Bagian 1 - Adikku sayang, adikku malang

125 2 0
                                    



"Icha! Tolong bersihkan meja disebelah bapak itu. Nanti ada orang datang. Buruan!"

"baik bu."

Tangan kecil itu segera membersihkan meja di warung kecil itu menggunakan serbet yang ia sampirkan dibahunya. Usianya 9 tahun saat ini. tak ada pilihan lain selain bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan adiknya. Untungnya mereka masih bisa melanjutkan sekolah karena ia dan adik kecilnya mendapatkan beasiswa prestasi. Kedua orangtuanya sudah meninggal karena kecelakaan satu tahun yang lalu. tepatnya saat motor butut Ayah mereka ditabrak sebuah mobil. Kecelakaan itu menewaskan kedua orangtuanya sekaligus.

Mobil tersebut awalnya kabur, tapi sekarang sudah tertangkap. Keluarganya berjanji akan memberikan ganti rugi namun tampaknya hanya janji belaka. Daripada mengharapkan sesuatu yang tidak pasti, akhirnya ia bekerja di sebuah warung kecil milik tetangganya yang iba padanya. Pekerjaan ini semata-mata hanya cukup untuk makan sehari-hari.

Tidak terasa sudah pukul 4sore. Saatnya ia pulang kerumah.

Di perjalanan terlihat adiknya sedang bermain bersama teman-temannya.

"Dik buruan pulang." teriaknya, adiknya menoleh dan langsung menghampiri sang kakak.

"iya kak." Jawabnya. Ia segera menyusul langkah kakaknya.

Tyo satu-satunya yang ia miliki saat ini. Usianya baru menginjak 7 tahun tetapi sangat pengertian dengan keadaan mereka.

Tidak mudah menjalani hidup seperti ini hanya berdua, namun mereka yakin bahwa Allah akan selalu menjaga hamba-Nya.

Icha mengambil Al-Quran yang kertasnya sudah menguning diatas lemari baju mereka yang kini mulai di makan rayap di beberapa bagian. tak lama Tyo datang, merekapun mengaji bersama, seperti dulu saat kedua orang tua mereka masih hidup. mereka tak pernah menghilangkan kebiasaan ini.

"Kamu ada PR?" 

icha bertanya pada adiknya sesaat setelah mereka makan malam dengan singkong rebus yang satu batangnya dibagi dua. saat ini hanya itu yang bisa icha beli di pasar. gajinya yang bekerja di warung tak cukup untuk beli beras, apalagi ikan.

"gak ada kak." Jawabnya. Namun tiba-tiba saja petir menggelegar. Dan tak lama kemudian hujan turun dengan derasnya."

Icha segera mengambil ember, menadah air hujan agar tak membasahi isi rumah mereka Karena atap yang bocor.

"kak, kak Icha! disini juga basah!" Tyo menunjuk meja yang tak bisa disebut meja belajar tempat mereka meletakkan buku pelajaran.

"pakai ember yang satunya aja dik. Nanti kalo disini kehujanan, tempat tidur kamu basah"

"embernya kan juga bocor kak, percuma dong"

"bukunya aja yang dipindahin."

mereka sedikit berdebat, kemudian Tyo mulai memindahkan buku-buku mereka dari sana ke tempat yang lebih aman.

Hujan turun semakin lebat dengan petir dan angin yang membuat atap rumah tua itu sesekali terbuka, dua anak kecil itu beringsut dipojok ruangan yang tak terkena hujan.

"kak, nanti kalau aku sudah besar, aku bisa cari uang sendiri, aku bakalan perbaiki rumah kita biar kita gak begini lagi."

tanpa Tyo sadari, air mata icha sudah menggenang di pelupuk matanya. ia terharu sekaligus sedih. kemudian ia memeluk Tyo dengan sayanng.

Walau nampak tak layak huni, namun rumah inilah satu-satunya harta  yang paling berharga yang mereka miliki selain satu sama lain. 

Subuh ini Icha terbangun di pojok ruangan bersama Tyo dengan keadaan rumah yang basah dimana-mana.

Icha's HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang