Ini adalah kelanjutan cerita dari Behind The Mist di akun TheSkyscraper. Jadi..., silahkan mampir di profil dia untuk baca bagian awalnya. Terima kasih sudah bersedia mampir. Jangan lupa vomment-nya, pertama bikin genre ini nih 😂💟💟
***
Sekarang aku benar-benar yakin akan keberadaan sesuatu yang mengejarku, mengintaiku, menguntitku, atau apapun istilahnya yang merujuk pada pelanggaran privasi. Punggungku ini seperti memiliki mata, bisa merasakan ada yang memandang dari balik batang pohon besar di sebelah kanan. Memang tak ada pergerakan atau suara mencurigakan, akan tetapi rasa dingin yang menyengat benar-benar berbeda dari hari biasanya. Membuatku sedikit ketakutan.
Mungkin... perasaan takut ini muncul karena matahari sudah tenggelam dan kabut menebal? Tapi..., kurasa tidak begitu. Buktinya saja sekarang aku mendengar suara daun kering terinjak, tepat di belakangku. Apa suara yang terdengar jelas itu masih bisa dianggap sebagai halusinasi? Binatang? Biasanya di detik-detik matahari akan tenggelam mereka tidak muncul. Dusty? Tidak mungkin, aku tahu betul kapan ia memiliki waktu luang.
Lagi-lagi, suara ranting kering terinjak sampai di telingaku. Aku membeku, menelengkan kepala ke arah kanan. Berharap--tidak sama sekali--menemukan sesuatu di sana, atau seseorang yang kukenal. Aku tidak ingin jika ada makhluk aneh yang nampak di sekitar rumahku. Suara yang terasa semakin dekat itu membulatkan tekadku untuk berbalik mencari tahu.
"Siapa di-"
Mataku terbelalak sempurna ketika ada tangan yang membekapku dari belakang. Ini pasti Dusty. Tenang, Edith. Tenangkan dirimu. Jangan tertipu lagi. Kalau sampai ketakutan seperti sebelumnya, aku akan benar-benar malu. Aku pun menarik napas dalam ketika pemuda ini menarikku merapat pada tubuhnya, keluar dari hutan dan mulai masuk ke pekarangan rumah. Aku berusaha tenang sampai ia menjauhkan tangan dari wajahku.
"Perlu berapa kali sih, biar lo ngerti gue nggak mau lihat muka lo lagi?" sentakku kesal, malas menatapnya. "Enek gue, muak."
Aku mendengus sebal, meniti undakan kecil sebelum berhenti tepat di daun pintu.
"Ribuan kali lo memohon untuk balikan, jawaban gue tetap sama." Aku menghembuskan napas dengan keras. "Gue nggak akan terima lo lagi."
Tapi tak ada tanggapan dari Dusty. Aku penasaran mengapa Dusty begitu tenang. Apa dia sudah menyerah? Atau hanya ingin menguji kesabaranku? Kalau benar ia menguji kesabaranku, ia benar-benar menyebalkan.
"Tumben lo diem aja? Kekurangan asupan-eh?" Bibirku berhenti berkicau ketika melihat orang yang tadi membekapku, yang sejak awal mendengar ocehanku. Langga. Pemuda itu tidak mengucapkan apa-apa, hanya menatapku dengan senyum tipis. Lesung pipinya terlihat samar.
"La-Langga." Kegugupan menyergapku. "Kok lo ada di sini?"
"Mau balikin ini." Langga memperlihatkan buku catatanku. "Tadi ketinggalan di kelas."
"Makasih banget!" Tanpa sadar aku berlari kecil menuruni undakan untuk menghampirinya. Tanganku meraih buku tersebut dengan kecepatan kilat. "Kalau nggak ada ini, nggak tahu deh bagaimana nasib ulangan gue besok."
Langga kini tersenyum lebih lebar. Bahkan tatapannya lebih intens. Aku tidak mengerti jelas apa arti dari sorotnya itu, akan tetapi aku benar-benar merasa malu ketika sadar akan celotehan serta rengekanku yang terlontar. Tanpa sadar tanganku menyentuh wajah yang sudah terasa panas, tertawa ringan.
"Lupakan omongan gue yang tadi! Itu memalukan banget, sumpah," kataku sambil geleng-geleng kepala, super malu.
"It's okay." Suara lembutnya membuatku mendongak. "Menurut gue itu bukan suatu hal yang memalukan. Bukannya itu menunjukkan betapa teguhnya pendirian yang lo pegang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Mist
Mystery / ThrillerCollab with @TheSkyscraper . . . Kamu yakin, aku pangeranmu? . -baca bagian pertama di akun @TheSkyscraper dengan judul yang sama, Behind The Mist-