Dandelion Kecil

87 11 20
                                    

Alkisah, di sebuah taman luas nan indah dengan banyak bunga-bunga yang tumbuh, hiduplah sang Dandelion Kecil. Dandelion Kecil hidup berdampingan bersama bunga-bunga lain yang cantik. Suatu hari, Dandelion Kecil terlibat pembicaraan dengan bunga-bunga tersebut yang menyombongkan dirinya sendiri.

"Kalian semua, lihatlah diriku." Teriak sang Bunga Matahari. "Aku adalah bunga yang tercantik. Aku pun sangat berguna. Bijiku dapat diolah dan dimakan oleh manusia. Mereka menyukai biji bungaku ini. Dengan begini, tidak ada yang dapat mengalahkan kecantikanku." Lanjutnya dengan bangga.

Tidak mau mengalah, Bunga Mawar juga membanggakan dirinya sendiri. "Bukan dirimu. Justru akulah bunga yang tercantik. Warna dari mahkota kelopakku sangatlah menawan. Manusia sangat menyukai bentukku. Selain itu, aku bisa melindungi tubuh cantikku ini. Lihat tubuhku! Aku memasang pagar-pagar duri agar terhindar dari ancaman apapun yang membahayakanku." sahutnya dengan wajah tersenyum bangga.

Obrolan itu terus berlanjut. Dandelion Kecil hanya diam seribu bahasa mendengar penuturan-penuturan mereka.

"Bagaimana dengan dirimu, Dandelion? Apakah kau punya sesuatu yang cantik dari dirimu?" Tanya sang Bunga Matahari tiba-tiba. Dandelion mendengar nada yang meremehkan dirinya.

"Ah, jangan-jangan kau tak punya. Melihat dirimu yang tidak mempunyai apapun kecuali kelopak-kelopak kecil yang rapuh. Tersentuh sedikit saja sudah terjatuh ke tanah yang kotor." Oceh Bunga Mawar yang kemudian disambut dengan tawa meledek dari kedua bunga itu.

Dandelion Kecil tertunduk sedih. Ia menangis dalam diam. Hati kecilnya bertanya-tanya. Perasaan sedih dan rendah diri bergejolak mencampuradukkan hati kecil itu. Apa yang salah dari diriku? Kenapa aku diejek seperti itu? Bukan mauku juga terlahir seperti ini. 

Hatinya terluka dan semakin terluka. Ia bersedih. Mata kecilnya terus-terusan meneteskan air mata di sepanjang hari itu. Tetesan air mata serta tangisan kecilnya rupanya membangunkan sang Kakek Tanah.

"Ah, sudah siang, huh? Aku terbangun." Sahut sang Kakek Tanah setengah mengantuk.

"Ka.. Kakek Tanah. Ma.. Maaf membangunkanmu."

"Wah wah. Apa yang membangunkanku? Sebuah tangis bunga kecil? Apa yang membuatmu sedih, nak? Ceritakan saja pada kakek tua ini."

Selama beberapa saat, Dandelion Kecil menceritakan keluh kesahnya. Ia menceritakan betapa sedih melihat dirinya yang tidak mempunyai kelebihan apapun. Tak luput diceritakan luka hati yang dirasakannya ketika diejek Bunga Matahari dan Bunga Mawar. Sang Kakek hanya diam mendengar curahan kisah sang Dandelion Kecil. Ia hanya memanggut-manggut kecil disela-sela cerita berlangsung.

"Kek, apa yang harus kulakukan? Aku bingung. Tolonglah diriku." Mohon Dandelion Kecil.

"Jangan bersedih. Selama hidupku, aku ditanami oleh berbagai jenis bunga. Kau bukanlah bunga yang buruk, Dandelion Kecil."

"Tidak mungkin. Pastilah aku yang terjelek." Murung kembali menyergapnya.

"Dengar, nak. Setiap bunga mempunyai keistimewaan tersendiri. Begitupun dirimu. Kau punya sesuatu yang istimewa. Hanya saja kau belum menyadarinya. Bahkan keistimewaanmu hanya dimiliki oleh dirimu seorang, tidak yang lain." Ujar sang Kakek Tanah menghibur Dandelion Kecil.

Perlahan, Dandelion Kecil tersenyum. Percikan rasa percaya diri membasuhnya setelah mendengar petuah sang Kakek Tanah. Hiburan itu menghentikan tangisnya. 

Tak lama sesudah percakapan, sedikit-sedikit langit menampakkan warna gelapnya. Awan bergelung-gelung tebal di langit dan mulai meniupkan angin kencang ke taman itu. Angin badai bersiap menyiram permukaan bumi.

"Ya ampun. Apa yang terjadi? Angin ribut, badai. Tidak! Biji bungaku rusak." Teriak Bunga Matahari panik disela-sela tiupan kencang angin.

"Oh tidak! Kelopak yang indah. Kelopakku! Angin ini merusak kelopakku. Duri tubuhku, lindungi aku!" Teriak bunga mawar.

Di tengah kepanikan itu, terjadi hal lain yang berbeda pada Bunga Dandelion Kecil. Semakin kencang angin bertiup tidak mematahkan dahannya. Kelopak rapuhnya terlepas sedikit demi sedikit. Kelopaknya terbang dan terus terbang. Ia terbang berlayar mengikuti arah angin membawanya. Dandelion Kecil terpana menyaksikan dirinya yang terus melayang tinggi menjauhi taman dan teman-temannya yang bersusah payah di bawah sana.

Selanjutnya, ia terbang semakin jauh dan jauh. Angin ribut tadi membawanya terbang melihat dunia. Terbang dan terbang menyaksikan dunia yang awalnya tidak diketahuinya. Ia tertawa gembira. Sang Dandelion Kecil kemudian menyadari bahwa inilah keistimewaanya. Ya, ia tak punya kecantikan apapun. Tak punya hal yang dapat ia banggakan. Pun memiliki kelopak yang kecil dan rapuh. Namun, kekurangan itulah yang membuatnya melayang terbang dan menyaksikan keindahan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Dandelion kecil pun terus melanjutkan perjalanan ke manapun seumur hidupnya.


End

Dandelion KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang