Hi, this is my 1st story.
I need ur vote and comment.
Enjoy :)
#CodeGrey(Author POV)
Suara ketukan pintu terdengar dari luar sana.
"Masuk !" Suara berat pria dengan kemeja putih yang dibalut dengan setelan jas hitam rapihnya terlihat tengah memandangi jalanan ibu kota yang padat merayap dibalik kaca gedung.
"Permisi tuan. Aku ingin mengambil semua berkas yang telah ditandatangani" seorang wanita dengan seragam birunya memasuki ruangan.
"Berkasnya kuletakkan di meja. Kau bisa mengambilnya kemudian pergi" ucap pria itu tanpa menoleh sedikitpun.
Wanita berseragam biru itu bergegas mengambil berkas yang dibutuhkan kemudian pergi.(Justin POV)
Setiap hari selalu sama. Tak ada bedanya. Benar-benar membosankan. Jika bukan karena pasien-pasienku mungkin aku sudah menikmati kebebasan masa mudaku di luar sana bersama teman-temanku. Sayangnya aku sangat mencintai pasien-pasienku.
Jam telah menunjukkan pukul 11. Oh Tuhan, aku bahkan tidak sadar sudah berdiri disini selama 1 jam. Aku bergegas melangkahkan kakiku menyusuri lantai rumah sakit dengan cepat. Tak ingin terlambat mengecek keadaan pasienku.
"Dok, pasien Shanara kondisinya semakin memburuk. Aku baru ingin ke ruanganmu" ucap salah satu perawat disini.
Aku berlari menuju ke ruangan pasien yang dimaksud. Benar saja, kondisi alat vitalnya tidak stabil.
"Sudah berapa lama dia seperti ini ?"
"Sekitar 15 menit yang lalu dok"
"Siapkan ruang operasi !"
Bagiku operasi adalah sebuah pertarungan menyelamatkan hidup pasien dari penyakit yang dideritanya. Permasalahannya, bagaimana caranya agar kau bisa menang dari pertempuran tersebut ? Karena satu langkah kesalahan kecil akan berakibat fatal bagi pasien. Dan tak ada satupun dokter bedah yang mengiginkan pasiennya meregang nyawa di meja operasi.***
Jam telah menunjukkan pukul 8 malam. Hari ini benar-benar melelahkan. Operasi yang berlangsung 7 jam lamanya benar-benar menguras tenagaku.
"Krrrringg" suara telfon masuk berdering dari saku celanaku. Sontak saja aku langsung mengangkatnya.
"Halo ! Jus, kau dimana ? Aku di apartemenmu. Tapi tak ada orang disini" terdengar suara diseberang sana.
"Aku masih di rumah sakit, baru selesai operasi. Hey kenapa kau disana ? Keluar !"
"Kau tidak ingin makan ? Baiklah aku akan membawa kembali semua makanan ini"
"Hey tunggu-tunggu ! Aku akan pulang" suara diseberang sana terdengar tertawa terbahak-bahak senang.
Sial, dia memang selalu tahu kondisiku. Aku segera memacu mobilku dengan cepat. Membelah jalanan ibu kota yang sudah renggang dengan kendaraan.(Author POV)
Suara tombol password apartement terdengar menggema di seluruh ruangan. Pria yang sedari tadi tengah asik menonton televisi dan menikmati makanannya segera merapihkan bungkus-bungkus snack yang berserakan dimana-mana.
"Sial kau Darren ! Mengacak-acak rumahku saja" jitakan keras mendarat dengan mulus di kepala Darren. Bukannya merasa bersalah. Pria yang dipanggil Darren itu justru tertawa kuda, menunjukkan deretan giginya yang tersusun rapi.
"Mana makananku ?"
"Ahh aku tahu persis tentangmu, Jus. Kau tak akan pernah bisa marah padaku" Darren tertawa renyah melihat Justin yang tengah menyantap makanannnya sambil menggerutu kesal padanya.(Justin POV)
Meski sikap Darren jauh dari kata sopan. Ia tetaplah sahabat yang paling mengerti kebiasaanku. Bahkan aku tak memiliki orang lain lagi yang dapat kuajak bicara selain dia. Maksudku bukan berarti kami hanya hidup di bumi ini berdua. Akan tetapi hanya dialah yang paling mengerti apa yang kurasakan.
"Kau membeli masakan rumahan dimana ? Aku sudah lama sekali tidak memakannya. Rasanya benar-benar lezat" pujiku.
"Ahh itu. Ibuku kesini. Sebelum pulang ia sengaja memasak banyak. Katanya, sebagiannya untukmu" jelas Darren.
"Terimakasih. Ibumu selalu memikirkanku" ucap Justin dengan senyuman lebarnya.
"Ya. Dia selalu saja memikirkanmu. Hingga lupa bahwa anaknya belum diberi uang bulanan" omel Darren kesal dengan tatapan tajam ke arahku.***
Matahari telah memancarkan sinar kuning terangnya. Beberapa sudut rumah sakit sudah mulai menampakkan kesibukannya. Meski jam tugasku masih 3 jam lagi. Namun sudah dari 1 jam yang lalu aku berada di rumah sakit ini. Ada beberapa hal mengenai management rumah sakit ini yang harus kuurus. Mengurus pasien selama satu hari penuh saja sudah membuatku lelah. Apalagi mengurus perkembangan rumah sakit ini seharian. Tanpa sekretaris.
Suara Mariah Carey mengalun indah pada ponsel didepanku.
"Halo"
"Ah kau pasti sedang sibuk. Bahkan ini masih jam 6 pagi" suara Darren disebrang sana terdengar keras.
"Bisakah kau tidak menggangguku Dar ?" decakku sebal. Dia selalu saja membuat keributan dimana-mana.
"Mengganggumu ? Aku justru ingin mengajakmu bersepeda" ungkapnya tak terima dengan tuduhanku yang menganggapnya menggangguku.
"Aku benar-benar tengah sibuk"
"Sudah seharusnya kau memiliki sekretaris baru Jus. Siapa pula orang yang ingin menghabiskan waktunya dengan tenggelam di dalam pekerjaan yang melelahkan. Bahkan penyihir pun butuh liburan"
"Jika kau ingin terus mengoceh, teruskan saja ! Tapi tidak denganku. Aku tutup"
Darren terus saja mengoceh bagaimanapun keadaannya. Tapi jika dipikirkan lagi. Memang ada benarnya. Bahkan ilmuwan pun butuh istirahat. Tak ada salahnya aku mencari sekretaris baru. Boleh jadi pekerjaanku semakin berkurang karena bantuannya.
Setelah membereskan semua pekerjaan yang menumpuk. Saatnya untuk bertugas layaknya seorang dokter. Hari ini tak ada jadwal operasi. Aku hanya akan memeriksa beberapa keadaan pasien pasca operasi. Setelahnya aku bisa menikmati waktuku dengan secangkir kopi atau justru tenggelam di laboratorium.
"Kelly, bisakah kau mengumumkan bahwa kita membutuhkan sekrestaris baru ?" tanyaku pada salah satu karyawan Rumah Sakit ini.
"Tentu. Akhirnya kau membutuhkannya"***
Sudah tiga hari sejak pengumuman dipasang. Telah ada 2 sekretaris yang telah disaring untuk langsung menghadapi sesi interview denganku. Mudah-mudahan saja satu diantaranya memiliki semangat dan dedikasi yang tinggi dengan rumah sakit ini.
Suara pintu terketuk dari luar sana. Kelly membawa dua gadis masuk ke ruanganku. Ia mempersilahkan mereka duduk dihadapnku untuk melakukan sesi interview. Tapi tunggu. Bukankah dia ? Tidak. Ini tidak mungkin. Bagaimana bisa ?
"Tuan, mereka yang tersisa dalam beberapa tes. Kau bisa memulainya" jelas Kelly
"Ah iya. Terimakasih Kelly" Kelly keluar dari ruanganku. Menyisakanku dengan dua gadis dihadapnku. "Baiklah mari kita mulai. Sebelumnya, kalian bisa memperkenalkan nama kalian terlebih dulu"
Gadis yang mengenakan setelan hitam mengenalkan dirinya. Namanya Gladys McShact, latar belakangnya cukup mengesankan terlebih dengan riwayat pendidikannya. Kemudian gadis yang mengenakan setelan putih yang berdiri. Namanya Clary Shannon, tak ada yang begitu mengesankan mengenai gadis ini. Tanpa sengaja mataku bertemu dengan mata salah satu gadis di ruangan ini. Dia benar-benar mengingatkanku dengannya. Bahkan cahaya matanya pun sama. Namun ini jelas bukam dia.
"Aku memiliki pertanyaan, kalian boleh menjawabnya sesuai giliran. Pertanyaan yang pertama dan satu-satunya adalah bagaimana jika Rumah Sakit ini mengalami krisis dan tidak dapat membayar karyawannya termasuk diri kalian, namun Rumah Sakit ini harus tetap berdiri untuk membantu pasien yang benar-benar membutuhkan ?"
Gadis yang mengenakan stelan hitam dengan rambut blonde yang diikat sedemikian rupa menjawab terlebih dulu.
"Menurutku, selama itu masih dalam terget untuk membantu sesama tidak masalah. Karena keselamatan pasien paling penting dibandingkan keselamatan kami"
"Meski kau tidak memiliki uang untuk makan sekalipun ?" ujiku.
"Ya. Keselamatan pasien lebih diutamakan" jawab gadis berstelan hitam itu.
"Lalu bagaimana menurutmu ms. Clary ?" tanyaku pada gadis berstelan putih yang duduk tenang dan tersenyum kecut mendengarkan jawaban dari rivalnya.
"Bagaimana mungkin kami tidak diberi gaji tuan ? Sementara kami sendiri membutuhkan uang untuk makan. Setidaknya tidak masalah bagiku jika seperti itu keadaannya. Asalkan saja, kau memenuhi jatah makanku setiap harinya" jelas gadis berstelan putih itu dengan tatapan tajamnya meski air mukanya terlihat tenang.
"Sepertinya aku telah memiliki nama untuk sekretaris baruku. Ya, dia bernama...."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past
RomanceJustin, seorang pria perfectionist dengan gelar dokter bedah sekaligus calon penerus Rumah Sakit kenamaan. Kehidupannya terlihat sempurna. Hingga ia dipertemukan lagi dengan seseorang yang mirip dengan gadis masa lalunya. Ada hal besar yang disimpan...