Bab 2

83 5 0
                                    

Rumah sederhana bercat putih berdiri dengan nyaman di depan mata Alano Alaric. Rumah itu terbilang luas tapi tidak bertingkat. Semuanya serba putih, kecuali atapnya. Halamannya pun luas dengan berbagai macam bunga dan tumbuhan perdu. Rerumputan hijau mengisi hampir setiap tanah yang mengelilingi rumah itu. Ada juga beberapa pohon besar. Membuat rumah itu terlihat sejuk, teduh, dan menenangkan.

"Aku selalu suka tempat ini," gumam Alano pada dirinya sendiri. Ia segera menjalankan mobilnya memasuki gerbang besar sebagai pintu masuk ke halaman rumah itu. Alano memarkirkan mobilnya di bawah salah satu pohon besar, lalu tanpa menunggu, ia segera berjalan memasuki rumah itu. Tidak ada orang di luar sebab ini jam makan siang.

Mungkin mereka sedang lunch. Pikirnya.

Kakinya terus melangkah menuju ruang makan yang cukup besar. Dan di situlah dia berhasil menemukan semua penghuni rumah itu.

"Vedi, Mamma! Fratello Alano venire!"* seru seorang anak membuat semua yang sedang menyantap makanan menoleh ke pintu ruang makan itu. Alano tersenyum seraya berjalan menghampiri seorang wanita paruh baya dan menyalaminya.

"Buon giorno, Mamma!** Maaf aku mengganggu makan siang kalian."

"Kami senang kau datang," sahut wanita itu tersenyum sembari mengusap lembut rambut Alano yang masih menunduk setelah menyalami tangannya. "Kau sudah makan?" lanjutnya.

"Sudah, Mamma," jawab Alano. Ia lalu duduk di salah satu kursi di samping wanita itu.

"Kak Alan, apa kita akan bermain musik lagi hari ini?" Tanya seorang anak laki-laki dengan semangat.

Alano tersenyum, "Tentu. Tapi habiskan dulu makanan kalian."

"Siap, Kak!" seru anak-anak di ruangan itu bersamaan. Alano dan Maribel – wanita yang tadi disalaminya – saling membalas senyum melihat semangat anak-anak itu. Kira-kira ada dua puluhan anak di ruangan itu. Mulai dari yang berumur lima tahun hingga yang sudah remaja.

"Kau lihat! Mereka merasa terhibur dengan kedatanganmu," kata Maribel.

"No, Mamma.° Justru aku yang terhibur dengan adanya mereka. Melihat senyum-senyum itu, tawa itu, membuat aku seperti mendapatkan kekuatan baru. Membuat aku merasa telah kembali pulang ke tempat yang nyaman. Rumah. Ya, rumah yang penuh dengan ketentraman," ucap Alano.

Alano melihat satu per satu wajah bahagia anak-anak itu. Rumah ini adalah Rumah Sakit Kanker. Orang-orang akan dengan jelas mengetahuinya ketika membaca tulisan Ospedale Cancro di depan rumah ini. Orang-orang di luar sana mungkin berpikir akan menemukan kehidupan yang kelam di dalam rumah ini, tapi pemikiran itu sesungguhnya salah. Alano telah membuktikannya sendiri. Ia justru menemukan rumah ternyaman dimana kebahagiaan dengan mudah diraih. Dimana tangis yang ada hanyalah tangisan kegembiraan, bukan kesedihan.

Rumah ini berisi puluhan anak-anak pengidap kanker, anak-anak yang di vonis oleh dokter bahwa hidupnya tidak akan lama lagi. Seharusnya Alano menemukan duka di balik fakta tentang penyakit yang anak-anak itu derita, namun sebaliknya, ia justru melihat kekuatan di dalam diri mereka. Ia justru melihat bagaimana mereka mencoba menghargai hidup mereka dengan melakukan hal-hal yang bermakna, tidak menyia-nyiakan waktu yang telah diberi oleh Sang pemberi kehidupan.

Berbanding terbalik dengan kehidupan di luar sana, dimana orang-orang menyia-nyiakan hidupnya dengan merusak dirinya sendiri. Banyak yang mengutuk kehidupannya dan ingin mati. Miris memang, ketika ada orang lain yang ingin menghilangkan nyawanya sendiri, sementara di sisi lain ada orang yang mati-matian mempertahankan hidupnya.

Alano mempelajari semuanya dari sini, rumah ini, surga bahagia di dunia bagi anak-anak itu. Ia bersyukur dapat menemukan rumah ini. Kala itu Alano sedang dalam perjalanan pulang. Hujan deras mengguyur jalanan malam itu. Mobil Alano mogok tidak jauh dari Rumah Sakit Kanker itu. Seorang ibu yang akhirnya ia kenal sebagai Ibu Maribel, menawarkannya untuk berteduh di rumah itu sembari minum teh guna menghangatkan diri. Alano yang saat itu mengggigil kedinginan segera meyetujui tawaran menggiurkan itu. Dan dari situlah semua bermula. Sejak hari itu, Alano kembali mengujungi rumah sakit itu. Awalnya jarang, semakin ia menemukan kenyamanan di dalamnya, semakin sering pula ia mengunjungi rumah itu.

AmoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang