It's just a oneshoot story.. please kindly read and review??
G.
###Hujan deras seperti tak cukup membuat mereka bergerak dari tempat mereka. Sebaliknya mereka hanya diam.
Anak perempuan bersurai pink itu masih terduduk di jalanan dan menangis keras sementara anak laki-laki yang lain hanya berdiri diam di depannya tanpa mengatakan apapun.
"Sakura-chan..."
"Diam!" teriak anak perempuan itu kecil. "Aku benci kau! Oba-san dan Oji-san... tidak... kalian semua pembunuh! Aku benci kalian!"
Anak laki-laki itu terdiam.
Kata-kata anak kecil di depannya terasa menusuk dadanya. Menyakitkan. Tapi ia tetap diam seolah membenarkan semua perkataan gadis itu.
"Jangan pernah tunjukkan wajahmu di depanku lagi!" teriak Sakura keras. "Aku tak mau lagi mengenalmu!"
Dan dengan ultimatum terakhir itu, setetes air mata meluncur dari sudut matanya dan langsung membaur dengan air hujan.
^…^
Pria itu bangun dengan napas terengah ketika mimpi buruknya, sekali lagi, mengganggu tidurnya.
Mata onyx-nya melebar sementara debar jantungnya masih berdetak terlalu cepat. Tangan kanannya meraih saklar lampu di samping tempat tidurnya dan kamarnya seketika terang benderang.
Uchiha Sasuke bangkit berdiri dan berjalan ke arah balkon kamarnya dan membiarkan angin malam menerpa wajahnya.
Tangannya mencengkeram erat pagar pembatas di balkon sementara ia menghela napas panjang.
"Tidak mau mengenalku lagi, eh?" gumamnya pelan. "Benar-benar..."
Sasuke tidak kembali tidur malam itu karena ia tahu tak akan ada gunanya. Jika memaksakan diri untuk kembali tidur, bisa jadi itu justru membuatnya kembali mengalami mimpi buruk lainnya.
Rasanya sudah cukup satu mimpi buruk untuk satu malam.
Sasuke sudah benar-benar lelah.
^…^
Ini benar-benar mimpi buruk bagi Sakura.
Hari ini adalah hari pertamanya masuk Konoha High School dan dia hampir terlambat. Ditambah ternyata ia lupa membawa tugas essay dari para senior. Habislah ia dibentak-bentak oleh seorang senior perempuan berambut merah dan berkacamata.
Ia pasti sudah sangat pucat ketika kembali ke teman-temannya karena sahabat baiknya, Ino, menatapnya prihatin.
"Aku sudah memesankan makanan untukmu," kata Ino. "Kurasa apapun tak masalah asal kau bisa mengembalikan tenagamu, bukan?"
"Kau benar," kata Sakura lelah dan segera memakan makanannya tanpa protes.
Tepat saat itu suasana kantin berubah dan banyak teriakan histeris di sekitar mereka.
"Ada apa?" tanya Sakura kebingungan.
"Senpai kita," jelas Hinata yang entah kenapa wajahnya tiba-tiba saja memerah. "Mereka populer."
Sakura melayangkan pandangannya ke empat siswa dan seorang siswi yang duduk di salah satu pojok ruangan seakan mereka ingin menyembunyikan diri.
"Darimana kau tahu?" tanya Sakura.
"Mereka teman-teman Neji-nii." jelas Hinata.
"Tampaknya Neji-nii juga populer." komentar Ino. "Kau kenal siapa saja mereka?"
"I... iya. Kurasa kalian sudah tahu yang mana Neji-nii, 'kan?" tanya Hinata yang disambut anggukan oleh Ino dan Sakura. "Laki-laki yang duduk di sebelahnya, yang berambut pirang, dia adalah Uzumaki Naruto, putra Namikaze Minato, Hokage-sama. Dia... dia sangat ceria.. dan... dan baik."
Sakura mengangkat alisnya saat melihat wajah Hinata yang tampaknya semakin memerah.
"Lalu... lalu yang di sebelah Naruto-kun adalah Sai-kun. Dia juga baik. Selain Naruto-kun, Sai-kun juga yang paling mudah bergaul dengan orang lain di luar kelompok mereka." lanjut Hinata yang tampaknya kembali normal jika tidak membicarakan Naruto. "Kemudian laki-laki dengan rambut seperti nanas itu, dia Shikamaru-kun. Dia orangnya sangat malas tapi dia selalu mendapat peringkat pertama."
"Malas tapi pintar?" tanya Sakura sambil mendengus. "Dunia benar-benar tidak adil."
"Bagaimana dengan gadis yang duduk di sebelahnya?" tanya Ino.
"Dia... dia Temari-Senpai. Pacarnya Shikamaru-kun."
"Dia sudah punya pacar?" erang Ino tak percaya. "Laki-laki baik selalu sudah didapat orang lain, eh?"
"Kau tertarik dengannya?" tanya Sakura. "Serius?"
"Tidak lagi," gerutu Ino.
Sakura mendengus sebelum memandang Hinata lagi. "Hanya dia yang kau panggil 'senpai'? Kenapa?"
"Eh? Itu hanya karena aku... tidak terlalu dekat dengannya. Dia jarang main ke rumahku." kata Hinata sambil mengedikkan bahu.
Bisik-bisik kini berubah menjadi teriakan histeris.
"Kali ini apa lagi?" tanya Sakura lelah meskipun ia kembali mencoba fokus menghabiskan makanannya.
"Sasuke-kun." kata Hinata yang sukses membuat Sakura menghentikan sumpitnya ditengah-tengah jalan menuju mulutnya. "Dia yang paling populer diantara mereka semua. Dia juga dari keturunan Uchiha. Ditambah dia juga satu-satunya orang yang bisa membayangi nilai-nilai Shikamaru-kun. Jadi banyak orang yang menyukainya."
Sakura mendongak dan melihat siswa laki-laki yang bergabung ke meja orang-orang populer itu.
Untuk sesaat ia lupa caranya bernapas.
Sasuke masih sama menawannya seperti dulu.
Rambut hitam raven-nya masih mencuat berantakan. Mata onyx-nya menatap tajam. Wajahnya terlihat angkuh khas Uchiha dan garis-garis tegas tulang wajahnya membuatnya semakin tampan.
Sasuke berjalan santai dengan tangan di dalam saku celananya, mengabaikan tatapan ataupun teriakan histeris gadis-gadis di sekitarnya.
"Tahukah kalian tentang rumor yang kudengar tentang Uchiha itu?" tanya Ino bersemangat.
Hinata hanya memandangnya sopan karena ia memang sepertinya tidak terlalu tertarik. Begitu juga dengan Sakura.
Tapi Ino tetap saja bersemangat menceritakannya.
"Empat tahun lalu, orangtuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Sejak itu ia dan kakaknya sudah mengelola perusahaan Uchiha yang besar itu menggantikan ayah mereka. Tapi entah karena apa, Sasuke mengambil alih semuanya sejak setahun lalu." cerita Ino menggebu.
Sakura mengalihkan pandangan ke meja orang-orang populer itu yang tampaknya dipenuhi perbincangan menarik. Terlebih suara orang yang bernama Naruto itu benar-benar keras dan mampu menaikkan mood orang-orang di sekitarnya. Terlihat dari interaksi keenamnya.
Tapi Sakura tak tahu harus bagaimana menanggapi cerita Ino tentang Sasuke tadi.
Saat itulah Neji mengatakan sesuatu dan melambai ke arah mereka.
Sakura menduga Neji melambai pada Hinata yang notabene adalah adiknya. Dan dugaannya tepat ketika Hinata membalas lambaian tangannya.
Sakura hanya tersenyum tipis dan kembali mengalihkan pandangannya saat matanya justru terkunci pada onyx hitam itu.
Sasuke terlihat menaikkan alis kirinya, kebiasaan yang Sakura ketahui dilakukan Sasuke tiap kali pria itu merasa heran, sebelum kembali berpaling begitu saja.
Hanya pandangan singkat itu dan Sakura merasa detak jantungnya berdetak tidak normal.
Sakura harus merunduk untuk menutupi pipinya yang terasa memanas.
Apa yang salah dengan dirinya?
"Sakura?!" teriak Ino di sebelahnya.
Sakura terlonjak kaget dan memandang Ino bingung.
"Anak-anak kelas sepuluh harus berkumpul di lapangan sekarang," katanya cepat sambil menarik Sakura untuk segera berdiri.
Otak Sakura bekerja lamban saat itu, tapi begitu ia sadar, Sakura segera melangkahkan kakinya agar tidak menjadi tempat luapan amarah kakak kelasnya lagi.
^…^
"Oi, Teme!"
Sasuke yang sedang duduk di kelasnya bersama teman-temannya menghela napas jengkel sebelum menoleh pada sobat karibnya yang berisik itu. "Hn?"
"Jangan bolos lagi!" kata Naruto memperingatkan. "Biar bagaimanapun kau masih anggota OSIS. Setidaknya bantu kami."
"Bantu apa? Membentak anak-anak baru itu? Tidak, terima kasih, Dobe. Aku tidak tertarik." kata Sasuke sambil lalu.
"Aku setuju dengan Sasuke," kata Shikamaru yang tampak berusaha menahan kantuknya meskipun gagal karena ia menguap lebar sekali. "Lebih baik tidur daripada melakukan sesuatu yang merepotkan."
"Hanya karena kalian jenius, tidak seharusnya kalian seperti ini," komentar Naruto. "Neji yang juga sama-sama jenius saja tidak separah kalian."
"Dia 'kan memang anak baik," gerutu Shikamaru pelan.
Temari menjitak pelan kepala kekasihnya itu. "Terlalu banyak menggerutu tidak akan membantu. Setidaknya tampakkan wajahmu saat apel nanti."
"Kau juga, Sasuke," kata Sai tenang. "Jika Shikamaru datang, kau tak akan punya teman untuk membolos."
"Ini menjengjelkan," kata Sasuke datar.
"Setuju," kata Shikamaru.
"Aku tidak akan datang untuk rapat sepulang sekolah nanti," kata Neji yang sedang memainkan pensil dengan tangan kanannya. "Aku harus mengantar Hinata dan menjemput Hanabi."
"Dimana sopirmu?" tanya Sai.
"Mengantar ayahku pergi Suna," gerutu Neji pelan. "Aku tak mungkin biarkan Hinata ataupun Hanabi pulang berjalan kaki."
"Akan kukatakan pada Gaara," janji Temari sambil menyebutkan ketua OSIS mereka yang juga sekaligus adiknya.
Tiba-tiba saja Naruto berdeham keras.
Dan ini sukses membuat Sasuke memandangnya dengan pandangan herannya.
"Salah satu penggemarmu," kata Naruto pelan.
Uchiha Sasuke yang terkenal kalem dan dingin itu hampir saja mengerang keras di tempat.
Sebelum ia sempat sembunyi, seorang gadis berambut merah dan berkacamata sudah tiba-tiba saja muncul dan langsung memeluk lengannya.
"Sasuke-kun,"
Sasuke menghela napas tanpa suara.
"Lepaskan, Karin!" perintahnya pelan.
"Tidak," Karin bersikukuh. "Tidak sampai kau setuju untuk makan malam denganku,"
"Aku sibuk. Menjauhlah dariku, Karin!" perintahnya.
"Tapi..."
"Aku bilang menjauh!"
Suasana di sekitar Uchiha bungsu itu langsung terasa tidak mengenakkan.
Bahkan Shikamaru yang biasanya cuek dan Neji yang biasanya tetap mampu bersikap tenang, keduanya tampak waspada jika sekali-kali amarah Uchiha Sasuke kembali meledak.
Mereka pernah sekali melihatnya dan jelas itu bukan hal yang bagus untuk diingat.
Karin secara instingtif sadar dan menjauh dari Sasuke.
Segera setelah itu aura Uchiha bungsu itu menjadi lebih baik.
Ia mengeluarkan ponselnya yang bergetar. Ia membaca pesan singkat itu dan langsung bangkit berdiri.
"Sebentar," kata Sasuke pelan pada teman-temannya sebelum berjalan cepat, hampir berlari, keluar kelas.
Perasaannya tidak tenang.
'Kumohon,' pinta Sasuke dalam hati. 'Jangan sekarang! Tidak sekarang ketika kita hampir menemukan alasan kejadian empat tahun lalu.'
^…^
Sebenarnya berada di KHS itu menyenangkan.
Selain karena KHS memang sekolah terbaik yang ada di Konoha, Sakura juga mendapatkan dua sahabat baik di tempat ini. Teman-teman mereka yang lain juga ramah.
Plus ada banyak kakak kelas mereka yang menarik untuk dilihat.
Meskipun tidak sedikit pula kakak kelas bersikap galak, sebenarnya menyeramkan, pada mereka.
Tapi secara keseluruhan, Haruno Sakura merasa bahagia.
Tentu saja sampai ia tak sengaja menabrak seniornya dan menumpahkan kopi yang ia bawa ke seragam seniornya itu.
"Kau lagi?!" tanya senior mereka yang baru saja ia tahu bernama Karin karena cerita dari Hinata. "Sebenarnya apa maumu, hah?! Kau berpikir sudah hebat bisa masuk ke sini hingga tidak berpikir untuk menghormati senpai-mu?!"
"Tidak, Senpai. Aku tidak sengaja. Maaf," kata Sakura.
Kata-kata Sakura terdengar hanya seperti gumaman jika dibandingkan dengan teriakan Karin yang membahana.
"Maaf? Memangnya maafmu cukup untuk membersihkan seragamku? Lain kali jika kau berjalan, pastikan kau cukup hati-hati. Atau perlu kupasang sirine di kepalamu agar tidak ada lagi yang mengalami hal sial sepertiku?!"
"Tidak, Senpai. Anda tak perlu melakukannya. Aku akan lebih berhati-hati,"
"Yeah. Pastikan saja kau serius atau..."
"Cukup!"
Mereka berdua menoleh ke sumber suara dan mendapati Uchiha Sasuke berdiri tak jauh dari mereka.
Sasuke memandang Sakura sangat tajam, sebelum berkata dengan suara baritone-nya yang rendah dan tenang. "Lima poin akan dikurangi dari kelompokmu karena mengganggu ketenangan. Selesai apel, langsung ke ruang OSIS untuk melakukan hukumanmu."
"Tapi..."
Sasuke memandangnya dengan alis terangkat meskipun tidak membuat kesan intimidasinya hilang. Sebaliknya Sasuke justru terlihat lebih menakutkan.
"Apa kau baru saja menjawab perintah?" tanya Karin. "Kau ingin poin kelompokmu berkurang lagi? Perlukah kuingatkan bahwa satu kelompok akan mendapat hukuman jika poin mereka mencapai dua puluh? Aku memperingatkanmu, Haruno Sakura!"
"Maaf," gumam Sakura sambil merunduk dalam.
Terdengar suara langkah kaki dan saat Sakura kembali mendongak, Uchiha Sasuke sudah tak ada lagi di depannya.
Sakura menghela napas panjang sebelum menggigit bibir bawahnya.
Pandangan Sasuke tadi... tidak hanya mengintimidasi. Tapi hampir menakutkan.
Dan Sakura tak pernah tahu bahwa ia akan mendapat tatapan seperti itu darinya.
^…^
Tik... tik... tik...
Suara jarum jam yang bergerak terkesan sangat lambat bagi Sakura.
Alasannya sederhana.
Ia harus mengerjakan tugas hukumannya untuk menyortir file-file mengenai detensi para siswa semester kemarin di depan Uchiha Sasuke yang tampak jelas sekali mengacuhkannya.
Sebenarnya jauh di lubuk hatinya, Sakura tahu alasan dibalik sikap Uchiha Sasuke. Dan seharusnya Sakura senang ketika permintaannya dituruti.
Bukankah Sakura sendiri yang minta Sasuke menjauhinya?
Bukankah Sakura yang bilang bahwa ia tak ingin mengenal Sasuke lagi?
Jadi sekarang, ketika Sasuke menjauhinya, bersikap acuh padanya, dan tidak lagi peduli padanya, kenapa Sakura justru merasa kehilangan?
Kenapa rasanya menyakitkan ketika Sasuke memandangnya dingin dan menjaga jarak?
Kenapa Sakura justru berharap Sasuke menjadi orang egois yang akan bersikeras untuk tetap berada di sampingnya?
"Sudah selesai?"
Sakura terlonjak ketika untuk pertama kalinya Sasuke buka suara.
"Eh...? I... i.. iya," kata Sakura gugup.
Sasuke mengangkat alisnya sebelum menutup bukunya, bangkit berdiri, dan mengambil jaket serta tasnya. "Bagus. Kau boleh pulang,"
Setelah itu Sasuke keluar dari ruangan begitu saja tanpa mengatakan apapun lagi.
Sakura menghela napas panjang dan memutuskan untuk segera pulang.
^…^
Sasuke masuk ke kamar kakaknya dan duduk di salah satu kursi menghadap kakaknya.
"Aku khawatir," katanya pelan. "Pesan itu hampir saja membuatku datang ke sini tanpa peduli apapun."
Uchiha Itachi tidak menjawab karena kenyataannya pria yang usianya hanya terpaut lima tahun darinya itu sedang tertidur.
Sasuke menghela napas pelan. "Aku bertemu dengannya lagi, kau tahu? Dia masih sama seperti dulu. Ia bahkan masih sama penakutnya seperti dulu. Aku tahu aku sudah bersumpah akan mengabulkan permintaannya. Termasuk ketika ia tidak ingin mengenalku lagi. Aku rasa kau pasti tahu betapa menyakitkannya berpura-pura acuh padahal kau peduli. Berpura-pura tidak mengenalnya, padahal kau merindukannya setengah mati. Rasanya menyesakkan."
Sasuke diam seolah ia berharap kakaknya akan bangun dan menertawakannya. Bahkan mungkin Itachi akan menggoda Sasuke.
Tidak.
Sasuke memang berharap kakaknya akan segera bangun.
Ia bahkan tidak peduli meski Itachi menertawakannya. Ia tidak peduli meski Itachi menggodanya. Ia tidak peduli meski kakaknya itu menyebalkan.
Sasuke hanya benci sendirian.
Sasuke bangkit berdiri dan berjalan pelan ke arah kakaknya dan duduk di samping kakaknya itu.
Ia diam dan seluruh ruangan dipenuhi detak jantung Uchiha Itachi yang terdengar lemah.
"Aku melanggar sumpahku," kata Sasuke pelan. "Sulit untuk bersikap tidak peduli padanya. Dia selalu saja dengan mudah menarik masalah ke arahnya. Jadi tanpa sadar aku berdiri di depannya dan membantunya keluar dari masalah." Sasuke mendengus pelan. "Yah, kurasa akan benar-benar jadi masalah kalau kubiarkan Karin yang memberi hukuman."
Sasuke kemudian diam dan mendongakkan kepala sebelum menghela napas panjang dengan mata tertutup.
"Aku akan kembali lagi nanti, Baka Aniki," kata Sasuke sebelum tersenyum kecil. "Kuharap saat aku kembali nanti kau sudah lelah tidur."
Setelah itu Sasuke berdiri dan keluar dari kamar kakaknya.
^…^
Sakura sedang berjalan di lorong sekolahnya saat berpapasan dengan Naruto-Senpai dan Neji-Senpai.
"Oh, kau yang tadi diselamatkan oleh Sasuke," kata Naruto-Senpai yang sukses membuat Sakura mengernyit heran.
Diselematkan oleh Sasuke?
Yang benar saja.
Justru Sasuke hampir membuat tangannya patah dengan tugas menyortir file-file itu.
"Naruto,"
Suara Neji-Senpai terdengar memperingatkan.
"Aku hanya penasaran," kata Naruto-Senpai sebelum memandang Sakura. "Apakah kau mengenal Sasuke?"
"Ehhh...???"
Naruto-Senpai tersenyum seakan ingin menenangkan Sakura. "Aku hanya penasaran karena tidak biasanya Sasuke peduli pada orang lain."
"Sasuke-ku... Sasuke-Senpai peduli padaku?" tanya Sakura sebelum tertawa pelan. "Dia menghukumku, Senpai."
"Karena itu satu-satunya cara melepaskanmu dari Karin," jelas Naruto-Senpai dengan baik hati. "Kurasa kau baru akan paham jika mendapat hukuman dari Karin. Terlebih kau mengotori bajunya. Karin melepaskanmu karena orang itu Sasuke."
"Kau juga pasti tahu bahwa kalian tidak bisa dihukum oleh dua senior untuk satu kesalahan. Karena itulah Sasuke terpaksa menghukummu." lanjut Neji-Senpai.
"Bukankah kau tadi memperingatkanku untuk tidak mengatakan apapun?" tanya Naruto-Senpai jengkel.
"Aku kelepasan karena kau bicara." kata Neji-Senpai sambil lalu.
"Dasar," gerutu Naruto-Senpai.
Sakura terperangah.
Ia tidak berpikir sejauh itu. Benarkah Sasuke melakukannya benar-benar untuk melindungi Sakura?
"Ini yang pertama sejak empat tahun lalu, 'kan?" tanya Neji-Senpai.
Sakura tersentak saat Neji-Senpai menyinggung tentang empat tahun lalu.
Naruto-Senpai bergumam setuju. "Apalagi sejak ia tahu kondisi Itachi-nii. Ini pertama kalinya ia peduli pada orang lain."
Sakura mengenryit. "Apa yang terjadi pada Itachi-nii?"
Neji-Senpai dan Naruto-Senpai memandangnya heran.
"Kau kenal mereka berdua?" tanya Neji-Senpai heran.
Sakura hanya terdiam karena tidak tahu harus menjawab apa.
"Kau... bukan 'cherrie' seperti yang selalu disebut Sasuke, 'kan?" selidik Neji-senpai dengan tatapan tajamnya.
Tapi karena Sakura memang tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Neji-Senpai, ia sukses menampilkan raut kebingungan.
"Mungkin bukan dia," kata Naruto-Senpai. "Ayo pergi! Kami permisi dulu, eh... aku belum tahu namamu."
"Haruno Sakura," kata Sakura cepat sambil membungkukkan badannya.
"Well, kami permisi dulu, Sakura-chan," kata Naruto-Senpai ceria sebelum menyeret Neji-Senpai pergi.
Sakura sendiri diam di tempatnya sambil bertanya-tanya.
Ada apa dengan Itachi-nii?
^…^
"Teme!"
Sasuke mendongak dan melihat Naruto masuk dengan Neji, Shikamaru, dan Sai.
"Kalian tidak bilang akan datang malam ini," kata Sasuke tenang meskipun ia merasa tidak terlalu berhasil menyembunyikan rasa penasarannya.
"Dua alasan," kata Shikamaru sebelum menguap sebentar dan duduk di salah satu sofa di ruang kerja Sasuke. "Satu, kami ingin mengunjungi Itachi-nii. Dua... Naruto?"
Naruto melemparkan sebuah map ke depan Sasuke. "Perkiraanmu benar. Aku masuk ke komputer ayahku dan mengeceknya. Orang itu tidak ada di kantor minggu itu. Sai dan Neji menyelidiki alibinya dan ada banyak celah. Lalu Shikamaru..."
"Aku sudah tahu siapa orang-orang yang mereka sewa." lanjut Shikamaru. "Kau akan melakukan pembalasan sekarang?"
Sasuke memandang laporan dan foto-foto dari Naruto dan meremasnya tanpa sadar.
"Tidak," katanya pelan.
Jawabannya ini tentu saja cukup mengejutkan bagi keempat sahabatnya.
"Jika kita membunuhnya, kita tak akan bisa lolos semudah itu tak peduli meskipun ada putra Hokage-sama dan meskipun dia brengsek." Sasuke mendongak tenang. "Dia juga petinggi Konoha. Jika aku melaporkan ini belum tentu dia akan langsung ditangkap. Dia bisa kabur dengan uangnya."
"Jadi?" tanya Sai. "Apa yang akan kau lakukan?"
Sasuke mengeluarkan map dari laci mejanya. "Bisa berikan pada ayahmu, Dobe? Ini akan membuatnya senang."
Naruto mengambil map itu heran dan membukanya. Sai yang penasaran berdiri di belakang Naruto. Mereka berdua menganga sebelum memandang Sasuke.
"Darimana kau mendapatkan ini?" tanya mereka.
"Ada anggota ANBU yang kukenal." kata Sasuke tenang. "Kurasa itu cukup untuk menutup jalan keluar baginya. Untuk sisanya..." Sasuke memandang Neji.
Neji mengangguk. "Serahkan padaku. Selama Hyuuga dan Namikaze ada di pihakmu, tak akan ada yang bisa menghalangimu."
Sasuke tersenyum sinis. "Kita buat dia menderita perlahan dulu. Pastikan tidak ada lagi jalan keluar baginya."
"Oke," kata Naruto dengan semangat seperti biasa.
Neji dan Sai hanya mengangguk.
Mereka bertiga akhirnya pulang setelah jam menunjukkan pukul sebelas lebih.
"Kau tak akan pulang?" tanya Sasuke pada Shikamaru.
"Aku akan menginap di sini," kata Shikamaru sebelum menguap.
Sasuke mengangkat alisnya heran. "Apa yang ingin kau bicarakan?"
"Memang aku menginap di sini karena ada yang ingin kubicarakan?"
"Kau tak pernah menginap di sini kecuali yang lain juga menginap. Jujur saja, apa yang ingin kau bicarakan?'
Shikamaru menguap lebih lebar kali ini sebelum duduk lebih tegak. "Siswi yang kau selamatkan tadi..."
Bahu Sasuke menegang.
"Siapa dia?" tanya Shikamaru. ""Ini pertama kalinya kau terlihat peduli pada orang lain."
"Memangnya aku menolong seseorang?" tanya Sasuke berusaha bersikap acuh.
"Semuanya juga sudah tahu, Uchiha Sasuke." kata Shikamaru tenang. "Bahkan Karin pun merasa ada sesuatu. Apakah dia 'cherrie' yang sering kau sebut dulu?"
Sasuke hanya diam.
"Aku tak tahu bagaimana kalian bisa saling mengenal," aku Shikamaru. "Bahkan Naruto yang mengenalmu lebih lama saja tidak tahu siapa dia. Tapi jawab pertanyaanku kali ini saja. Apakah Haruno Sakura adalah cinta pertamamu?"
Sasuke menghela napas panjang dan mengalihkan pandangan dari pekerjaannya. "Jangan katakan pada siapapun. Bukannya aku meragukan Dobe, tapi dia ceroboh. Aku tak ingin siapapun tahu siapa Sakura."
"Kenapa? Karena kau ingin melindunginya dari semua fans gilamu? Kau tahu ini bukan satu-satunya cara untuk melindunginya," kata Shikamaru.
"Bukan karena itu," kata Sasuke lelah. "Dia sendiri yang tak ingin mengenalku lagi."
Shikamaru mengangkat alisnya. "Kenapa? Karena kecelakaan itu?"
Bahu Sasuke kembali menegang.
"Kami semua sudah tahu. Haruno Kizashi, orang yang tak sengaja terlibat kecelakaan itu, dia adalah ayahnya, bukan? Ayah Haruno Sakura."
Sasuke menghela napas panjang sambil menutup wajahnya dengan satu tangan. "Ya. Ayahnya mencoba menyelamatkan orangtuaku ketika mobil itu tenggelam. Tapi ia malah ikut terseret arus sungai. Sakura membenciku karena itu."
Shikamaru hanya diam.
Sasuke menurunkan tangannya dan tersenyum tipis. "Aku memegang sumpah persahabatan kita, Nara Shikamaru. Kau tak akan mengatakan ini pada siapapun."
Shikamaru menguap. "Jangan khawatir! Aku tidak berniat melakukannya. Itu merepotkan."
Sasuke hanya tersenyum tipis melihatnya.
^…^
Esok paginya, Konoha digegerkan oleh ditangkapnya Danzo, salah satu petinggi di Konoha, akibat kasus korupsi. Hokage-sama sendiri yang memerintahkan pada ANBU untuk menangkap Danzo dan menyita segala aset milik Danzo.
Tentu saja ini membuat Danzo geram.
"Siapa yang melakukannya?" tanya Danzo pada beberapa ANBU yang masih setia padanya.
"Hokage-sama mendapat bukti-buktinya dari Naruto, puteranya. Jadi kemungkinan..."
"Uchiha brengsek itu lagi, huh?" tanya Danzo geram. "Beraninya dia...!"
"Kami juga menemukan putri dari Haruno Kizashi, Tuan."
Danzo terlihat tertarik mendengarnya. "Putri Haruno Kizashi? Ah, gadis kecil yang dekat dengan putra bungsu Uchiha itu."
"Iya, Tuan."
Danzo menyeringai. "Masih ingat teman-teman lama kita? Berikan saja fotonya dan mereka akan tahu apa yang harus mereka lakukan."
"Baik, Tuan."
"Kelemahanmu adalah karena kau peduli pada terlalu banyak orang, Sasuke." kata Danzo pelan pada dirinya sendiri. "Dan itulah yang akan menghancurkanmu."
^…^
Sudah seminggu lebih sejak ditangkapnya Danzo dan tidak ada tanda-tanda perlawanan balik darinya.
Tapi ini justru membuat Sasuke sedikit khawatir.
"SASUKE!!"
Sasuke yang sedang duduk di kamar kakaknya menghela napas jengkel saat Naruto kembali berteriak seenak jidatnya.
"Sudah berapa kali kubilang..."
"Kabar buruk," kata Naruto serius.
Dan ini membuat Sasuke was-was. Wajah semua teman-temannya benar-benar terlihat serius. Ini yang pertama kalinya sejak mereka bersahabat.
"Haruno Sakura menghilang!"
^…^
Sakura tak pernah merasa ketakutan seperti ini.
Orang-orang yang menculiknya ini memakai topeng seperti yang biasa digunakan oleh para ANBU. Tapi pola topengnya berbeda. Ditambah dengan jubah hitam dan awan merah sebagai polanya.
Sakura terus menerus berusaha menggerakkan kedua tangannya, yang diikat di atas kepalanya ke salah satu tiang, berusaha agar ikatannya melonggar.
Tapi kelakuannya ini justru membuat ia mendapatkan tamparan keras di pipinya.
"Diam!"
Sakura langsung mengkeret mendengarnya.
Demi Tuhan! Ia benar-benar ketakutan.
'Siapapun, tolong,'
Sakura benar-benar berharap ada seseorang yang menolongnya.
Jika ini terjadi empat tahun lalu, Sakura akan tahu siapa yang pasti menolongnya.
Sasuke pasti akan menolongnya. Sasuke selalu peduli padanya dan melindunginya. Jika ini terjadi sebelum kecelakaan itu... tidak. Jika saat itu Sakura tidak mengatakan kata-kata menyakitkan itu... Sasuke akan tetap datang.
"Hiks..."
Sakura terisak pelan.
Ia berharap bisa memutar kembali waktu.
Sakura benar-benar kehilangan Sasuke.
Cinta pertamanya.
Suara pukulan dan tembakan mengejutkan Sakura. Ia kembali mengkeret ketakutan.
Tapi kemudian ia melihat seseorang.
Pria itu berjalan sambil menghajar beberapa orang dengan tenang. Seakan tak ada seorang pun yang bisa membuatnya berhenti melangkah. Dan ketika ia hanya berjarak beberapa langkah lagi dari Sakura, Sakura melihat ada orang lain dibelakang pria itu.
"SASUKE-KUN!!"
Kursi itu hancur ketika mengenai punggung Sasuke.
Sasuke yang sebelumnya membungkuk akibat pukulan itu menegakkan tubuhnya seakan tak terjadi apa-apa dan berbalik untuk menghajar orang yang memukulnya.
Tak lama kemudian, Sasuke kembali mendekati Sakura dan mengeluarkan pisau untuk mengiris tali yang mengikat tangannya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Sasuke datar.
Sakura tidak menjawab dan hanya menubruk badan Sasuke sebelum mulai menangis.
Tubuh Sasuke menegang selama beberapa saat sebelum akhirnya melemas dan membalas pelukan Sakura.
"Tidak apa-apa. Kau baik-baik saja sekarang," kata Sasuke menenangkan.
Dan Sakura tahu bahwa ia akan baik-baik saja.
^…^
Sejak penculikan Sakura, Sasuke bisa melihat bahwa segalanya kembali normal bagi gadis itu.
Sayangnya hal yang sama tidak berlaku bagi Sasuke.
Satu, meskipun Danzo dan para bawahannya sudah ditangkap akibat segala kejahatan mereka, termasuk menyabotase mobil keluarga Uchiha yang menyebabkan meninggalnya Uchiha Fugaku dan Uchiha Mikoto, tapi tetap saja proses pengadilan yang bertele-tele membuat Sasuke harus terus memantaunya untuk memastikan Danzo tidak akan lolos.
Dua, krisis ekonomi yang sedang melanda Konoha membuat Sasuke harus benar-benar berhati-hati agar perusahaannya tidak jatuh. Untuk satu hal ini Sasuke tidak terlalu mengkhawatirkannya karena kerja sama dengan Hyuuga benar-benar membantu.
Tiga, keadaan Itachi semakin memburuk.
Sejak menderita penyempitan pembuluh darah di jantungnya, kesehatan Itachi terus menerus menurun. Ditambah stress saat orangtua mereka meninggal dan stress karena menjalankan perusahaan membuat segalanya menjadi lebih buruk.
Hingga puncaknya Itachi mengalami serangan jantung satu tahun lalu yang membuatnya koma hingga sekarang.
Sasuke tidak lagi masuk sekolah sekarang.
Untuk apa?
Toh ia akan tetap menjalankan perusahaan meskipun ia tidak lulus SMA.
Sasuke menghabiskan sepanjang harinya di kantor. Malam harinya, ia akan duduk di kamar Itachi hingga ia tertidur.
Hanya itulah rutinitas sehari-hari Sasuke.
Hingga hari itu akhirnya tiba.
^…^
Sasuke sedang duduk di kantornya dan membaca laporan keuangan yang masuk ketika ponselnya berbunyi.
Sasuke mengangkatnya dan membiarkannya dalam mode speaker.
"Ya?"
"Tuan Itachi membuka matanya."
Sasuke tertegun. "Kau yakin?"
"Ya,; Tuan."
Sasuke langsung menyambar ponsel dan kunci mobilnya sebelum berlari ke lift.
Saat di jalan pun Sasuke mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh tanpa peduli berapa banyak peraturan lalu lintas yang ia langgar.
Sasuke merasa ia tak pernah selega itu saat melihat kakaknya balas menatapnya dengan onyx hitam yang sama dengan matanya.
Itachi, meskipun terlihat sangat lemah dan pucat, masih bisa tersenyum pada Sasuke.
"Kau terlihat buruk, adik kecil." katanya pelan.
Sasuke mengerjapkan matanya ketika air matanya berhasil lolos dari matanya.
Ya.
Seorang Sasuke Uchiha dengan wajah stoic-nya yang dingin itu menangis ketika kakak laki-lakinya bangun dan menyapanya.
"Kau benar-benar brengsek, Baka-Aniki."
Itachi terkekeh pelan. "Benarkah?"
"Cepat bangun dan bantu aku! Tahukah betapa repotnya aku mengurusi perusahaan sendirian?" gerutu Sasuke sambil mengusap matanya dengan lengan kanannya.
"Sepertinya kau melakukannya dengan baik, Sasuke." kata Itachi.
"Tentu saja," kata Sasuke sambil tersenyum kecil. "Karena aku adikmu."
Itachi tersenyum. "Sasuke?"
"Ya?"
"Apapun yang akan terjadi nantinya, teruslah bertahan hidup. Tak peduli apa yang akan kau alami, tetaplah menatap ke depan dan bertahanlah. Kau pasti bisa," kata Itachi. "Karena kau seorang Uchiha. Karena kau adikku."
Sasuke mengernyit mendengarnya. "Apa yang kau bicarakan?"
Tiba-tiba saja Itachi mengernyit kesakitan.
Dan Sasuke baru sadar bahwa sedari tadi Itachi meremas selimutnya. Seakan Itachi sedang menahan sesuatu.
"Tidak," kata Sasuke yang paham apa yang terjadi. "TIDAK!!"
"Sasuke..."
"Kau kembali hanya untuk mengucapkan selamat tinggal?" tanya Sasuke dengan kedua tangan yang terkepal. "Tidakkah... TIDAKKAH KAU PEDULI PADAKU?!"
"Aku peduli, Sasuke. Sungguh..."
"KALAU BEGITU KENAPA KAU LAKUKAN INI PADAKU?! KENAPA KAU HARUS MENINGGALKANKU SEORANG DIRI, BRENGSEK?!"
"Aku tak pernah meninggalkanmu, adik kecil," kata Itachi tenang, masih dengan senyum di wajahnya. "Orang yang mati mungkin akan meninggalkan dunia ini. Tapi mereka akan tetap hidup dalam kenangan orang lain."
"Jangan pergi, kumohon!" kata Sasuke.
Amarah, takut, kecewa, kesepian... semuanya berbaur menjadi satu dan Sasuke benci merasa seperti ini.
"Ketika kita memahami apa itu cinta, saat itulah kita juga akan merasakan kebencian karena kehilangan. Cinta dan benci... suka dan duka... amarah dan kasih sayang... bahagia dan kepedihan... semuanya berjalan beriringan. Agar semuanya seimbang."
"Seimbang?!" tanya Sasuke sebelum tertawa hambar. "Selama empat tahun ini aku menderita, Itachi! Kaa-san dan Tou-san pergi. Sakura membenciku. Aku kehilangan masa remajaku untuk mengurus perusahaan. Kau sekarat. Dan sekarang kau juga ingin meninggalkanku. APANYA YANG ADIL DARI SEMUA INI?!"
"Aku menyayangimu, Sasuke," kata Itachi sambil tersenyum. "Aku yakin kau mengetahuinya. Hanya untuk meyakinkanmu."
"Itachi..."
"Jangan lupakan itu, Sasuke!" kata Itachi pelan sebelum ia kembali terkena serangan.
"Tidak..." bisik Sasuke pelan. "Jangan bercanda! TIDAK!! ITACHI!!"
Seluruh rumah pasti bisa mendengar raungan kepedihan sang bungsu Uchiha ketika pada akhirnya ia ditinggalkan seorang diri menjadi satu-satunya Uchiha.
^…^
Sakura menghentikan langkahnya saat melihat Shikamaru-Senpai, Naruto-Senpai, Sai-Senpai, dan Neji-Senpai berdiri di depan rumahnya.
"Senpai...?"
"Apa kau punya waktu, Sakura?" tanya Sai-Senpai sambil tersenyum. "Ada yang harus kami beritahukan padamu."
"Eh...? Ehm.. tentu saja." jawab Sakura yang gugup dan terkejut.
"Tidak di sini," kata Shikamaru-Senpai. "Ada kedai kopi di tikungan jalan. Kau keberatan kita bicara di sana?"
Sakura menggeleng.
"Bagus," kata Shikamaru-Senpai sebelum berjalan dengan teman-temannya.
Sakura, yang masih kebingungan, hanya bisa mengikuti mereka.
^…^
"Ehm... jadi, apa yang ingin Senpai katakan padaku?" tanya Sakura gugup.
"Panggil nama kami saja," kata Naruto-Senpai baik hati. "Apa kabarmu, Sakura?"
"Eh.. baik. Terima kasih,"
"Kupikir kami harus memberitahumu lebih dulu tentang kematian ayahmu," kata Neji-Senpai. "Kau menganggapnya sebagai kesalahan Uchiha Fugaku dan Uchiha Mikoto. Tapi..."
"Tidak..." kata Sakura pelan sambil menggeleng. "Tidak lagi. Kaa-san sudah memberitahuku tentang hutang budi kami pada Uchiha. Jadi wajar jika Tou-san ingin menolong mereka saat kecelakaan itu terjadi. Ditambah berita beberapa hari yang lalu... bahwa Danzo sengaja menyewa Akatsuki untuk membunuh Uchiha-san... aku... aku yang justru ingin minta maaf karena salah paham."
"Tahukah kau apa yang telah kau lakukan pada Sasuke?" tanya Shikamaru-Senpai. "Dia kehilangan kedua orangtuanya. Dan kau juga menyakitinya. Bisakah kau bayangkan betapa hancurnya dia?"
Sakura merunduk dan menggigiti bibir bawahnya.
"Shika," Naruto-Senpai memperingatkan.
"Tahukah kau bahwa Itachi-nii koma sejak setahun lalu?" tanya Sai-Senpai.
Sakura membeku saat mendengarnya. Ia mendongak perlahan dan menatap Sai-Senpai.
"Apa?"
"Itachi-nii koma sejak mengalami serangan jantung." lanjut Naruto-Senpai muram. "Dan dia meninggal kemarin."
Sakura terkesiap mendengarnya. Dan pikiran Sakura langsung melayang pada Sasuke.
Apakah Sasuke akan baik-baik saja?
^…^
Sakura merasa ia pengecut.
Ia datang ke pemakaman Itachi-nii tapi tidak berani mendekat. Ia hanya berdiri dan mengikuti upacara pemakaman dari jauh.
Dan Sakura merasa jantungnya diremas saat melihat Sasuke seorang diri, setelah pemakaman selesai dan semua orang sudah pulang termasuk sahabat-sahabatnya, di depan makam Itachi-nii.
Sakura tidak melihat Sasuke menangis. Sama seperti saat kematian kedua orangtuanya, Sasuke juga tidak menangis. Sakura paham alasannya. Kesedihan yang dirasakan Sasuke sudah melebihi ambang air mata.
Cukup lama Sasuke berdiri di sana dan Sakura berdiri mengamati. Hingga akhirnya Sasuke berbalik dan berjalan menjauh dari makam.
Sakura memberanikan diri untuk mendekati Sasuke.
Sasuke mendongak dan memandang Sakura dengan mata onyx-nya yang kelam sebelum kembali berjalan tanpa menghiraukan Sakura.
"Maaf," kata Sakura pelan.
Sakura bisa mendengar suara langkah Sasuke berhenti.
"Tidak seharusnya aku mengatakan kata-kata itu. Seharusnya aku tetap di sampingmu dan membantumu melalui semua ini. Seharusnya aku di sampingmu dan mendampingimu. Dan meskipun aku sudah menyakitimu, kau tetap baik padaku dan melindungiku dari jauh. Maaf," Sakura mulai terisak. "Maaf... dan terima kasih."
Sakura merasa tangannya ditarik dan sedetik kemudian ia sudah berada di pelukan Uchiha Sasuke.
"Selamat datang kembali," kata Sasuke pelan. "My cherrie,"
Sakura tersenyum mendengarnya dan membalas pelukan Sasuke.Time may pass, people might go, and everything will change. But knowing you were here with me, it was more than enough.
The End