One

38 3 0
                                    

Memandangnya adalah hal yang paling sulit bagiku.

Kenapa?

Karena aku tak bisa mengontrol detak jantungku.

Aku tidak bisa berkedip barang sekalipun.

Aku tak bisa menahan kedua ujung bibirku untuk tak terangkat.

Dan aku tak bisa menahan perasaanku kepadanya.

Tapi entah kenapa aku malah terus menerus melakukannya.

Kalau kalian tanya apa yang sedang kulakukan sekarang, jawabannya satu....

Memandangnya

Duduk tenang dengan memangku gitarnya. Jarinya menari indah diatas senar menimbulkan irama yang menakjubkan.

Senyum itu.

Senyum yang selalu kurindukan. Bagai candu bagiku. Aku ingin terus melihat senyum lelaki itu.

"Woy! Ngelamun mulu kerjaan lo!"

"Elah lu ganggu banget sih!" pekikku kaget. "Lagi liat ciptaan Tuhan yang paling indah nih!"

"Oohh woy! Panji! Nih si-"

Reflek tangan kiriku membungkam mulut dan tangan kananku menjitak kepala cewek rese disampingku ini.

"Rese banget sih!" seruku lalu berlari masuk ke kelas.

"Kenapa mi?" tanya Anggi ketika aku duduk di bangkuku dengan wajah ditekuk.

"Tanya aja tuh ama kutu kupret yang lagi jalan kesini" sinisku sambil menunjuk Ajeng yang berjalan kearahku sambil cengengesan.

"Lu apain Ami?" tanya Anis pada Ajeng.

"Hehe, tadi gue teriak ke Panji kalo Ami lagi liatin dia. Tapi gue belom selesai ngomong kok. Suwer!" jelas Ajeng sambil mengangkat kedua jari tangan kanannya membentuk huruf V.

"Yee elu juga rese sih, Jeng! Jelas aja Ami marah," sahut Agni.

"Udahlah gak usah dipikirin. Santai aja jeng, gue gak marah kok" ucapku.

"Tuh, Ami aja gak marah" kata Ajeng. "Emang asiknya apa sih? kok lo sering ngeliatin Pan-"

"Eh sorry. Aldonya ada?" tanya sebuah suara dari arah pintu kelas.

"Panjang umur tuh si Panji langsung dateng" bisik Anis.

"Lagi keluar, Ji. Nanti kalo udah balik gue bilangin kalo elu nyari dia" jawab Anggi santai.

"Oh okay thanks, ya" ucap Panji. Sebelum pergi ia melirikku dan melempar senyum kalemnya.

"Wah udah deh. Sebelah gue baper nih!" seru Agni. Aku menatap Agni sebal.

"Ngalamat gak bisa tidur malem ini!" tambah Anggi.

"Kalian rese banget sih jadi orang!" seruku jengkel.

"Yee kita ngomong fakta tau! Itu kan emang kebiasaan elu!" seru Ifah membela yang lain.

Skakmat.

"Udah Ami jangan digodain mulu, entar marah lo" sahut Devi.

"Bodo ah! Gue mau pulang. Yuk, ni!" ajakku pada Agni yang dijawab dengan anggukan kepala. Kugendong tas biru kesayanganku.

"Lah? kok pulang mi? Katanya mau bantuin kita nyari gerakan tari?" kata Ajeng kecewa.

"Umm... besok aja ya. Udah jam dua nih. Nanti aku ada les," jelasku meminta maaf.

"Yaudah gue ikut pulang" ucap Anis.

"Gue juga" kata Ifah.

"Gue ikutan deh" sahut Devi.

"Ikutan lah. Minta sms dong jeng. Gue gak bawa hp nih," rengek Anggi pada Ajeng.

"Sabar elah ni gue juga lagi sms minta jemput," jawab Ajeng.

Ini nih kebiasaan keenam sahabatku. Kalo aku pulang, semua ikutan pulang.

"Yuk, mi!" ajak Agni.

-skip-

Eh ya aku belum kenalan.

Namaku Aradhina Marissa Indrayani. Akrabnya dipanggil Ami. Usia baru 17. Sekolah di SMA Nusantara kelas 11-IPA-2.

"Assalammualaikum!"

Kriik kriik

Widiih sepi amat ya? Gak ada tanda-tanda kehidupan.

"Bapak! Ibuk! Adek! Abang! Oy pada kemana sih?!" teriakku jengkel.

"Dibelakang, Ris!" jawab sebuah suara bariton yang kuyakini milik Bang Aga.

Aku melepas sepatu hitamku lalu berlari menuju halaman belakang.

Disana terlihat bapak, ibuk, dek Ciko dan bang Aga sedang melahap duren.

Wait

Duren?!

"Duren!" teriakku. Aku berlari kearah mangkuk berisi durian dan bersiap mengambil sepotong. Namun bapak langsung menarik piring sehingga tanganku malah nyasar ke tangan Ciko yang sedang menikmati durennya. Alhasil jatoh deh durennya Ciko.

"Apaan sih lu kak!" seru Ciko jengkel.

"Cuci tangan dulu, kak" pinta ibuk.

Pletak

Bang Aga menjitak kepalaku dengan keras.

Lengkap sudah acara penyambutanku.

"Kak, les kan?" tanya ibuk.

"Eh lupa! Rissa mandi dulu!" teriakku sambil berlari ke kamar mandi.

Cukup lima belas menit untukku bersiap. Yuk cuss.

Sesampainya di tempat les, aku segera masuk ke kelas dan mengikuti pelajaran pertama. Hehe udah telat setengah jam.

"Okay. Waktunya istirahat!" ucap guru lesku mengakhiri jam pertama.

"Jajan yuk! Abis itu langsung sholat," ajak Agni semangat.
Aku mengangguk setuju.

Kami membeli makanan ringan di minimarket dekat bimbel lalu menuju ke sekolah. Asal kalian tau. Jarak bimbel ke sekolah hanya 10 meter. Hehe.

"Eh mi! Panji tuh!" bisik Agni ketika kami sampai di gerbang sekolah.

Aku mengikuti arah pandang cewek mungil disampingku ini. Terlihat Panji mengendarai motornya melewati kami.

Aku terlalu gugup ketika melihatnya. Yaa jadi aku memutuskan untuk buang muka.

"Yah malah nengok elunya" sahut Agni ketika Panji lewat.

Ugh. Gemes juga nih tuyul nyebelin banget. Minta dicekek terus digantung di pohon toge.

Ngomongnya di belakang kan bisa. Lah ini langsung pas orangnya lewat. Untung dia pake helm jadi gak begitu denger jelas. Tapi tetep aja dia nengok.

Dan yang kulihat darinya adalah....

senyuman

Damn it! Jantung gue dalam bahaya!

Aku membalas senyumnya dengan senyum kikuk. Namun aku melakukannya ketika ia sudah pergi. Jadi dia gak ngeliat. Sengaja sih. Deg degan banget soalnya.

"Eh sontoloyo kutu kupret tuyul cebol! elu ngapain pake acara ngomong kaya gitu didepan Panji?!" seruku kesal.

Gadis kecil berambut hitam sebahu disampingku ini malah cengar-cengir imut minta ditabok.

Huh

Emang ya sahabat tuh kaya gini. Ngomong asal nyablak aja.

Tapi itu sih malah bagus. Daripada didepan baik tapi dibelakangnya ngehancurin?

TBC

Stay Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang