I

22 1 0
                                    

Safira melangkahkan kakinya menuju kelas. Ia tersenyum ketika melihat Bian sudah ada ditempat nya.

Ia menghempaskan tubuh nya disamping Bian sambil mengubek-ubek tasnya untuk mencari kunciran.

"Kenapa di ikat?" Tanya Bian.

"Gerah" jawab Safira sambil mengikat rambutnya. "Nyiksa banget kelas dilantai 3"

Biam tidak menanggapinya. Ia mengalihkan pandangan nya ke arah teman-temannya yang memperhatikan mereka berdua Safira dan Bian.

"Nanti gue mau minta pindah duduk aja deh" ujar Safira.

"Kenapa?" Tanya Bian.

"Kayaknya banyak yang gasuka sama gue disini. Masa gue ngomong sama lo aja diliatin gitu. Risih juga kan."

Bian menghela nafasnya. "Santai aja. Lo punya hak buat temenan sama siapa aja disekolah ini. Satpam sekalipun ya itu hak lo."

"Mereka semua yang ngeliatin gue itu pasti suka sama lo" bisik Safira. "Entar pas pulang pasti gue dijegat yerus di teriakin anak baru sok cantik lah gatau dirilah apalah hm"

"Gausah selebay itu, safira."

"Lo sih, gapercayaan. Udah 1000 ftv yang gue tonton pasti adegan nya kayak gitu"
Bian menaikan sebelah alisnya "yakin 1000 ftv?"

Safira menepuk dahinya "haduh lo gangerti becanda ya"

"Gue gasuka ketawa." Bian menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. "Entah apa yang paling lucu di dunia ini. Gue gatau lah pokoknya. Yang jelas, gue belum pernah ketawa karena jokes yang dibuat orang"

"Ooo" gumam Safira sambil mengalihkan pandangannya.

"Garing. Semua yang ada di hidup gue bener-bener bias aja. Lempeng, datar." Bian menatap lurus kedepan.

"Kalo hidup gue kebanyakan masalah. Gue nya sih yang banyak masalah.."

"Kenapa" tanya Bian.

Safira menggeleng. Pandangannya kini tepat mengarah ke arah guru di depan sana.

"Itu guru bahasa inggris?" Bisik Bian sambil membenarkan cara duduknya.

Safira melirik meja Bian. Tidak ditemukan apapun seperti Tas, buku, bahkan pulpen.

"Apa? Ada apaan?" Bian ikut mengalihkan pandangannya ke arah mejanya. "Gausah heran gitu. Kan gue udah bilang kalo gue itu anak bandel."

Safira bedecak kesal. "Tapi jangan bandel gini juga kali, minimal ya ada satu pulpen dan satu buku yang lo bawa. Ini malah gaada sama sekali. Apa susahnya sih bawa gituan? Gabakal nambahin berat badan lo juga kan."

"Bawel. Ngadep depan udah. Kalo ma'am Ida tau lo gak fokus sama pelajarannya nanti lo bisa disuruh keluar. Bener-bener keluar." Ucap Bian menakut-nakuti Safira.

"Lo bilang gaboleh berisik. Tapi lo sendiri malah teriak-teriak gimanasih" Safira berbisik membalas kekehan Bian.

Safira melirik sekilas ke arah seorang perempuan yang sedang memperhatikan mereka berdua. Perempuan itu terlihat ketakutan terbukti karena keringan yang bercucuran didahinya.

"Eh itu dia kenapa?" Tanya Safira kepada Bian. "Udah jelas-jelas ini dingin kok bisa dia keringetan"

Bian membuang pandangannya. "Kan gue bilang fokus. Kalo lo sampe disuruh keluar gue gamau nyusul ya."

Safira menekuk wajahnya kesal. Bian itu gatau diri, dia ngasih tau orang tapi dia nya sendiri begitu tidak mengontrol suaranya.

Lagi-lagi lelaki itu bertingkah semaunya. Benar-benar anak penguasa yang pastknya mengandalkan harta orang tua sehingga apapun yang dilakukannya selalu benar.

Contohnya, saat dia bernyanyi sesukanya dengan suaranya yang indah itu.

Untung suaranya bagus. Kalo jelek?

Safira menikmati setiap lirik yang dinyanyikan Bian. Tapi tidak samanya dengan perempuan yang didepan sana tadi. Perempuan itu malah menaiki tangan kanannya untuk permisi. Keluar kelas dengan badan yang gemetar dan keringat yang bercucuran.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 25, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang