"Hiks... Hiks.. Kamu benar-benar akan pindah, Leia?" tanya Meta sambil menangis tersedu-sedu.
"I .. Iya, maaf Meta... Aku akan berangkat ke Jepang besok pagi-pagi sekali..." jawabku meyakinkan Meta.
"Leia, maaf jika selama ibu mengajar, ibu banyak berbuat salah", ucap Bu Ayu. Aku hanya tersenyum tipis, hingga aku merasa kedua mataku telah berkaca-kaca.
"Eng.. Anu, Leia, maaf kalau aku selalu usil sama kamu...", ucap Reza. Aku berbalik menghadap Reza dan menyambut uluran tangannya yang tadi dia ulurkan padaku. "Iya".
"Leia, kenapa kamu nggak pindah waktu habis kelulusan saja?" protes Putri. "Lagian sayang banget, kita kan, kelas enam! Siap-siap untuk UN!"
"Maunya sih gitu! Tapi karna papaku buru-buru dipindah tugaskan ke Jepang oleh perusahaannya, apa boleh buat! Mamaku juga cuma seorang ibu rumah tangga, jadi hanya papaku yang jadi tulang punggung keluarga", jelasku. " Lagian katanya cuma tujuh tahun, kok! Tenang aja.."
"Cuma tujuh tahun, kan? Berarti kamu balik lagi ke sini waktu SMA, dong!? Lama banget!" keluh Salsa.
Aku terdiam. "Tenang aja sal, aku akan cepat balik kalau tugas papaku sudah selesai di sana".
TEEETT....! TEEEETT....! TEEEETT....!
" Yaahh... Bel pulang.." ucap seisi kelas bersamaan.
"Daah semua! Selamat tinggal!" pamitku pada semua orang di kelas sambil berjalan ke luar kelas.
"Daah... Leia!!!!!"
Aku buru-buru pulang ke rumah, takut ntar di tengah jalan ni air mata tumpah! (Jarak sekolah sama rumah deket, jadi pulang-pergi jalan kaki).****
Sampai di rumah ...
"Leia, barang-barang yang ntar mau ditenteng dah disiapin, belum??!" tanya Mama dari lantai bawah (saking kerasnya suara mamaku itu bisa kedengeran sampe lantai atas).
"Nih lagi siapin ma..." jawabku sambil menata-nata barang dan memasukkannya ke dalam ransel yang nantinya akan ku tenteng selama dalam perjalanan.
Aku keluar kamar dan melongokkan kepalaku ke arah ruang tamu dari lantai atas di dekat tangga yang berada di dalam lingkup ruang tamu.
Aku melihat sekitar empat sampai lima kardus sudah berjejer rapi di lantai ruang tamu dan siap di kirim ke alamat tempat tinggal keluargaku-ayah, ibu, dan aku- yang baru di jepang lewat pos. Jadi nantinya waktu di jalan kami hanya bawa barang-barang yang di butuhkan selama di jalan dan barang-barang penting seperti laptop, aksesoris, dan lain-lain.Ting nong! Ting nong!
"Permisi! kami dari jasa pengangkutan barang!" ucap seseorang dari luar rumah.
Aku yang masih berdiri di atas tangga melihat papa membuka pintu, mempersilahkan mereka masuk, dan berbincang-bincang singkat. Lalu, papa ikut mengangkat kardus-kardus yang berada di atas lantai dan pergi ke kantor pos.
Selepas papa pergi, aku meninggalkan tangga dan berjalan ke pintu yang mengarah keluar -masih di lantai dua, itu tempat yang biasa dipake kalo ngejemur baju-dan menyentuh kenop-nya.
Aku membuka pintu itu dan menghirup udara tropis sebanyak-banyaknya sebelum menghirup udara subtropis di jepang.
"Leia, cepat turun ke bawah!! Ada temen-temennya, tuh!!!!" panggil mama dengan volume suara yang nyaring dari lantai bawah.
" 'temen-temen' ? Iya tunggu bentar maa..." sahutku, lalu bergegas turun ke bawah.
"Leia!!" seru Meta ketika aku baru menjajakkan kakiku di teras rumah. Kulihat temen-temen sekelasku datang. Mereka melambai-lambaikan tangan padaku.
"Hei, semua! Ada apa?" sapaku sambil membuka pagar rumah.
"Kita datang karna mau ngasih sesuatu," kata Meta mewakili semuanya.
"Eh? Buat siapa? Aku?" tanyaku bingung.
"Nggak, buat Pak Udin," jawab Putri. Aku menaikkan sebelah alisku, dan melihat Pak Udin-satpam di komplek tempat tinggalku-sedang berjalan melewati kami. Merasa namanya dipanggil, Pak Udin sempat melirik ke arahku dan teman-temanku.
Aku melirik lagi le arah Putri dengan sebelah alis yang terangkat. Putri lalu memutar bola matanya, "Ya buat kamu lah, Lei! Kok nggak ngeh banget sih kamu!" gemas Putri. Aku hanya cengir-cengir nggak jelas.
"Udah stop! Ini buat kamu, Lei!" Meta menyodorkan kotak berukuran persegi panjang berukuran sedang dan berwarna oranye -warna kesukaanku- kepadaku.
"Apa nih, isinya?" tanyaku penasaran, takut kejadian saat aku ulang tahun yang ke dua belas kemarin terulang lagi. Coba tebak apa yang mereka lakukan? Memasukkan laba-laba karet sebesar sepatu boot milik pak udin yang sebelas-duabelas dengan yang aslinya! Bisa kalian bayangkan? Aku yang phobia dengan laba-laba langsung teriak histeris hingga membuat guru yang sedang mengajar di kelas sebelah datang ke kelasku dan menceramahi kami semua.
Aku mengenyahkan ingatan itu dan membuka kotak yang di sodorkan oleh Meta itu dengan waspada.
"Tenang aja, nggak ada laba-laba karet ama tokek karet, kok!" canda Meta. Aku tetsenyum kecut.
Aku membuka kotak oranye itu, dan yang kutemukan adalah fotoku dan teman-temam sekelasku waktu hari kartini. Foto yang sudah di cetak berukuran sedang itu terlihat rapi karna dibingkai.
"Biar kamu nggak lupa sama hari kartini! Ntar kalo kamu dah balik ke indo, trus lupa siapa itu ibu kartini, gimana coba?" pesan Salsa. Aku mengerutkam kening.
"Maksud kamu bu kartini yang guru matematika atau ibu Raden Ajeng Kartini?" tanyaku lagi bingung. Salsa, Meta, Putri, dan yang lain menatapku tajam.
"Sori, sori! Jangan marah gitu, dong!" aku terkikik kecil.
"Nggak marah, tapi greget sama kamunya yang lola!" dengus Putri main-main. Aku tersenyum.
"Oh, iya! Ini kan, dari temen-temen sekelas. Nah, yang ini khusus dariku!" Meta menyerahkan kotak berukuran kecil-nggak terlalu kecil juga sih-padaku.
Aku membuka kotak itu dan melihat foto-fotoku dan Meta saat mengikuti lomba LKBB beberapa bulan yang lalu.
"Eng... Leia, ini," Rio menyerahkan kotak berbentuk persegi padaku dengan ragu-ragu.
Aku mengangkat sebelah alisku. "Rio? Tumben banget kamu ngasih hadiah?"
Ucapanku itu membuat Putri dan yang lainnya bersiul iseng. "Ciee.. Cieee... Leia! Dapet hadiah dari cowok!" Putri menatapku dengan pandangan geli, sedangkan anak-anak cowok yang lain bersiul keras.
"Biasa aja kenapa, sih!" Rio melayangkan pandangan tajam ke arah anak-anak lain, yang disambut dengan gelakan tawa. Aku hanya diam sambil menahan tawa.
"Makasih banyak, ya. Sumpah! Aku bingung mau taruh di mana kotak-kotak ini!" ujarku sambil membawa kotak-kotak. Sejujurnya aku memang bingung, nih semua kotak mau taruh di mana?
"Oke deh, kalo gitu! Yuk kita pulang!" ajak Salsa, yang kemudian mendapat anggukan setuju dari teman-temanku yang lain.
"Pulang dulu ya, Lei! Besok hati-hati aja di jalan!" pamit Meta sambil melambaikan tangannya, dan pergi menyusul yang lain.
Aku balas melambaikan tangan dan masuk ke dalam rumah, lalu menghembuskan nafas. Kenapa sekarang rasanya jadi sepi, ya?****
Hai, hai! Sori kalo ada banyak typo! Habis, baru kali ini author nulis cerita di wattpad (biasanya tulis di buku tulis, trus keselip)
Kalo menurut kalian ceritanya tolong di vote + comment, ya!
Thanks yang udah mau baca! (^ ^)
KAMU SEDANG MEMBACA
Japan Is My Story
Teen FictionBerawal dari Leia yang pindah ke jepang, mengalami hal hal yang tidak terduga. Pertemuan dengan Suzuki dan Kiriu memberi kisah tersendiri. Suzuki yang berandal namun sangat perhatian pada leia, disamping itu, sifat kiriu yang misterius membuat leia...