01

5.8K 850 109
                                    

~

01

AWALNYA aku mengetahui dirinya karena sebuah keberuntungan yang tak pernah kusangka-sangka.

Sekolahku, salah satu SMA unggulan di ibu kota, selalu menerapkan sistem duduk bersama kakak kelas saat Ujian Tengah Semester ataupun Ujian Akhir Semester. Dan setiap semesternya, selalu berganti pasangan.

Dan di semester ini, aku cukup beruntung karena duduk dengan seorang kakak kelas yang disukai banyak siswi di sekolahku. Tentu saja, siapa juga yang tidak suka dengan seorang pengurus OSIS yang berwibawa, pintar, dan pastinya, tidak 'kosong' seperti anak laki-laki zaman sekarang.

Tapi tentu saja, aku tidak menyapanya dan dia juga tidak menyapaku.

Toh, aku memang hanya sekedar tertarik padanya, bukan jatuh cinta benar-benar. Karena aku tahu, aku hanyalah anak kelas sepuluh biasa yang amat 'biasa'.

Tetapi, di hari kedua Ujian Tengah Semester berlangsung, akhirnya aku berinteraksi dengannya. Yang sempat membuat jantungku kelojotan.

"Dek, boleh pinjem rautan?" Suara bass-nya menghentikanku dari menatap suasana kelas yang ramai karena bel masuk belum berbunyi.

Jangan remehkan seorang Anna Azalia dalam mengendalikan ekspresi. Di SMP dulu, aku selalu dibilang sebagai gadis yang hampir tidak punya ekspresi. Bahkan orang yang kusukai dulu saat SMP juga sama sekali tidak tahu menahu tentang perasaanku sampai kami lulus, karena aku dengan apik menyembunyikannya.

"Ambil aja, Kak," ujarku kalem.

Dari sudut mata, aku bisa melihatnya meraih rautan pink-ku yang berbentuk kepala kucing. Aku sebisa mungkin membuat ekspresiku terlihat datar. Apalagi, sekarang tidak ada yang bisa kulakukan selain melihat teman-teman sekelasku yang sedang belajar dan tanya jawab satu sama lain, sebelum bel berbunyi.

Aku hampir saja menghembuskan napas lega terlalu keras saat Emil menghampiriku dengan berlembar kertas. Akhirnya, aku tidak terlihat terlalu menyedihkan karena tidak bergabung dengan grup manapun di kelas.

"Na, bisa soal ini ga? Hana belom dateng, yang bisa dipercaya cuma lo doang." Aku terkekeh pelan.

Tetapi, dapat kurasakan kalau kakak kelas di sebelahku beranjak. Pergi ke salah satu grup teman-temannya yang ada di kelas ini. Samar-samar, aku menghembuskan nafas, entah karena tidak nyaman dengan keberadaannya atau aku yang terlalu canggung dengan kakak kelas.

"Boleh, sini liat." Aku meraih pensil mekanik dan mulai mengerjakan soal.

~

Harapan Semu [5/5 END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang