FO-02 POLAROID

80 14 5
                                    

   Two

   “Daph, hari ini Mama pulang dari New York tau!” Lila membangunkan adiknya itu dengan tepukan keras pada lengannya.

   Mata Daphne terbuka lebar. “AAA SAKIT KAMPRET!” dia menatap Lila. “Kak Lila! Tadi lo ngomong apa?”

   “Mama nyampe nanti jam 11 di rumah. Lo mandi trus ganti baju sana, bau ew.” Lila memutar matanya.

   “Yha, emang lo gak bau Kak?” tanya Daphne jengkel, lalu turun dari tempat tidurnya. Dia mengambil handuk dan baju gantinya lalu masuk ke dalam kamar mandinya dengan buru-buru.

   Setelah mandi, dia mencari-cari kacamatanya dan mulai berganti baju. Hoodie biru tua dan celana sweatpants abu-abu favoritnya.

   “Daphhh! Kebawah sini bantuin gue bikin muffin!” panggil Lila dari bawah.

   Muffin. Kue favorit Ariana, mama mereka yang nanti akan pulang dari New York setelah tiga bulan di sana untuk urusan pekerjaannya.

   “Mama udah di tol,” pekik Lila gembira sambil mengecek HP-nya.

   Satu jam kemudian,

   TING TONG.

   “Oke, itu pasti Mama!” ucap Lila yakin. “Bawa muffin-nya ke meja, Daph.”

   Benar saja, itu mamanya. Ketika Mama masuk, dia langsung tersenyum kepada putri-putrinya.

   “Diandra, Alessa? Mama pulang!” dia berkata ceria saat Lila dan Daphne menghampirinya.
  
   Nama lengkap Daphne dan Lila memanglah Diandra dan Alessa. Diandra Keishafanni Quirina dan Alessa Nabilafanni Quirina. Tapi entah kenapa sejak kecil mereka dipanggil Daphne dan Lila.

   “Maaa, gimana di New York?” tanya Daphne sambil nyengir.

   “MAMAAA, KETEMU ARTIS HOLLYWOOD GA?” tanya Lila heboh.

   “Ketemu, Sayang,” jawab Mama dengan senyuman misterius. “Dan Mama bawa tandatangannya buat kalian.”

   “AAAAA!” jerit kedua gadis itu.

   “Dan Mama bawa oleh-oleh spesial buat kalian.” Mama mengeluarkan sebuah bungkusan untuk Lila dan Daphne.

   Kamera Polaroid. Milik Lila pink, milik Daphne putih.

   Mata Daphne membelalak. “Ma...ini yang aku pengen dari dulu.”

   Lila tersenyum, “MAKASIII MAMA!”

   “MAKASIHH MAMAA!” Daphne memeluk mamanya. “Ma tau aja yang aku udah pengen dari dulu.”

   “Tentu saja Mama tau,” ujar Mama lembut, “Ya udah sekarang anter Mama ke dapur mau? Mama mau bikin teh, terus bikin muffin—”

   Ucapan Mama terputus oleh kikikan dua gadis itu.

   ♦

   Senin

   “Pagi, Daph.” suara itu nyaris membuyarkan lamunan Daphne. Itu sahabatnya, Areta.

   “Hullo,” jawab Daphne agak tidak bersemangat.

   Areta tahu ekspresi Daphne yang tidak ceria seperti biasanya. Daphne pasti baru saja melihat sesuatu yang mematahkan hatinya atau semacamnya.

   “Jadi, lo liat Arka sama siapa tadi?” tandas Areta cepat.

   “Arka ketawa-ketawa sama Miranda, temen sekelasnya,” Daphne menjawab, lebih menyerupai gumaman. “Ya gitu lah. Punya doi kok orangnya ramah banget.”

   Tidak heran Daphne sering sakit hati. Arka memang cowok kalem bin baik bin ramah bin pinter yang friendly ke NYARIS semua orang. Semua cewek. Ke Daphne baik, tapi ke Mira juga baik. Ke Areta baik, ke Lula baik. Bingung.

   Kenapa Arka harus seramah itu? Memang, Arka nggak terlalu ganteng seperti Kelvin, anak X-6 yang bin bule dan tinggi. Asal tau aja, muka Arka itu muka-muka orang bingung yang lucu dan dia itu suka nyengir, punya lesung pipit yang ugh dan gigi yang putih dan rapi.

   Daphne senyum-senyum sendiri membayangkannya.

   “Heh, malah senyum-senyum,” kata Areta sambil terkekeh. “Udah, jangan terlalu dipikirin, Daph. Lo juga pasti nanti tau dia suka sama siapa.”

   Daphne tersenyum kecil, “Gue mungkin gabakal tau. Gue udah stalk Echa kemaren. Kayaknya Arka suka dikit sama dia.”

   “Jangan baper dulu,” ucap Areta sambil tertawa, “Cari tau yang lain dulu, baru nyimpulin yang bener.”

   Masalahnya, yang lain itu siapa? Daphne memutar otak. Dia harus menyelidiki yang lain. Miranda, misalnya?

   ♦

   Istirahat pertama. Areta ke ruang OSIS, entah ngapain. Dia ketua Bidang Bagian Acara OSIS. Jelaslah dia sibuk.

   Kelas sepi. Daphne mengeluarkan Polaroid-nya dari dalam ransel dan berjingkat-jingkat ke kelas sebelah, mengintip dari pintu.

   Arka. Ada Arka dan Kean, sahabatnya di dalam. Mereka lagi makan sambil main game. Sesekali, Kean mengumpat dan Arka tertawa.

   Daphne mengambil napas, lalu mengarahkan Polaroid-nya ke celah pintu. Ckrek. Tepat saat Arka sedang tertawa menunjukkan gigi.

   Foto ber frame putih polos dengan cepat keluar dari kamera itu. Daphne tersenyum puas dan berbalik ke kelasnya untuk menempelkan foto itu di halaman paling belakang jurnalnya.

   ♦

   MAAF BANGET INI gaje banget sumpah:( ah yaudh next time bakal jelasss kok Insha Allah

   Reminder lagi hehe, Daphne bacanya Deff-ney (def-ni) ya ^^

   Thank you readers!

   NL

Find OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang