Chapter 1

24 2 0
                                    

Dia terus mengejarku, hingga aku pun masuk ke dalam semak-semak dan tertelan hutan yang lebat dan kelam. Aku tidak bisa berhenti saat itu juga karena ia akan membunuhku. Benarkah ia akan membunuhku? Aku pun tidak yakin akan hal itu, yang penting bagiku saat ini aku lari sekencang dan secepat mungkin untuk menghindarinya. Ya, dia yang berjubah hitam yang selalu mengejarku dalam mimpi-mimpiku. Aku tidak bisa melihat dengan jelas apakah dia pria atau wanita, atau mungkin saja monster yang ada di film-film horor hollywood? Tepatnya aku tidak bisa menjelaskannya karena ia terus mengejarku dan satu hal yang harus aku yakini saat itu hanya berlari dan menjauh darinya. Setelah berlari beberapa lama, aku pun merasakan tubuhku sungguh sangat kelelahan. Tenagaku seakan disedot habis dengan aksi kejar-kejaran ini tetapi aku tidak bisa berhenti. Saat nafasku mulai terengah-engah aku pun melihat ada sebuah lubang besar, sepertinya gua yang berada di tengah hutan. Gua yang tidak terlalu besar tetapi mungkin bisa menjadi tempat ku untuk bersembunyi dari pemburu ini. Aku masuk kedalam gua secepat mungkin dan seketika aku melihat cahaya putih yang sangat menyilaukan. Aku pun terbangun...
Saat terbangun, kudapati diriku sedang berada di tempat tidur dengan nafas yang masih terengah-engah dan keringat bercucuran diseluruh tubuhku. Lia yang melihatku saat itu cukup kaget dan menghampiriku.
"lo kenapa tar? Mimpi buruk lagi? ", tanya lia padaku yang memang tidak terlalu heran melihat keadaanku seperti ini di pagi hari. Ia memang sudah beberapa kali menemukan diriku yang terbangun tiba- tiba dengan badan dimandikan keringat. Aku pun tidak mampu menjelaskan kapan keadaan ini dimulai, yang pasti beberapa tahun belakangan mimpi buruk ini memang selalu menghantuiku.
"yah, sepertinya gue mimpi buruk lagi. Hah...sampai kapan mimpi buruk ini berakhir?", jawabku pada lia yang kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan yang seharusnya memang tidak bisa dijawab oleh lia ataupun diriku sendiri.
"sebaiknya lo coba ke psikolog atau psikiater deh tara? Kayanya ini udah ga wajar banget kan, bisa aja kan ini kaya trauma lo waktu itu..", ujar lia padaku dan dia tidak mengakhiri kalimatnya karena mungkin akan membuatku semakin buruk.
aku hanya menanggapi kalimat itu dengan diam saja apakah pilihan ke psikolog atau psiakter kulakukan atau tidak. Memang peristiwa itu sudah sangat lama tapi entah kenapa beberapa tahun ini kembali mengusikku, apalagi setelah ibu dan ayahku berpisah.
Sesaat kemudian aku menyadari apa yang dilakukan lia pagi- pagi dikamarku. Ia membungkuk ke bawah tempat tidur melihat ke kiri ke kanan seperti mencari sesuatu. Aku pun mencoba mengalihkan pembicaraan, "lagian li, lo ngapain sih ke kamar gue subuh-subuh gini, pake nyalain lampu lagi. Silau banget tau..", tanyaku pada lia yang masih sibuk mencari sesuatu yang ada di bawah tempat tidurku. Aku bisa melihat lia tak bereaksi lagi, ia kembali menyibukkan diri mencari sesuatu yang hilang tanpa menghiraukan pertanyaanku.
"liaa..ngapain sih???", suaraku semakin agak keras karena lia yang tidak mengacuhkanku. Lia pun berdiri disamping tempat tidurku, kemudian dengan muka sedikit kesal sambil meletakkan tangan kanannya ke pinggang bak ibu tiri ia berkata,"oke tara yang manis, maaf sebelumnya karena gue udah menggangu mimpi buruk lo tapi gue harus nyari gelang itu sebelum doni dateng. Gue ga bisa kehilangan gelang itu untuk saat ini. Bisa mampus gue", kata lia yang kemudian sibuk kembali mencari sesuatu yang ternyata gelang di bawah tempat tidurku. Aku masih belum cukup sadar untuk mengingat atau memikirkan gelang apa yang dimaksud lia. Aku pun beranjak dari tempat tidur dan mengambil botol minum yang ada di meja belajarku. Setelah meneguk air putih dan merasa lebih baik dari sebelumnya aku pun menyadari ada sesuatu di meja belajarku yang mungkin itu merupakan gelang yang lia cari.
"li, maksud lo gelang ini?", tanyaku spontan sambil mengambil gelang tersebut dan memperlihatkannya ke lia yang sekarang sudah berada sepertiga di bawah tempat tidurku.
"oh,thanks god", lia pun segera keluar dari bawah tempat tidur dan menghampiriku."kenapa ga bilang dari tadi sih tar? Gue udah susah-susah nyari disonoh, eh ternyata disini" kata lia yang matanya pun berbinar melihat gelang itu sudah berada di tangannya saat ini.
"lagian lo, masa gelang mahal kaya gitu bisa ilang. Ada-ada aja..",kataku pada lia yang masih melihat gelang tadi dengan seksama. "ya gimana, kan waktu itu gue pernah ngeliatin ke elo kalau gue punya gelang bagus", jawab lia. Aku baru ingat seminggu yang lalu memang lia pernah datang ke kamarku sambil memamerkan gelang yang baru didapatkannya. Malam itu lia memutuskan untuk tidur dikamarku dan kemungkinan memang gelang itu jatuh saat ia tidur dikamarku. Keesokan harinya saat aku sedang bebersih kamar, aku ingat mendapati gelang tersebut dibawah tempat tidurku lalu menaruhnya diatas meja belajar. Setelah itu aku tidak terlalu menghiraukannya lagi karena memang lia juga tidak pernah bertanya padaku sesudahnya dan aku pun lupa untuk menyerahkannya kembali ke lia. Toh kalau dia ingat pasti akan menanyakannya padaku.
"tapi li, kenapa baru dicari sekarang deh. Perasaan udah dari minggu lalu gelangnya disini. Emang doni ga pengen liat make gelangnya?", tanyaku heran.
"hmmm...gimana ya jadi sebenernya ini gelang bukan buat gue tapi buat calon pacarnya cuma kemaren belum tepat aja waktunya. Tapi dia takut ketahuan beliin gelang mahal ini ama nyokapnya, makanya disimpen di gue", jelas lia yang kemudian berjalan keluar kamarku.
Aku cukup heran dengan adikku yang satu ini, setau ku memang ia sangat dekat dengan doni. Malah aku mengira lia dan doni memang pacaran tetapi lia membantah hal tersebut. Katanya ia dan doni bersahabat baik, tapi yang kulihat sepertinya tidak sesimple itu. Memang kita cocok satu sama lain tapi kalau untuk jadi pacarnya lia belum pernah memikirkan soal itu dengan doni. Tidak heran kalau doni maupun lia memiliki 'pasangan' lain diluar hubungan persahabatan diantara mereka.
Kembali ke pagi ini, aku yang sudah terbangun dengan insiden 'pencarian gelang' lia secara tiba-tiba akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan tidurku dan membereskan tempat tidurku. Saat keluar dari kamar, aku melihat refan yang sudah berada di depan tv sambil menikmati sarapan cerealnya.
"kamu fan, pagi-pagi udah nonton kartun. Kaya anak tk aja, berita kek gosip kek lebih bermutu ada infonya.", gerutuku pada refan yang asik menonton kartun spongebob di pagi hari.
"adduhh..ka tara ini kan hiburan kak di hari minggu. Meskipun udah kuliah tapi ga harus berhenti nonton kartun kak", jawab refan yang kembali menyantap sereal paginya dan menikmati kartun favoritnya. Aku hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah adik sepupuku itu, kemudian berjalan ke arah dapur membuka lemari es dan kemudian menuangkan segelas jus jeruk ke gelas. Yahhh...pagi yang indah ini memang harus diawali dengan yang segar, batinku. Melihat jam yang masih menunjukkan jam setengah 6 yang berarti masih sangat pagi, aku memutuskan untuk lari pagi keliling komplek dihari ini. Sepertinya aku memang sudah lama tidak berolahraga pagi akhir-akhir ini. Aku terlalu disibukkan dengan kuliah masterku dan proyek-proyek sampingan yang menyita tidak sedikit waktuku.
Oh ya,aku belum menjelaskan mengenai diriku sebelumnya. Namaku tarassia w findipe, berumur 24 tahun yang saat ini mengambil master di bidang psikologi. Aku memiliki saudara perempuan yang bernama marliana o findipe, biasa dipanggil lia. Saat ini kami tinggal bertiga dengan sepupu laki-laki dari keluarga ibuku refanda hartantio dirumahku yang tidak terlalu besar tetapi cukup nyaman untuk kami bertiga. Lia saat ini bekerja di sebuah perusahaan swasta yang ada di bandung setelah menamatkan sarjananya dua bulan lalu. Ia memutuskan untuk bekerja terlebih dahulu daripada melanjutkan kuliahnya di jurusan arsitektur. Sedangkan refan baru menginjak tahun kedua kuliahnya di salah satu pt di bandung jurusan hukum. Rumah kami berada di kota bandung, disebuah komplek perumahan yang tidak terlalu ramai dan juga tidak terlalu jauh pusat kota bandung. Sebenarnya itu adalah ruman ibuku yang sengaja dibelikan untukku dan adikku yang saat ini memang memutuskan untuk tinggal dan hidup dibandung. Orang tuaku sudah lama bercerai, ayahku seorang pengusaha yang saat ini bisnis yang ditanganinya cukup berhasil dan membuatnya sering berpergian ke luar negeri. Sedangkan ibuku dulunya seorang perancang busana yang bekerja di salah satu perusahaan fashion terkenal di jakarta. Tetapi lima tahun yang lalu setelah perceraiannya dengan ayahku, ibu memilih untuk pensiun dari perusahaan dan membuka butik sendiri di semarang kota kelahirannya. Ibu memutuskan untuk pindah ke semarang karena ia merasa nyaman untuk berada di kampung halamannya bersama nenek dan kakekku tanpa meninggalkan kegemarannya dalam fashion. Ibu tetap merancang pakaian dan memiliki usaha sendiri untuk menghidupi dirinya dan kami. Ya, sebenarnya bukan berarti ayahku tidak mengacuhkan kami lagi. Ayah meskipun sibuk dengan perjalanan luar negerinya, tetapi tiap minggu atau tiap bulan pasti menyempatkan bertemu denganku dan lia. Walau hanya sebentar tetapi moment tersebut sangat berarti bagiku dan lia, melihat kami yang sudah jarang bertemu mereka.
Kembali ke kehidupanku saat ini, aku memutuskan tetap tinggal dikota ini karena memang merasa cukupn nyaman dengan suasana disini. Sebelumnya aku sudah berpindah-pindah dari beberapa kota hingga negara saat keluarga kami masih untuh. Ayahku memang pengusaha tetapi sebelumnya ayah bekerja di sebuah perusahaan dengan jabatan yang tidak terlalu tinggi sehingga kami harus berpindah-pindah jika perusahaan tersebut ingin menempatkan ayah di kota-kota lainnya. Hingga umur 12 tahun keluarga kami akhirnya menetap di jakarta dan ayah sudah tidak dipindahkan lagi ke kota lain. Saat itulah ibu mulai mencari pekerjaan tetap sebagai perancang busana. Ketika memasuki perkuliahan aku memutuskan untuk memilih kota bandung karena memang kota ini lebih nyaman dibandingkan jakarta. Setelah lulus pun aku tetap memilih untuk tinggal disini. Begitu juga lia, yang memutuskan untuk berkuliah dibandung tetapi berbeda pt denganku.
Ketika lia mulai memasuki perkuliahan, cobaan yang berat terjadi pada keluarga kami. Ayah dan ibuku memutuskan untuk berpisah, semenjak ayahku semakin sukses ayah menjadi sangat sibuk sehingga tidak memiliki waktu yang banyak untuk kami khususnya ibu. Mereka menjadi sering bertengkar apalagi kami yang sudah berada di luar kota. Saat itu aku dan lia tidak mampu menerima hal tersebut. Kami menjadi jarang pulang kerumah dan saat persidangan pun aku dan lia seperti acuh saja. Namun lama kelamaan aku menyadari bahwa sikapku ini percuma saja dan tidak akan mengembalikan keadaan. Akupun mulai menghubungi ayah dan ibuku. Ibuku saat itu memang yang paling terpukul dengan keadaan kami. Ibuku tidak mampu lagi hidup di jakarta tetapi ibu juga tidak ingin pindah ke bandung, kemudian ia memutuskan untuk kembali ke semarang bersama orangntuanya. Meskipun ibu menawari kami untuk ikut bersamanya kami menolak karena selain alasan pendidikan, aku juga tidak ingin memihak salah satu dari orang tua kami. Saat itu aku merasa memang susah jauh dari kedua orang tuaku dan aku juga tidak ingin jauh dari satu-satunya saudara yang aku miliki. Mendengar keputusan aku dan lia, baiknayah maupun ibu, memahami hal tersebut dengan memberi kebebasan bagi kami untuk memilih. Tetapi ayah dan ibu tidak pernah mentelantarkan kami baik itu secara finansial maupun kasih sayang.
Ibu dan ayah memutuskan menjual rumah kami yang di jakarta, dan membeli satu rumah yang tidak terlalu besar bagi aku dan lia di bandung. Mereka ingin aku dan lia tetap hidup selayaknya meskipun mereka tidak lagi bisa mencurahkan kasih sayang sebanyak dulu. Ayah memutuskan membeli apartment di jakarta karena memang ayah tidak terlalu banyak berada dirumah dan menghabiskan banyak waktunya dalam perjalanan bisnisnya. Sesekali ayah mengunjungi dan menginap di rumah kami, begitu pula dengan ibu. Awalnya memang terasa sepi tetapi lama kelamaan sudah menjadi kebiasaan dan kami pun sudah menerima kenyataan yang ada. Selain itu sekarang ada refan yang menemani kami, refan merupakan anak dari kakak ibu yang sekarang tinggal mengikuti suaminya di sumatera. Refan memutuskan kuliah dibandung dan daripada tinggal dikosan. Kami mengajak refan untuk tinggal dirumah yang cukup besar bagi kami bertiga.
Kembali ke minggu pagi, aku memutuskan untuk lari pagi keliling komplek untuk menyegarkan tubuhku. Setelah mengganti stelan dengan celana training biru, jaket hitam bergaris abu-abu, dan mengikat rambutku semua kebelakang, aku melangkah keluar kamar. Ketika melihat refan yang sekarang ditemani lia menonton kartun kesayangannya -entah kenapa lia bisa ikut dengan kebiasaan refan- aku menawarkan mereka untuk menemaniku berolahraga pagi ini.
"ga ada yang mau ikutan olahraga pagi? Gue tunguin nih 10 menit kalau mau?", tanyaku sambil berharap diantara atau keduanya mau bergabung dengan rencana sehatku pagi ini.
"makasih kak ajakannya, tapi kartunnya minta ditonton pagi ini. He..he", jawab refan yang masih bermalas-malasan di ruang tv.
Lia yang saat itu juga berada di sana sama sekali tidak bergerak dan memperlihatkan tanda-tanda ingin mengikuti rencana sehatku pagi ini. " sama,gue juga ga ah. Mager uy, lagian ntar siang juga mau jalan ama si doni. Males, capek...haha", jelas lia sambil tidur-tiduran di sofa.
Mendengar beribu alasan mereka dengan kecewa aku berkata,"pada males aja nih semua. Yaudah,kalau gitu gue jalan ya. Refan ntar habis nonton jangan lupa tugasnya minggu pagi, lia juga. Pas gw balik harus beres ye, jangan harap dapat santapan enak siang ini kalau ga beres", jawabku dan akhirnya aku pun keluar rumah dan mulai berlari-lari kecil disekeliling komplek.
Komplek rumahku cukup luas dan menyediakan taman bermain serta lapangan basket di tengah-tengah blok. Beberapa orang memanfaatkannya untuk berolahraga pagi-sepertiku- atau membawa anak-anak mereka bermain di taman tersebut. Diantaranya lagi ada yang membawa peliharaan mereka baik anjing, kucing, ataupun kelinci kesayangan untuk mendapatkan udara segar pagi ini. Aku mulai berlari kecil dari rumah menuju ujung jalan blok rumah ku. Sambil mendengarkan lagu-lagu favorite, aku terus berlari hingga sampai di taman bermain komplek. Disana kulihat sudah banyak orang yang berpikiran sama denganku pagi ini yaitu berolahraga pagi. Sebagian mereka ada yang kukenal karena berada di blok yang sama atau pernah bertemu sebelumnya. Aku hanya menyapa dan tersenyum, kemudian melanjutkan kesibukanku untuk lari mengitari komplek. Selama satu jam aku berlari melewati beberapa blok ternyata sudah membuatku cukup lelah, aku pun memutuskan untuk berhenti dan beristirahat sebentar sebelum mengakhiri lari pagiku hari ini dan pulang ke rumah. Setelah istirahatnya kurasa cukup, aku pun melanjutkan lari pagi ku menuju rumah.
Saat aku memasuki blok rumah ku, aku melihat motor ninja biru terparkir di depan rumah bu dede yang merupakan salah satu tetangga baikku. Meskipun rumah bu dede berada diujung blok rumahku, tetapi kami sering mengobrol karena memang sebelumnya bu dede salah satu klien dalam proyek kerjaku. Semenjak ia mengetahui bahwa aku tinggal di komplek yang sama bu dede sangat senang dan terkadang ia akan mengunjungi rumahku dikala senggang atau libur. Akan tetapi, aku sedikit heran dengan motor ninja yang terparkir didepannya karena setahu ku bu dede tidak memiliki motor itu dan begitu pula anak perempuannya. Selain itu, aku juga merasa mengenali motor tersebut entah dimana. Aku mencoba mengingat-ingat tetapi tetap saja tidak bisa. Ketika aku berbelok ke arah blok dan tepat berada di depan rumah bu dede, aku pun memperlambat lari ku dan mulai berjalan sambil tetap melirik motor tersebut.
Beberapa detik kemudian bu dede muncul dari rumah menuju pekarangan bersama seorang pria berbalut jaket jeans biru tua dengan celana pendek santai selutut serta sepatu sneaker dikakinya. Pria itu masih memakai helmnya sehingga tidak terlalu jelas untuk melihat bagaimana rupanya. Sesaat kemudian bu dede melihatku dan memanggilku,"tara..nak tara. Kesini sebentar..", panggil bu dede.
Meski agak samar kedengarannya karena aku masih mengenakan ipod ku, tapi aku bisa mendengar namaku dipanggil oleh bu dede. "ya bu, kenapa?", tanyaku kemudian sambil mencopot earphone dari telingaku.
"ini ada anak muda nyari orang yang namanya findi. Katanya tinggal disini tapi setau ibu ga ada yang namanya findi di blok ini. Apa kamu kenal tara?", tanya bu dede padaku yang juga mencoba mengingat-ingat orang bernama findi.
Lalu tiba-tiba pemuda itu berkata,"ini dia bu, maksud saya mbak ini", kata pria itu sambil menunjuk ke arahku.
Aku pun tersentak kaget dan berkata," saya? Maksudnya?", saat itu aku benar-benar bingung dan sambil bergantian melihat kearah bu dede dengan pandangan yang sama bingungnya. Kemudian pria itu membuka helmnya dan entah kenapa aku merasa pernah melihatnya sebelumnya tapi masih lupa entah dimana.
"mbak masih inget saya, saya yang waktu itu nganter mbak. Dua hari yang lalu ketika mbak dikejar penjahat malam itu. Masih ingat ga mbak? Mbak findi kan?", jelas pria itu dengan bersemangat. Aku bisa melihat seluruh wajahnya dengan kacamata ber-frame hitam, dan rambut yang berantakan karena helm yang dipakainya. Mendengar penjelasannya aku pun teringat kejadian dua hari yang lalu, kejadian yang menyeramkan dan tidak mungkin aku lupakan.

PersonaWhere stories live. Discover now