|
The Games
|Hujan turun sangat deras malam ini. Petir dan guntur saling sahut sahutan. Dan itu membuat binatang-binatang malam bersembunyi di dalam rumah mereka. Berkumpul menjadi satu dengan semua anggota keluarga, bahkan juga kerabat, untuk saling menenangkan. Saling berbicara, bahwa badai akan segera berlalu.
Berbeda dengan apa yang sedang dilakukan keluarga kecil itu, yang hanya duduk terdiam sejak hujan turun hingga sekarang. Mereka duduk berhadap-hadapan, tanpa mengatakan apa pun. Menunduk, berpikir dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam hati masing-masing.
Keenan sibuk dengan laptop yang ia pinjam dari teman satu kelasnya di kampus untuk memenuhi panggilan Bundanya, yang mengatakan bahwa ia harus pulang.
Awalnya, Keenan mengira Bundanya jatuh sakit karena Rayyan tadi menelponnya dengan suara serak. Tapi setelah ia tiba di rumah, dan tahu tanpa bertanya kenapa suara adiknya serak saat menelpon, ia hanya diam dan membungkuk mengucapkan salam pada 'tamu' mereka, lalu menyibukkan diri dengan tugasnya sendiri.Ramon dan Mondy memilih untuk mengerjakan semua tugas yang seharusnya belum saatnya untuk mereka kerjakan. Dua orang yang lebih tepat disebut sebagai saudara kembar itu selalu saja seiya dan sekata. Mereka kompak memaksa Rayyan untuk meminjamkan buku matematikanya untuk belajar. Padahal, mereka juga belum tahu sama sekali tentang pelajaran-pelajaran itu.
Sedangkan Rayyan, dia duduk sambil memeluk ibunya erat. Memejamkan mata seolah-olah sedang tidur, tapi ia sendiri juga tahu kalau semua orang tahu ia hanya berpura-pura.
Hampir dua tahun mereka bersama. Satu demi satu dari mereka sudah mengerti dan paham karakter masing-masing.
Keenan yang pintar, emosional, tapi sangat sensitif.
Rayyan yang sangat manja tapi paling mengerti keadaan dan bijaksana.
Ramon dan Mondy yang periang, tapi bisa menjadi sangat cuek saat harga dirinya terluka.
Mereka sudah benar-benar menjadi keluarga. Tidak pernah ada perbincangan tentang masa lalu mereka di mana atau bagaimana, karena Ao dan Yuki mengajarkan pada mereka, bahwa tidak ada gunanya mengungkit masa lalu.
Masa lalu hanya akan menjadi masa lalu. Dan masa lalu tidak akan pernah menjadi masa depan kecuali mereka-mereka yang tidak mau belajar dari kesalahan. Al dan Yuki mengajarkan semuanya. Semuanya..."Maaf..." Al tertawa pada dirinya sendiri tanpa mengangkat kepala untuk melihat anak dan istrinya. Laki-laki itu terlalu malu untuk melihat wajah-wajah penuh ketulusan yang sudah ia hancurkan. "Maaf."
Yuji mengangguk. Hanya mengangguk.
"Maksudnya, Ayah sudah kembali?" celetuk Rayyan begitu saja. "Ayah akan pulang ke rumah lagi setiap hari? Begitukah?"
Keenan menghentikan tangannya menari di atas keyboard. Ia menoleh mengerutkan kening, lalu kembali diam dan menatap layar laptopnya lagi. Hanya helaan nafas pendek yang terdengar dari Keenan.
"Ayah..." Ramon meletakkan pensilnya dan memasukkan kedua tangan ke bawah meja. Ia menatap Al serius, dengan wajah sedih yang terlalu jujur. "Ayah tidak akan pergi lagi." Ramon menunduk. Kalimatnya bukan sebuah pertanyaan.
Mondy bergeser mendekat pada Yuki. Bersembunyi di belakang bahu ibunya, "apa Ayah sudah tidak menyayangi kami lagi? Ayah tidak tahu kalau Bunda setiap hari selalu menangis? Bunda selalu menunggu Ayah setiap hari. Kami ingin membenci Ayah. Tapi Bunda mengatakan, kalau Ayah punya hak untuk memilih."
Al menunduk. Mengepalkan kedua tangannya yang bersembunyi di dalam jaket. Semua hal yang sudah terjadi kini berputar-putar di kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Games (Short Story)
Short StoryCerita hasil adaptasi dari One Shoot disebuah Blog Keren ICE AMERICANO LOVER Blog kesukaan gue, blog yg berisikan kumpulan FF, Story dengan cast-nya Artis korea idola gue "ParkShinHye dan JungYongHwa" Gue mengadaptasi story ini karena isinya yang sa...