Chapter 1 (before we walk)

8 2 0
                                    

Pagi ini matahari tak ingin menampakan kesombongannya, ia lebih memilih bersembunyi di balik awan gelap di atas sana. Membuat gadis ini cukup malas untuk beranjak dari kasur dan bersiap melakukan rutinitas sebagai seorang pelajar tingkat dua sekolah menengah atas.

Alarm yang sedari tadi berbunyi ingin rasanya ia singkirkan begitu saja. Mengganggu, rutuknya. Terpikir untuk masuk ke dalam selimut lagi, tapi apa daya hari ini ia memiliki tugas yang harus di salin milik temannya. Kenapa ia melakukannya? Tentu saja karena malas. Untuk apa mengerjakan tugas jika kalian bisa menyalinnya.

Natalie membuka matanya perlahan seraya menguceknya lembut, mulai membiasakan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Mengangkat tangannya ke atas dan menggerakannya ke kanan dan ke kiri, melakukan peregangan. Setelahnya ia menuju kamar mandi guna membersihkan diri dari sisa-sisa tidurnya.

Selang beberapa menit, Natalie mulai bersolek dan memasukkan segala keperluan sekolahnya pada tas ransel andalannya. Niat sekedar ingin melirik jam malah membuatnya mengumpat keras. Sial! Dia telat lagi!

Memakai sepatu terburu-buru, memasukkan kaos kaki ke kantong rok selututnya asal dan langsung berlari menuju halte terdekat. Menunggu bis yang tak kunjung datang, membuatnya terpaksa untuk menyetop sebuah taksi. Ah, borosnya hari ini. Uang jajan bulanannya akan terpotong lumayan banyak hanya untuk sebuah taksi.

Gadis ini bukan termasuk murid teladan di sekolahnya bahkan cukup urakan untuk seorang siswi. Ia dengan sangat terpaksa menggunakan taksi karena kau tahulah kawan, ia seringkali terlambat dan jika ia melakukannya saat ini bisa jadi ia tak akan mengikuti ulangan harian matematika. Sudah jelas, pasti ia akan di hukum habis-habisan oleh guru konseling langganannya.

"Pak, berhenti disini saja. Ini uangnya dan terimakasih." Natalie menyetop taksi yang membawanya ke sekolah sambil memberikan beberapa lembar uang ongkos taksinya.

"Dek! Kembaliannya!" Sang sopir berteriak untuk menghentikan lari si gadis.

"Aaaa... uangku!" Desahnya hiperbolis setelah mendaratkan bokongnya di bangku kelasnya.

"Jika saja pintu gerbang itu tak ditutup secepat tadi pasti aku bisa mengambil kembaliannya. Aku rugiii." Racaunya.

Ia melipat tangannya dan menyurukkan wajahnya di antara lipatan lengannya. Memejamkan matanya barang sebentar untuk menghilangkan bayangan uang-uangnya yang telah raib di tangan sopir taksi.

"Huwaaaaa..."

"Ckck.. Nat kenapa sih? Ribet gitu kelihatannya." Seorang gadis dengan rambut sebahu menepuk bahu sempit Natalie.

"Huwahuwahuwa... kau tahu Clay? Uang jajanku berkurang bulan ini!! Huwaaaa." Pekiknya kencang.

"Bagaimana bisa?"

"Haruskah aku menceritakan kronologis dari cerita menyedihkan abad ini? Aku tak bisa Clayrineeee." Rengeknya.

"Ya sudah." Acuh teman si gadis.

"Ayolahhh, seharusnya kau membujukku dulu agar bisa cerita. Bagaimanapun saat ini aku sedang sangat sedih." Akunya, memilin ujung baju seragamnya dan menunjukkan wajah (sok) sedih miliknya.

Clayrine hanya memutar bola matanya malas sesaat setelah mendengar aduan sahabat lebaynya ini.

"Ceritakan!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 20, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DecisionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang