The Games

1.5K 138 22
                                    

Masih sangat pagi untuk Yuki bangun, tapi juga sudah terlalu siang untuk tetap bermalas-malasan di atas tempat tidur tanpa melakukan apa pun, seperti hari-hari sebelumnya.

Ini pertama kalinya.

Yuki membuka mata malas mendengar suara Ramon yang sedang tertawa di taman. Pasti Ramon sedang bermain kejar-kejaran bersama Mondy dengan baju mereka yang basah penuh lumpur. Dua putra asuhnya itu sangat suka bermain di kolam ikan lele yang para penghuninya sudah habis terjual minggu lalu. Keenan belum datang lagi. Anak laki-laki tertuanya itu masih terlalu sibuk dengan tugas skripsi akhirnya.

Akan sangat menyenangkan kalau Ramon dan Mondy melihat bunda mereka ikut bermain. Tapi mereka juga tahu, ibu mereka sedang dalam keadaan yang tidak baik. Mereka terlalu kecil untuk mengerti. Tapi mereka juga sudah bisa dikatakan dewasa, karena di umur mereka yang bulan depan sudah genap 13 tahun, mereka sudah bisa bekerja. Tidak pernah meminta uang saku atau hanya sekedar membeli buku. Hanya saat iuran sekolah yang tentu belum bisa mereka lunasi sendiri, Ramon dan Mondy akan mengendap endap tak enak setelah makan malam dan meletakkan surat pemberitahuan dari sekolah di atas meja, agar iuran segera dilunasi.

Beberapa hari, mereka berdua bahkan bangun lebih awal. Membersihkan kamar masing-masing lalu berbagi tugas untuk menyapu dan membersihkan rumah, sebelum mereka berangkat sekolah dengan menumpang mobil tetangga, yang kebetulan satu arah.

Setiap satu minggu sekali, atau saat mereka mendapatkan uang lebih. Yuki dan kedua putranya akan datang berkunjung untuk memberikan ucapan terima kasih dengan roti bakar sebagai sopan santun.

Semuanya berjalan sangat mudah dan manis selama bertahun-tahun. Namun beberapa hari belakangan, keadaan memburuk tanpa sebab. Dan Yuki masih belum bisa menyiapkan hati untuk mengatakan yang sebenarnya pada putranya.

Ini tidak pernah masuk dalam pemikiran. Tidak pernah sekali pun. Bahkan dalam mimpi pun tidak.

Yuki dan keluarga kecilnya sangat bahagia dengan semua kekurangan mereka.

Tidak pernah, ada satu pun dari mereka yang mengeluh. Tidak, sekali pun itu tentang liburan di hari libur di taman bermain dekat rumah, yang tiket masuknya hanya Rp. 10.000,-. Mereka akan memilih duduk di dekat danau kecil buatan ayah mereka di belakang rumah. Saling bercerita tentang hari-hari mereka, sambil menikmati jajanan rumah sederhana, yang selalu menjadi luar biasa bila Yuki yang membuatnya.

Bunda mereka, wanita paling hebat yang memiliki tangan ajaib, yang selalu menjadikan semua hal kecil menjadi sangat besar. Yuki Kato. Siapa lagi kalau bukan dia.

Wanita muda berumur 26 tahun yang seolah kehilangan tempatnya berpijak dan menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi hari ini.

Seharusnya pagi ini mereka pergi ke kebun binatang bersama-sama. Ayah mereka baru saja mendapatkan kenaikan gaji, dan Yuki sangat antusias untuk membuat putra-putranya bahagia. Walaupun hanya kebun binatang kecil, tapi setidaknya mereka punya kenangan indah yang bisa mereka ceritakan pada teman-teman atau bahkan anak cucu mereka kelak.

Tapi rencana itu kini hanya tinggal rencana.

Ayah mereka pergi dari rumah sejak tiga hari yang lalu. Tanpa mengucapkan apa pun. Ayah mereka, suami Yuki itu pergi saat putra-putranya masih sekolah. Laki-laki itu hanya mengatakan maaf, lalu pergi dengan membawa satu tas besar berisi beberapa pakaian. Pakaian lainnya akan diambil saat dia sudah menemukan tempat tinggal baru.

Dan Yuki hanya diam tanpa melakukan apa pun untuk mencegah kepergian suaminya. Hingga sekarang, wanita itu belum mempunyai keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya.

“Bunda… bunda perlu ke dokter.” Rayyan, putra keduanya yang memiliki pemikiran paling dewasa dibandingkan saudara-saudaranya itu sudah duduk di samping tempat tidur sambil membawa nampan berisi makanan. Hari ini, dia juga bangun lebih pagi untuk memasak. Dia tahu ada yang tidak beres dengan keluarganya. Tapi ia juga terlalu mengerti untuk menunggu sampai ibunya mengatakan sendiri apa permasalahan mereka. Rayyan juga terlalu cukup tahu diri dan mengerti. Ia tidak bertanya ke mana dan di mana ayah mereka pergi.

The Games (Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang