Spesial untuk dedek terimut dan termenggemaskan Rhy-Chan
Saya tidak pernah tahu bahwa keragaman yang ditawarkan Indonesia ini mampu membuat saya merasa jatuh cinta secinta-cinta-nya. Eh, kalimat seperti itu masuk ke dalam tata bahasa Indonesia yang baik dan benar tidak , ya? Saya tidak tahu, dan saya tidak ambil pusing.
Saya paham, Indonesia beserta ke-Bhinneka-annya memiliki tampungan terlampau besar terhadap suku dan budaya yang melimpah. Setiap daerah memiliki bahasa dan budayanya sendiri. Saya pernah study tour waktu saya kelas dua SMP ke daerah Bangkalan. Dan saya dibuat takjub dengan bahasa mereka. Bahasa Madura sangat berbeda dengan bahasa Suroboyo-an. Padahal, kami berada dalam satu provinsi. Tapi kami terbentang begitu jauh dengan perbedaan bahasa.
Ya ampun, pada waktu itu saya tidak akan tahu lho kalau perbedaan bahasa yang saya anggap angin lalu ternyata memberi imbas pada saya dikemudian hari. Maksud saya, ketika saya pindah sekolah di daerah Subang, dengan bahasa Sundanya yang sama sekali tidak saya tahu, saya malah jatuh cinta di dalamnya.
Cinta saya berujud pada seorang laki-laki. Mentor bahasa Sunda saya. Kang Azam. Menurut saya Kang Azam itu kue lapis. Yang legit menggigit kalau saya makan. Yang bikin ketagihan tiap kali saya menikmatinya.
Kang Azam orangnya saleh. Selalu salat lima waktu. Selalu membantu saya jika saya sedang butuh bantuan. Kang Azam itu mahasiswa di Universitas Subang. Tetangga rumah dinas Abah yang baru.
Kang Azam kulitnya putih khas orang Sunda. Santun peringainya. Kalau senyum selalu bisa bikin saya horny. Ya ampun, saya tidak munafik, ya. Tapi homo mana coba yang bisa menangkal senyum menawan milik Kang Azam? Kalau saya melihat Kang Azam senyum sepuluh menit saja, saya bisa langsung coli di situ juga. Sampai klimaks lah.
Seperti saat ini, saya sedang belajar bahasa Sunda guna melancarkan komunikasi saya di sekolah. Kang Azam yang mata tajamnya selalu dibingkai kaca mata itu menatap lurus ke arah saya. Rambut berantakannya menutupi sebagian dahi mulus yang ingin banget saya kecup.
Saya menunduk membuang muka. Malu, sekaligus merasa sedikit tidak nyaman dengan keadaan titit saya yang meronta-ronta minta dipuaskan. Kang Azam hot banget malam ini. Memakai kaus v-neck merah yang memerlihatkan leher jenjangnya. Setiap melihat leher Kang Azam, saya selalu berimajinasi bisa menenggelamkan wajah saya di sana. Mengendus lalu menjilatinya. Mengecup kemudian mencupangnya. Huh ... pikiran jorok, pergi kamu, Nak!
"Anjen entos emam, Jang?" suara maskulin Kang Azam merangsang saya. Jangan salahkan saya yang memilikin libido diluar kendali. Saya homo jomblo selama bertahun-tahun. Jadi tidak heran jika saya haus belaian. Makanya, disuguhkan cowo maskulin bertubuh sexy dengan otot-otot bisep yang tidak teralalu menonjol, imajinasi liar saya melulu ke jendulan yang menggiurkan di selangkangan Kang Azam.
Ya ampun, pikiran saya mesum lagi.
"Nopo, Kang?"
Kening Kang Azam mengernyit. Sebelah alis tebalnya terangkat beberapa mili. Oh, god ... itu pergerakan wajah Kang Azam yang saya damba. Dada saya berdebar-debar kaya yang benar-benar berdebar gitu.
"Maksudna?"
Maksudna ini maksudnya kah? Giliran saya mengernyit.
"Kang Azam tadi ngomong apa?"
"Anjen entos emam, Jang?" kali ini diselipkan sebuah senyum yang bikin saya meleleh. Saya benar-benar jatuh cinta sama dia, yawlaaah.
Engng ... anjen? Anjeng? Entot? Ya ampun, Kang Azam mau ngentot anjing? Buat apa? Kan ada saya yang menganggur di sini?
YOU ARE READING
The Jawir vs The Sunda (Oneshoot)
ChickLitDi antara perbedaan bahasa Sunda dan bahasa Jawa, saya menuangkan perasaan cinta saya kepada Kang Azam. Saya homo berhati rapuh, dan saya berharap Kang Azam membalas cinta saya.