waitress itu melenggang pergi. Briana dan Fairell saling memandang dalam diam. Setidaknya dua menit mereka berpandangan untuk rekor hari ini. Karena tak lama kemudian Briana memutuskan kontak mata mereka.

"Aku mau langsung membahas tujuan pertemuan ini." Briana meraih cangkirnya dan menyesap pelan kopinya.

Fairell terlihat santai dan hanya memberikan anggukan sebagai jawaban. Seorang waitress yang berbeda mengantarkan minuman yang dipesan Fairell dan langsung beranjak pergi.

"Aku tidak menginginkan pernikahan itu."

Fairell masih terdiam namun matanya tak lepas dari wajah Briana.

"Kenapa?" Hanya itu yang keluar dari bibirnya.

Briana menarik nafas dalam, "Tentu saja kau tahu alasannya tanpa perlu kuberitahu Atariz."

Fairell menarik sedikit sudut bibirnya. "Sudah lama tidak mendengar panggilan itu. Karena hanya kau yang memanggilku seperti itu, Abriana."

Briana tidak mempedulikan ucapan Fairell.

"Memangnya kamu menginginkan pernikahan ini?" tanya Briana.

"Aku tidak akan menolak jika wanita cantik sepertimu yang harus kunikahi."

*****

Après Le Mariage (PUBLISHED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang